webnovel

SeaLon

"Kalau kamu takdir, maka biarkan aku menjagamu hingga akhir. Tapi jika bukan pun tidak masalah, karena mauku hanya memastikan kamu selalu baik-baik saja." "Karena katamu, cinta yang baik adalah cinta yang mau saling. Saling jaga, saling percaya, saling sabar dan saling lainnya yang bisa membuat kita melangkah kedepan. Dan kamu juga bilang kalau cinta itu beriringan, bukan menuntun atau pun di tuntun. Maka cukup, hanya dengan kalimat itu aku bisa percaya kalau apa pun akhirnya nanti maka itu lah yang terbaik." Berkali-kali di hadapkan dengan jalan yang seperti memaksa mereka untuk berhenti, berhenti saling menggenggam lalu pulang. Tapi itu lah letak magisnya, genggaman mereka justru makin erat sejalan dengan banyaknya jalan bercabang di depan mereka.

ODELAXII · 青春言情
分數不夠
21 Chs

Leon Bohong

Jam 4 pagi tadi Ana terbangun dari tidurnya, ia memimpikan lagi kejadian yang menyayat hatinya hingga tidak bisa tidur. Ana hanya duduk di tepian ranjang, sejak tadi matanya tertuju pada pria yang sedang tidur di sofa Ana berdiri kemudian mendekati pria itu, di lihatnya ciptaan Tuhan yang sempurna itu. Leon tidur tanpa selimut membuatnya sedikit meringkuk untuk memeluk dirinya sendiri, Ana yang menyadari itu pun langsung mengambil selimutnya dan menyelimuti tubuh Leon.

"Nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan." Gumam Ana sambil terkekeh pelan.

Ana memutuskan untuk sekolah hari ini, ia memang sengaja membawa seragam dari rumah agar bisa sekolah langsung dari rumah Leon, setelah mandi tadi ia langsung merapihkan dirinya dan membangunkan Leon yang masih nyenyak dalam mimpinya.

"Le." Panggilnya sambil menepuk pundak Leon pelan, tak ada sahutan dari Leon.

"Leon." Panggil Ana sekali lagi sambil mengguncangkan tubuh Leon pelan, akhirnya Leon membuka matanya ternyata tidak begitu sulit membangunkan Leon.

"Hm." Balas Leon beranjak duduk.

"Mandi Le, kita sekolah." Ucap Ana lembut.

"Kok lo sekolah?" Tanya Leon.

"Iya lah, udah berapa hari coba gue gak sekolah."

"Di rumah aja See istirahat."

Ana menggeleng kuat.

"Gak mau! Lagian ada Feby gue males." Ujarnya.

"Yaudah gue mandi dulu." Ucap Leon sambil berjalan ke arah kamar mandi.

Leon yang masih di kamar mandi berpikir ulang untuk keluar, karena ia lupa membawa seragamnya untuk ganti di dalam kamar mandi, kalau meminta Ana keluar pasti Ana akan bertemu Feby dan Leon tidak mau ada keributan di rumahnya pagi - pagi begini. Jadi hanya ada satu cara...

"See!" Teriak Leon dari dalam kamar mandi.

"Kenapa?" Tanya Ana di dekat pintu kamar mandi.

"Ambilin seragam gue dong di lemari." Titah Leon.

"Iya iya."

Tak lama kemudian Ana membawakan seragam beserta dasi dan ikat pinggang milik Leon.

"Nih Le!" Teriak Ana pelan dari depan pintu.

Leon sedikit membuka pintu lalu mengambil seragam itu dengan cepat.

"Selow aja kali, lo kira gue bakal grepe-grepe lo gitu? Ogah banget, minta aja sama Ken." Ucap Ana terkekeh.

"Berisik." Balas Leon kesal.

Beres dengan seragam mereka pun kebawah untuk sarapan.

"Pagi Ana." Sapa Dinda hangat.

"Pagi tante." Balasnya.

"Sini duduk samping Leon kosong." Titah Dinda.

Ana mengangguk mendekati bangku di sebelah Leon, tapi belum sempat ia duduk bangku itu sudah di tempati duluan oleh Feby yang entah dari mana datangnya.

Ana tidak ambil pusing ia memilih duduk di dekat Dinda.

