Rembulan resah begitu tahu kalau Raditya melihat Adrian menggenggam tangannya. Dia tidak ingin Raditya berpikir macam-macam dan salah mengartikan sikapnya. Dia langsung berpamitan pada David dan Sarah, masalah ini harus segera dituntaskan malam ini juga. Rembulan tidak suka tidur dengan membawa masalah dikepalanya apalagi masalah ini hanya salah paham.
Raditya pasti cemburu. Rembulan memahami perasaan Raditya karena kalau dia berada diposisi Raditya, dia juga pasti akan cemburu.
Dia pasti menemukan cara untuk berbaikan dengan Raditya.
Tadi David hanya mengatakan kalau Raditya bukanlah tipe orang yang pendendam dan betah marah berlama-lama. Raditya hanya butuh waktu menyendiri dan mencerna semuanya.
"Tapi kalau kamu menanyakan bagaimana caranya berbaikan dengan Raditya?Aku nggak tahu Lan, karena selama ini kalau aku sedang berselisih pendapat dengan Raditya, paling hanya sebentar. Ada pekerjaan yang harus kami hadapi berdua. Lagipula masalahmu dengan masalahku saat bertengkar dengan Raditya berbeda."
Rembulan menautkan jari-jarinya. Melihat David yang tersenyum padanya, Rembulan menghembuskan napas kemudian berpamitan. Selama di dalam taksi Rembulan terus berpikir apa yang harus dia lakukan untuk mengambil hati Raditya.
***
Sarah diam, sebentar pandangan matanya mengarah ke luar. Terdengar sayup-sayup suara merdu Carla Bruni memenuhi ruangan kafe.
Sometimes it's hard to be a woman
Giving all your love to just one man
You'll have bad Times and he'll good times
Doing things that you don't understand
But if you love him, you'll forgive him
Even though he's hard to understand
And if you love him, oh, be proud of him
Cause after all he's just a man
"Apa sih yang ada dipikiran Rembulan untuk mau menemui Adrian?" Sarah bertanya dengan sewot, pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban.
Sarah menggelengkan kepalanya. Dia tidak memahami Rembulan. Padahal jelas Rembulan sudah memiliki Raditya dan tahu kalau Adrian menyukainya.
David yang sedari tadi hanya memandangi tingkah Sarah hanya bisa tersenyum kecil.
"Vid, ada yang salah denganku?" Mendadak Sarah bertanya, dahinya berkerut. Dia menjadi tidak percaya diri ketika David terus melihatnya sambil tersenyum.
"Oh, nggak ada yang salah."Senyumnya tetap melekat, matanya bergerak jenaka.
"Lalu?"
"Kenapa?Menurutku kamu terlihat lucu dan menggemaskan."
"Aku bukan sejenis boneka Teddy bear." Sarah merajuk, dia tidak suka kalau dikatakan menggemaskan. Hanya anak kecil yang terlihat menggemaskan, sedangkan dia... umurnya saja sudah hampir tiga puluh tahun. Yang benar saja laki-laki ini menyebutnya lucu dan menggemaskan.
Sarah menatap David tajam sampai David menjadi salah tingkah, "Kenapa?" tanyanya.
Sarah tertawa di dalam hati. Rasakan! memangnya cuma dia yang bikin aku kebingungan.
"Vid, bisa nggak kamu sedikit mengurangi senyummu?"
"Hah!...Apa?"
"Senyummu itu memberikan efek yang tidak baik." Sarah menampilkan mimik wajah yang serius.
"Maksudmu?"
"Berapa perempuan yang sudah terjerat dengan senyummu?Termasuk aku." Sarah menunjuk dirinya.
Dia bukan jenis perempuan yang malu mengungkapkan isi hati dan pikirannya.
David tergelak...perempuan ini sungguh lucu dan menggemaskan. David suka cara Sarah mengatakannya.
"Ya, bahkan tawamu pun begitu memikat. Aku menyukainya." Sarah tersenyum lebar. Dia tidak perduli apakah David menerima pernyataan perasaannya atau tidak.
***
Rembulan melihat rumah Raditya terang benderang. Berarti laki-laki itu berada di rumah. Rembulan membuka pagar rumahnya dengan keras, berharap Raditya mendengar dan melihatnya. Ternyata sampai Rembulan masuk ke dalam rumah, tidak ada suara dari rumah sebelah. Tetap hening dan harapannya harus pupus.
