webnovel

SeaLon

"Kalau kamu takdir, maka biarkan aku menjagamu hingga akhir. Tapi jika bukan pun tidak masalah, karena mauku hanya memastikan kamu selalu baik-baik saja." "Karena katamu, cinta yang baik adalah cinta yang mau saling. Saling jaga, saling percaya, saling sabar dan saling lainnya yang bisa membuat kita melangkah kedepan. Dan kamu juga bilang kalau cinta itu beriringan, bukan menuntun atau pun di tuntun. Maka cukup, hanya dengan kalimat itu aku bisa percaya kalau apa pun akhirnya nanti maka itu lah yang terbaik." Berkali-kali di hadapkan dengan jalan yang seperti memaksa mereka untuk berhenti, berhenti saling menggenggam lalu pulang. Tapi itu lah letak magisnya, genggaman mereka justru makin erat sejalan dengan banyaknya jalan bercabang di depan mereka.

ODELAXII · 青春言情
分數不夠
21 Chs

Bakso Panas Atau Hati Yang Panas?

Leon sudah duduk manis di sofa ruang tamu rumah Ana, sejak 30 menit yang lalu Leon sudah menunggunya bukankah ini masih terlalu pagi? Pikir Ana.

Sesekali Lauren mengajak Leon untuk sekedar ngobrol ataupun menggosip tentang Ana. Lauren senang akhirnya Ana bisa dekat dengan laki-laki tanpa merasa takut, karena semenjak kematian Fernan di tambah pula perubahan Alen padanya membuat Ana menjauh dari laki-laki.

"Leon boleh tanya sesuatu tante?" Tanya Leon yang mulutnya sedari tadi sudah gatal ingin bertanya.

"Iya, tanya apa Le?" Balas Lauren lembut.

"Maaf kalau sedikit gak sopan, abangnya Sea gimana sekarang tante?" Ujar Leon penasaran.

Lauren diam bingung harus menjawab apa, setahu Lauren Alen masih tidak bisa menerima kenyataan dan keberadaan Ana bahkan sampai hari ini.

"Tante juga masih belum tau Le, soalnya mereka kan belum pernah ketemu lagi semenjak kejadian waktu itu." Jawab Lauren.

"Maaf tante saya jadi nanya hal pribadi." Ucap Leon merasa tidak enak.

"Gak apa-apa kok, sering-sering main ke sini ya kasian Sea gak ada temannya kalau ada kamu pasti dia ketawa terus, tante senang bisa liat Sea ketawa lagi, Le." Jelas Lauren.

Semoga bener ya, gue bisa bikin lo ketawa terus. Batin Leon.

"Doain Leon aja ya tante, semoga bisa bikin Sea seneng terus."

"Jadi kalian ini pacaran?" Tanya Lauren penasaran.

Leon diam tak bergeming, ia bingung harus menjawab apa ia merasa jahat karena sudah sekian lama menggantung statusnya dengan Ana.

Belum sempat Leon menjawab Ana sudah muncul dan Leon bersyukur atas kemunculan Ana yang membuat Leon tidak harus berbohong pada Lauren tentang hubungannya dengan Ana.

"Ayo berangkat udah rapih nih." Ucap Ana yang baru saja datang.

"Sampai lumutan gini gue nungguin lo." Celetuk Leon.

"Gue lebih lama nungguin lo." Balas Ana spontan.

"Hah?" Tanya Leon pura-pura tidak mendengar padahal ia tahu betul apa maksud perkataan Ana.

"Lo tuh bener-bener ya, makanya kuping jangan di sumpel earphone terus sambil dengerin suara-suara orang lagi mantap-mantap kenapa sih! Jadi bolot kan."  Ujar Ana ngelantur karena kesal dengan Leon, setiap ia memberi kode pasti saja selalu dialihkan.

"Cih sialan kuping gue tuh masih suci, ternodainya karena ngedenger suara toa lo itu." Balas Leon tak mau kalah.

Mereka berdebat sampai melupakan kehadiran Lauren yang sedang geleng-geleng kepala melihat kedua remaja ini bertengkar.

"Jadi berangkat gak kalian?" Tanya Lauren hendak menghentikan perdebatan Leon dan Ana.

"Eh iya jadi lah ma, yaudah Sea berangkat ya ma." Pamit Ana.