"Le mau makan apa? Gue ambilin ya!" Ucap Feby dengan nada manja sambil memeluk lengan Leon.

Bukannya ini masih pagi? Kenapa gue udah ngerasa panas aja ya? Sialan tu cewek ga punya tulang apa gimana, nyender-nyender gitu udah kayak cakwe. Batin Ana kesal dengan adegan di depannya.

"See, sendokin nasi goreng buat gue dong." Titah Leon pada Ana, ingat pada Ana bukan Feby!

Feby yang merasa diabaikan berusaha kembali merebut perhatian Leon dengan mengambil paksa piring Ana yang hendak menyendokan nasi goreng untuk Leon.

"Biasa aja kali." Ketus Ana.

Feby tidak menggubris ucapan Ana, ia hanya tersenyum licik ke arahnya sambil menatapnya tajam. Ana yang melihat itu hanya memutar bola matanya malas.

Nih anak suka banget bikin gue emosi. Umpat Ana.

Feby memberikan piring itu pada Leon, mau tidak mau Leon menerima dan memakannya, hanya ada suara dentingan sendok setelahnya sampai acara sarapan itu selesai, Ana dan Leon pamit untuk berangkat ke sekolah.

Bakal gue dapetin apa yang gue mau! Batin Feby.

-○-

Sesampainya di sekolah, Leon mengantarkan Ana ke kelasnya agar selamat sampai tujuan tanpa godaan dari laki-laki lain.

"Gue ke kelas ya, lo belajar yang bener!" Ucap Leon sambil mengelus pipi Ana.

"Nanti pulang sama gue ya." Sambung Leon.

Anjir anjir ini jantung gue lagi dugem kayaknya, berisik banget. Batin Ana.

Ana mengangguk sambil menahan pipinya agar tidak merona di depan Leon, bisa habis dia di ejek Leon nanti kalau sampai melihat ana blushing gara-gara ulahnya.

"Masih pagi! Gak usah bikin jiwa kejombloan gue meronta ronta gara-gara liat lo berdua." Ucap Ken yang tiba-tiba datang, Ken memang begitu datang tak di undang tapi pulang minta diantar dengan alasan ngirit ongkos, mirip-mirip lah sama jalangkung.

"Berisik banget panu firaun." Balas Leon.

"Panu mana ada yang setampan gue." Ucap Ken dengan bangganya.

"Gantengan gue tapi kan." Ucap Leon santai.

"Cih, eh iya dede cantik mana?" Tanya Ken sambil mengintip ke dalam kelas.

"Belum dateng kayaknya kak." Balas Ana.

"Gak usah panggil kakak gitu dong dede manis."

"Terus panggil apaan?" Tanya Ana.

"Panggil sayang boleh, oh atau honey aja biar kayak anak alay." Balas Ken yang sukses mendapat jitakan dari Leon.

"Sakit bangsat!" Umpat Ken.

"Na lo liat deh Leon mainnya kasar, jangan mau nanti lo di kasarin mending sama gue aja yuk gue mainnya lembut." Sambung Ken ngaco.

"Omes!" Ucap Ana dan Leon berbarengan.

"Ih samaan, suka deh gue sama yang kompak-kompak kayak gini, semoga cepet taken ya jangan sampe kebalap sama babang Ken yang ganteng nan mempesona ini!" Balas Ken dengan nada meledek.

"Kayaknya gue harus kekelas deh biar si Kenyet ini gak asal ceplas ceplos, bahaya lo kalau kelamaan deket sama dia bisa ketularan gesrek." Ucap Leon

"Lo juga samanya." Balas Ana.

"Rasakan itu daki anoa!" Ledek Ken sambil tertawa.

"Buru ah ke kelas! Jangan cuci otak Seanna sama omongan ngeres lo!" Ucap Leon sambil menarik kasar tangan Ken.

"OMG! Lo ngapain pegang-pegang gue aduh mau di bawa kemana gue, tolong woi tolong! Leon mau grepe-grepe gue!" Teriak Ken histeris dengan wajah dramanya.

"Mulut lo nyet!" Umpat Leon

Ana hanya geleng-geleng kepala melihat dua orang itu, ajib jika sudah bertemu menurutnya.

