"Aku menyetujuinya," kata Ravi pada akhirnya setelah dia di tekan begitu sering dengan rentetan kalimat-kalimat dari Adrian.
Pria sombong itu menatap Ravi sekarang dengan pandangan merendahkannya seperti biasa. Ravi sungguh benar-benar ingin melayangkan tinjunya pada kepala berambut silver itu atau menendang tubuhnya sekuat yang mampu Ravi kerahkan. Dia membencinya.
Tidak tahu apa kesalahan Ravi di masa lalu hingga dia bisa terserert dalam masalah dari seseorang seperti Adrian ini, sepanjang yang Ravi ingat, dia tidak pernah bertemu dengan Adrian lantas, tiba-tiba pria ini datang dan menuntut balas dendam kepadanya.
"Kamu bisa mengatakan itu sejak awal."
"Ini terpaksa. Aku tidak akan pernah melakukan kegiatan menjijikan ini dengan kamu!" Ravi mendorong dada Adrian menjauh ketika pria itu semakin dekat dengannya. Bau mint yang menusuk dari Adrian membuat pernapasan Ravi tiba-tiba terasa sesak.
Sebuah dengusan lagi-lagi datang dari Adrian. Mata pria itu menajam seketika Ravi tersentak saat sebuah tangan besar mencengkeram lengannya kuat. "Sebaiknya tutup mulutmu."
Ravi menghentak tangannya untuk meloloskan diri dari genggaman tangan Adrian, tetapi pria itu telah memegang tangan Ravi lebih erat dari sebelumnya. "Lepaskan aku!"
"Tutup matamu," ucap Adrian dalam.
"Aku tidak mau."
Gengaman tangan pada Adrian semakin mengerat hingga kuku pria itu menancap di kulitnya. "Aku mengatakan tutup matamu! Jangan membuatku marah."
Ravi terpaksa menutup matanya hingga dia merasakan sayap itu melingkupinya. Hanya beberapa menit dia kembali tersentak membuka matanya lebar tatkala Adrian mendorongnya keras hingga Ravi terjatuh dan punggungnya menghantam sesuatu yang empuk di belakangnya. Ravi terperangah ketika dia menyadari bahwa dirinya tidak lagi berada di sebuah kamar terbengkalai itu, tetapi mereka sudah berada di kamar besar bergaya kuno. Bagaimana bisa mereka berpindah begitu cepat?
"Di mana aku?" tanya Ravi pada Adrian yang bergerak semakin dekat ke arahnya, Ravi bergerak mundur dari posisinya yang hampir terlentang di sebuah kasur dengan sikunya.
"Baik kita mulai." Ravi menjadi lebih panik dari sebelumnya saat Adrian melepas bajunya di hadapan Ravi dan melemparkan begitu saja. Mata silver Adrian mengarah ke arahnya dari atas ke bawah hingga membuat Ravi seolah ditelanjangi detik ini juga. "Kamu sudah menyetujuinya. Mengikari janji?"
Ravi menyadarinya bahwa dia menyetujuinya sejak awal dan seharusnya dia tidak menolak ini. dia menggigit bibirnya kuat sambil menatap mata Adrian menahan amarah yang meledak-ledak dengan pria itu. Namun, tetap saja dia tidak akan semudah itu menyerahkan dirinya pada cengkeraman Adrian begitu saja.
Sebelah kaki Ravi otomatis telah berada di atas perut Adrian ketika pria itu makin mendekat padanya. Ravi kemudian bertanya dengan tidak sabar. "Apa yang sebenarnya ingin kamu lakukan?"
Suara mengejek dari Adrian membuat Ravi bergidik mendengarnya. "Manusia memang bodoh."
Kedua kaki Ravi justru ditarik tiba-tiba hingga sekarang tersampir di kedua bahu Adrian. Ravi hendak menariknya, tetapi Adrian justru menahannya sambil menatap Ravi dengan sebuah seringaian di wajah itu. Adrian dengan mudah menarik celana Ravi hingga dia merasakan hawa dingin langsung menyelimutinya.
Ravi secara otomatis menutupi miliknya dengan kedua tangan karena malu luar biasa di lihat oleh orang seperti Adrian. "Jangan melihatnya, lihat ke arah lain!"
Ravi tanpa sadar memejamkan matanya saat Adrian membuka kaki Ravi lebar dan menyingkirkan tangannya. "Terlalu kecil dengan tanganku."
Ravi masih memejamkan matanya, tetapi dia memberontak menjauhkan tangan Adrian dari miliknya. "Mulutmu hanya bisa menghina?"
"Bagaimana dengan mulutmu?" Ravi membuka matanya lebar ketika Adrian menarik Ravi untuk bangkit berdiri dengan lututnya dan wajah Ravi langsung ditekan pada pangkal paha milik Adrian. "Mulutmu diciptakan untuk ini, kan?"
"Lepas! Apa yang ingin kamu lakukan? Perjanjiannya bukan seperti ini, kan?" Ravi makin panik serta cemas, tatkala Adrian justru dengan santai membuka celananya tepat di depan wajah Ravi yang terasa sangat panas. Lututnya mendidih karena marah yang sejak tadi dia tahan.