"Leon berangkat ya tan, Sea bakal Leon jagain kok, kalau nakal nanti Leon jitak plus maki-maki boleh ya tan? Hehe bercanda." Ujar Leon diselingi cengengesan tidak berdosanya.

"Hati-hati!" Teriak Lauren dari ambang pintu.

Ana dan Leon kompak mengangguk kemudian melesat menuju sekolah.

-○-

Sesampainya di sekolah Leon mengantarkan Ana sampai ke kelasnya tentu di sertai dengan tatapan tidak suka dari para kaum hawa yang tergila-gila pada Leon, tapi ia berusaha mengalihkan perhatian Ana supaya tidak bisa mendengar ucapan pedas dari para penggemarnya.

Sesampainya di kelas Ana sudah mendapat tatapan mematikan dari Feby yang sudah lebih dulu sampai. Kenapa Feby tidak bersama Leon? Jawabannya karena Leon meninggalkannya dan berangkat lebih dulu saat Feby sedang mandi. Dan alasan Leon meninggalkan Feby tentu demi menebus kesalahannya pada Ana waktu itu.

Feby berjalan mendekati Ana dan Leon yang masih berdiri di ambang pintu.

"Jadi ini alesan lo ninggalin gue tadi pagi?" Tanya Feby dengan nada marahnya.

"Apaan sih Feb." Ucap Leon.

"Lo tuh apa-apaan sih! Pasti lo yang nyuruh Leon kan buat jadi ojek lo makanya dia ninggalin gue." Ketus Feby pada Ana sambil menunjuk-nunjuk.

"Lo kalau mau nuduh tanya dulu sama orangnya bener apa enggak, jangan asal nuduh sembarangan. Lo kira lo aja yang punya jari? Nih gue juga punya." Ucap Ana kesal sembari menunjukan jari tengahnya pada Feby, Feby yang melihat itupun tambah naik pitam.

"Ya ampun See lo belajar tengil dari siapa sih?" Tanya Leon sambil tertawa melihat kelakuan gadisnya.

"Dari lo!" Ketus Ana kemudian meninggalkan Leon yang masih terbahak di ambang pintu.

"Apanya yang lucu sih! Gak jelas banget tu anak heran gue." Gumam Ana kesal pada Leon yang menertawakannya.

Sedangkan Feby ia memilih pergi ke toilet karena jengah dengan keakraban Leon dan Ana di depan matanya.

Di toilet pun Feby tak henti-hentinya mengumpat karena kekesalannya pada Ana.

"Sialan! Cewek murahan!" Umpat Feby.

"Bakal gue bikin hidup lo menderita, kita liat sampai kapan lo bisa ketawa-ketawa." Gumamnya sambil tersenyum licik kearah cermin toilet.

-○-

Kantin sudah ramai siswa siswi yang hendak mengisi kekosongan hati eh mengisi kekosongan perut maksudnya.

Ana dan Leta sedari tadi celingak-celinguk mencari meja yang kosong hingga suara Ken menggelegar di seisi penjuru kantin meneriaki nama Leta dan Ana sambil melambaikan tangannya.

Ana dan Leta menghampiri meja Ken yang sudah ada Leon dan Feby di sana.

Melihat itu rasanya cuaca yang sudah panas mendadak tiga kali lipat terasa lebih panas, Feby menggelayut manja di lengan Leon sedangkan Leon sama sekali tidak terlihat keberatan dengan perlakuan Feby.

"Ck, kayak monyet aja." Gumam Ana.

Ken yang mendengar Ana bergumam pun langsung paham apa maksud Ana.

"Woi feb! Belajar jadi monyet ya lo? Ngegelayut aja dari tadi." Celetuk Ken mewakili Ana.

Feby menetap tajam kearah Ken dan Ana, lihat kan? Bahkan Ana tak mengucapkannya tapi tetap di tatap seperti itu.

"Dede manis sama dede cantik duduk sini aja deket babang Ken yang tampan ini." Ucap Ken sambil menepuk-nepuk dadanya bangga.

Ana duduk disebelah kanan sedangkan Leta duduk disebelah kiri Ken.

"Asik berasa punya bini dua gue." Ucap Ken asal.

"Jadi pada mau makan apa nih ibu-ibu sekalian?" Tanya Ken.

"Mie ayam sama es teh manis." Ucap Leta.

"Bakso sama jus jeruk." Ucap Feby.