-○-

Dilain tempat Feby sedang sibuk menelpon orang tuanya yang ada di Amerika untuk minta pindah kesekolah yang sama dengan Leon, dengan berulang kali membujuk kedua orang tuanya akhirnya mereka menyetujui permintaan anak semata wayangnya itu.

Orang tua Feby bilang ia akan resmi menjadi murid SMA Pelita saat kenaikan kelas nanti jadi masih ada sisa waktu satu bulan untuk menyusun rencana memisahkan ana dan leon secara matang-matang.

"Bakal gue rebut apa yang seharusnya jadi milik gue!" Gumam Feby licik.

Kemudian Feby memilih untuk menelpon Leon, ia ingin minta ditemani membeli perlengkapan sekolah.

"Kenapa?" Ucap pria di sebrang sana.

"Pulang sekolah temenin gue belanja oke!"

"Gak bisa gue udah ada janji sama Sea."

"Ayolah Le, masa lo tega si biarin gue pergi sendirian nanti kalo gue nyasar gimana?" Ucap Feby dengan nada sedih.

Cukup lama untuk mendengar balasan leon hingga akhirnya Leon menyetujui permintaan Feby.

"Yaudah."

Sambungan telepon langsung terputus setelahnya.

Feby tersenyum penuh kemenangan, ia membayangkan bagaimana tersiksanya ana melihat kedekatannya dengan Leon.

-○-

Leon menunggu Ana di depan pintu kelasnya untuk memberitahukan bahwa ia tidak bisa mengantarnya pulang.

"Eh Le, udah lama ya? Maaf." Ucap Ana ketika melihat Leon di depan pintu kelasnya.

"Yaudah yuk nanti kesorean." Sambung Ana.

"Anu See sebenernya gue ada janji sama itu em..sama mama gue, tiba-tiba minta anterin belanja tadi." Ucap Leon terpaksa berbohong karena tidak enak pada Ana jika tahu ia pergi dengan Feby.

Ana diam sebentar, melihat mata dan raut wajah Leon entahlah ia melihat seperti ada yang ditutupi di sana, tapi ia membuang jauh - jauh pikiran buruk itu.

"Oh gitu, yaudah gak apa-apa kok gue bisa naik bus." Ucap Ana sambil tersenyum.

"Gue pesenin taksi." Ujar Leon.

Ana menggeleng.

"Gak perlu, lagian udah lama gue gak naik bus kangen juga suasananya." Balas Ana meyakinkan Leon.

Ini lah salah satu hal yang membuat Leon menyukai perempuan ini, ia tak seperti kebanyakan perempuan yang memilih untuk naik taksi atau paling mentok ojek online, tapi Ana? Ia justru memilih bus.

"Yaudah gue temenin sampai busnya dateng." Balas Leon kemudian diangguki oleh Ana.

Leon berjalan ke arah halte bus sambil menggandeng tangan Ana yang sesekali menggoyangkannya kedepan dan kebelakang membuat Ana tersenyum melihat tingkah Leon.

Sampai ia bertanya-tanya, sebenarnya Ana ini di anggap apa di dalam hidup Leon? Sudah berapa lama Ana bertahan pada ketidak pastian ini? Ana bahkan sampai lupa dengan status saking sibuknya ia menikmati setiap saat bersama Leon. Sebenarnya Ana bisa saja egois untuk meminta kejelasan pada Leon tapi ia tidak tau apa Leon merasakan hal yang sama dengan dirinya.

Sesampainya di halte Leon benar-benar menemani Ana walau bus yang di tunggu cukup lama datangnya.

"See" Panggil Leon.

Ana menengok

"Em... kita deket udah berapa lama ya?" Tanya Leon to the point.

Ana diam beberapa saat sambil berpikir, apa Leon merasakan hal yang sama? Pikirnya.

"Ya hitung aja dari semester pertama sampai udah mau UKK." Ucapnya

*ulangan kenaikan kelas

Belum sempat Leon membalas, bus sudah datang dan Ana pamit untuk langsung pulang Leon pun hanya mengiyakan saja dan memilih pulang juga.

"Jahat banget ya gue, See? Ngegantung hubungan kita tanpa kepastian selama itu, dan lo sama sekali ga pernah nuntut soal status ke gue." Gumam Leon.