Namun, bukan sebuah jawaban yang Ravi dapatkan justru mulutnya di buka dan benda keras itu dipaksa masuk ke dalam mulutnya. Dia tersendat tatkala Adrian mendorong kepalanya, dia harus melakukan kegiatan menjijikan ini. Hingga pada akhirnya Adrian menarik miliknya hingga sesuatu keluar mengotori wajah Ravi.
"Sialan." Ravi mendorong Adrian menjauhinya. Dia cepat-cepat menghapus cairan itu dari wajahnya. "Apa-apaan barusan?"
Adrian menekannya hingga dia dalam posisi menunduk bertumpu dengan kedua tangan dan juga kakinya. Punggungnya menghadap Adrian, tetapi pinggul Ravi yang naik membuatnya ingin tenggelam di dasar lautan karena penghinaan ini.
Ravi terkejut ketika benda yang baru saja dari mulutnya itu sekarang telah menempel di belakang Ravi membelah lipatannya. "Aku tidak ingin melakukan ini!"
Ravi ingin membatalkan kebodohannya, jika saja waktu dapat diputar ulang. Sebuah napas hangat berhembus tepat di sebelah telinga Ravi dengan suara berat dari Adrian selanjutnya yang berbicara padanya. "Aku akan menghancurkanmu hingga hanya meninggalkan lubang menganga yang tidak ada siapapun menginginkannya."
Semua terasa berlangsung cepat bagi Ravi, tangan Adrian yang besar menempel di sana sini hingga Ravi mengira sidik jarinya melekat pada tubuh Ravi.
Mendorong Ravi terlentang, berdiri hingga sekarang wajahnya telah menekan kasur saat lagi-lagi Adrian mendorong masuk miliknya ke dalam Ravi dengan kasar dan bergerak seperti kesetanan. Ravi bahkan tidak tahu sudah berapa banyak ini dan berapa waktu yang telah dia habiskan di sini untuk melakukannya dengan Adrian.
"Hentikan ini, aku lelah," ucap Ravi terengah-engah menutup bagian belakangnya yang sudah sangat basah dengan tangannya agar Adrian tidak bisa menjangkaunya lagi.
"Bagaimana bisa? Ini bahkan baru dimulai."
Ravi tidak bisa berkata-kata lagi ketika Adrian menarik dirinya untuk bangkit duduk di pangkuan menghadapnya. Tangan itu mencengkeram pinggang Ravi terlalu erat, lalu sekali lagi Adrian dengan mudah mengangkat Ravi hingga membuat perutnya terasa penuh. Mata silver itu berkabut dengan napsu yang tidak pernah Ravi sangka ada berada di sana, sebuah jilatan berada di dadanya datang tiba-tiba membuatnya bergidik hingga tanpa sadar melengkungkan punggung dan makin mendekat pada Adrian yang tidak dia harapkan sama sekali sentuhannya.
"Hentikan! Sialan!" Ravi tidak tahan lagi dengan perlakuan yang Adrian berikan padanya hingga dengan sekali hentakan dirinya melepaskan dari pelukan Adrian yang saat ini tengah mengigit pangkal lehernya.
Ravi berdiri dengan napas tersendat, tidak peduli lagi seberapa hancur penampilannya sekarang. "Sudah cukup, ini semua. Aku tidak tahan lagi."
"Untuk menghisapku?" tanya Adrian datar. Ravi menggenggam erat di masing-masing sisi tubuhnya dengan kebencian yang telah dia tahan sejak tadi.
"Tutup mulutmu! Aku tidak akan pernah melakukan hal ini lagi denganmu. Semua telah berakhir." Ravi turun dari kasur, memungut semua pakaian miliknya dan cepat-cepat mengenakannya di bawah pandangan dari Adrian yang seolah melubangi punggungnya.
Tangan Ravi ditarik oleh Adrian dan pria itu langsung memberikan beberapa lembar yang Ravi ketahui adalah uang untuk masuk ke dalam genggaman tangannya. "Ini bayaranmu, pelayanan sangat buruk. Apakah aku salah memilih hingga dapat pelacur murahan sepertimu."
***
"Apakah Ravi bertemu dengan Adrian lagi?"
Ravi tidak menjawab, tetapi jantungnya berdetak kencang tanpa dia inginkan akan menjadi seperti ini. Dia memilih untuk tidak menjawabnya dan kembali untuk memejamkan matanya.
Pertanyaan Raymond selanjutnya membuat Ravi bergidik dengan nadanya yang digunakan semakin memberat dan apakah ada amarah di sana?
"Apakah dia melakukan sesuatu pada Ravi?"
Semakin Ravi mengabaikan, tubuhnya makin bergetar di dalam selimut. Ravi menolak keras perasaan takut juga cemas yang mulai menyusup melingkupi sekujur tubuhnya, dia tidak akan membiarkan semua emosi ini mempengaruhi dirinya sedemikian rupa.
Dia terkejut saat Raymond telah naik ke atas kasur dan membalik Ravi menghadapnya, wajah itu menatapnya dengan ekspresi lain belum pernah Ravi lihat selama ini, tetapi hal itu justru menyebabkan sekujur tubuhnya makin bergetar dan terasa dingin di seluruh telapak tangannya.
"Bukannya kamu tidak peduli? Mengapa sekarang kamu menanyakannya?"