***
Raditya memejamkan mata, dia berbaring di sofa. Dia menyesali keputusannya memperbolehkan Rembulan menemui Adrian. Dia juga menyesal menjadi terlalu ingin tahu sampai harus menyusul ke kafe itu dan harus melihat Adrian menggenggam tangan Rembulan. Dia tidak pernah rela kalau perempuan yang dia cintai diperlakukan seperti itu oleh laki-laki lain.
Dia hanya cemburu, namun hatinya terasa sakit, Raditya masih memejamkan mata. Air mata mengalir di pipinya. Dia takut kehilangan Rembulan. Perempuan itu sangat berarti untuknya.
Raditya mendengar suara pagar yang bergeser sangat keras. Oh, dia sudah pulang.
Raditya menunggu dengan posisi masih berbaring di sofa. Dia belum ingin menemui Rembulan dengan kondisinya yang seperti saat ini. Raditya menghapus air matanya. Dia menajamkan pendengarannya. Sejak mengenal Rembulan dia semakin terlatih menajamkan pendengarannya. Selain suara denting piano, musik dan lagu yang dipasang Rembulan. Raditya juga kadang mendengar suara mixer kalau Rembulan membuat kue, suara Rembulan yang sedang bernyanyi keras atau sesekali suara sutil yang beradu dengan penggorengan. Kadang Raditya berpikir ,"Apa sih yang dimasak Rembulan sampai harus sekeras itu suaranya?Dia nggak sedang marah kan?"
Kali ini Raditya mendengar suara musik mengalun, musik lembut khas Rembulan. Ingin rasanya dia datang dan memeluk Rembulan. Dia rindu.
Ponselnya berbunyi, ada pesan yang masuk. Dia mengambil ponselnya yang tergeletak di meja. Dari Rembulan. Perempuan itu mengirimkan foto dua cangkir kopi yang tergeletak diatas meja dan dilatar belakangi pemandangan malam. Ada tulisan di foto itu. Raditya, maafkan aku...bisakah kita berbaikan malam ini dengan minum secangkir kopi?
Raditya jadi tersenyum membaca pesan Rembulan. Ah, perempuan ini punya daya sihir apa sih?
Secangkir kopi saja tidak cukup untuk permintaan maaf, Raditya tersenyum lebar. Lihat saja apa yang akan aku lakukan untukmu.
***
Rembulan menunggu dengan gelisah balasan dari Raditya. Dia hanya bisa melakukan hal itu untuk membujuk Raditya. Rembulan tidak pernah ahli dalam merayu, membujuk, pengetahuannya dalam hal ini sangat sedikit. Pengalamannya berpacaran juga hanya dengan Ari. Setelah itu tak pernah lagi dia punya hubungan dekat dengan laki-laki.
Rembulan bolak-balik memandangi ponselnya setelah mengirimkan pesan untuk Raditya. Tak ada pesan balasan, hanya dibaca. Rembulan semakin bingung dan gelisah. Idenya sudah habis untuk mengajak Raditya berbaikan.
Begitu sampai di rumah, dia teringat kalau Raditya sangat menyukai kopi buatannya dan minum berdua bersamanya di balkon sambil melihat langit malam. Kebetulan malam ini langit cerah dan bintang-bintang bersinar, semesta mendukungnya untuk berbaikan dengan Raditya menggunakan cara yang ada dalam pikirannya. Rembulan tersenyum lebar. Sempurna!
Dia menyukai ide yang ada dikepalanya.
Namun saat balasan dari Raditya tak kunjung datang, juga tak terdengar suara apapun dari rumah sebelah. Misalnya suara pagar, suara pintu atau suara kunci...sepi. Sepertinya idenya tak berhasil.
Rembulan berjalan mondar-mandir, semakin bingung harus bagaimana lagi untuk mendapatkan hati Raditya.
Mungkin dia harus mulai mencari di internet cara berbaikan yang ampuh dengan kekasih. Tapi biasanya saran yang diberikan tidak sesuai dengan dirinya. Kamu ini bagaimana sih, mau berbaikan masih memikirkan sesuai atau nggak!, suara hatinya memarahi dirinya.
Rembulan sedang membuka laptop dan akan mulai mengetik ketika dia mendengar pintu pagarnya dibuka. Apa itu Raditya?