"Lo yang kaya biasa kan Le?" Tanya Ken pada Leon yang masih diam menatap Ana.

"Ekhem! Tatap-tatapan aja lo bedua kayak lagi di introgasi polisi gara-gara ketauan maling kutang tetangga." Celetuk Ken.

"Bacot! Iya iya gue kayak biasa." Ujar Leon.

"Dede manis mau makan apa?" Tanya Ken

"Gue udah kenyang." Ucap Ana, ya dia sudah kenyang melihat pemandangan di depannya ini membuat tidak nafsu untuk makan.

"Makan dong, pura-pura kuat juga butuh tenaga loh dede manis." Balas Ken menyindir Ana.

Ana merutuki mulut Ken yang benar-benar tidak bisa di rem itu, ingin sekali Ana menjahitnya.

"Gue nitip roti aja!" Balas Ana kesal.

"Oke, di tunggu ya teman-temanku." Ucap Ken kemudian meninggalkan meja makan mereka.

Hening sesaat setelah Ken pergi, keadaannya benar-benar tidak Ana sukai ia jadi tidak bebas untuk berbicara karena ada Feby di sini, Feby seperti tidak membiarkan ada sedikit kesempatan pun untuk Leon berbicara pada Ana. Memangnya salah jika Ana jatuh cinta pada Leon? Feby kan bukan istri atau ibunya Leon jadi untuk apa melarang Ana menyukainya.

"See pulang bareng gue ya." Ucap Leon tiba-tiba.

Belum sempat ana menjawab Feby sudah menyerobot duluan ucapan Ana.

"Lah kok gitu Le? Gue kan mau ke rumah lo masa lo malah nganter dia sih." Ucap Feby kesal sambil menunjuk ke arah Ana.

"Dia punya nama Feb, lagian lo kan bisa pakai taksi atau nanti gue pesenin ojek online aja ya?" Ujar Leon.

"Gak mau! Pokoknya lo harus sama gue titik!" Tegas Feby.

"Kayak anak kecil aja lo." Celetuk Ana.

"Hah?! Bilang apa lo?!" Tanya Feby dengan nada tinggi.

"Lo! Kayak anak kecil."

"Anak kecil yang takut mainannya di ambil!"

"Dan satu hal lagi Leon bukan boneka lo yang bisa lo atur sesuai keinginan lo dia bebas nentuin kemauannya sendiri!" Ujar Ana beruntutan.

Leon diam mendengar perkataan Ana, memang benar Leon ingin menentukan pilihannya sendiri tapi seharusnya Ana tidak sampai membentak Feby, ini tidak benar bahkan selama berteman dengan Feby ia tidak pernah membentak Feby semenusuk itu.

"Lo cuma bisa ng-" ucapan Ana terhenti.

"Stop See!" Bentak Feon dengan wajah datar.

Ana diam, ini pertama kalinya Leon memebentak Ana. Apa Leon membela Feby? Atau memang ucapannya yang keterlaluan? Ah sepertinya tidak.

"Lo gak perlu sampai bentak-bentak Feby!" Tegas Leon.

"Terus lo pikir lo juga berhak bentak gue? Kenapa? Kata-kata gue ada yang salah? Bagian mana yang salah? Kasih tau gue. Bukannya lo juga ngerasa Feby ngejadiin lo kayak mainannya?" Ucap Ana memberanikan diri.

"Apapun yang ada di pikiran Feby lo gak berhak buat mojokin dia!" Bentak Leon.

Ana tertawa hambar mendengar ucapan Leon.

"Sekarang gue tanya, siapa yang mojokin siapa di sini?" Tanya Ana kemudian melenggang pergi meninggalkan kantin yang diikuti oleh Leta.

Ken datang dengan raut wajah bingung melihat wajah Leon yang sudah merah seperti habis menahan amarah.

"Kenapa lo?" Tanya Ken.

"Lo tanya aja sama dede manis lo itu!" Balas Leon kemudian pergi, Feby yang melihat itupun ternyum licik dan Ken dapat dengan jelas melihatnya.

Ken sepertinya bisa sedikit mengerti ini pasti ulah si medusa itu, pikirnya.

Feby yang masih mengikuti langkah Leon tersenyum puas dalam hatinya padahal ini di luar dari rencanya tapi biarlah jika bisa menjauhkan Leon dari ana.

Ini baru permulaan seanna. Batin Feby