webnovel

Hancurnya Kerajaan Demit

"Sekarang Buka matamu, wahai pemuda."

Pelan-pelan aku membuka mata. Aku bisa melihat kembali! Aku melayangkan pandang ke sekitar. Ini kan Goa tempat aku di culik sama wewe gombel dulu. Goa yang tidak sembarang goa, Sangat besar dan luas. bernuansa merah dengan ornamen-ornamen seperti kerajaan zaman dahulu dengan lantai marmer tapi atapnya masih ada bebatuan-bebatuan yang menggantung.

Kini semua terlihat sangat jelas . Mahluk-mahluk dengan wujud yang tidak lazim, campuran antara hewan dan manusia memenuhi seisi goa. Sosok nenek yang menolongku tadi adalah perwujudan dari manusia setengah ular yang sangat besar. Aku bergidik ngeri. Sementara ratusan wewe gombel tampak mengerumuni Singasana seorang ratu. Dia adalah wanita yang pernah aku lihat bersetubuh dengan Pak Wiryo.

Di tengah-tengahnya terdapat kumpulan manusia yang dipekerjakan. Ada pula yang disiksa. Mereka teriak kesakitan. Di antaranya ada sosok Soleh yang kondisinya memprihatinkan. Kurus sekali sampai menampakan tulang-tulangnya.

"Mendekatlah wahai pemuda. Mari kita berpesta."

Seperti terhipnotis aku berjalan perlahan mendekatinya, sorak sorai mahluk menggema di goa itu. Sementara sang Ratu sudah menunggu di sebuah meja besar berbentuk persegi panjang dengan taplak merah dan rumbai emas menghiasinya. Soleh yang melihatku mengibas-ibaskan tangannya sebagai isyarat untuk kabur tetapi Aku terus berjalan ke meja itu, seolah tidak bisa mengendalikan diriku sendiri.

Meja itu sudah dipenuhi hidangan yang sangat lezat, bahkan hidangan di kapal pesiar tidak ada apa-apanya. Aku pun duduk setelah mahluk setengah harimau menyeret kursiku kebelakang dan memberi isyarat untuk duduk. Acara makan malam tetapi dilihat oleh ribuan pasang mata yang seakan mereka menyaksikan sebuah persembahan.

"Kamu pasti haus, ayo minum dulu." Titah Sang Ratu dengan sorot mata yang mengintimidasi. Dengan tangan gemetar, aku meraih segelas air minum yang seperti anggur merah dan bersiap meminumnya. Mata Sang Ratu berbinar ketika gelas itu mendekati mulutku. Aku menutup mata saat akan menegaknya.

Byur

Tiba-tiba gelas itu melayang. Ada sosok merpati putih yang merebut gelas itu dan membawanya ke arah Sang Ratu. Minuman merah sontak menyirami wajahnya sampai dia gelagapan. Merpati itu kemudian berubah menjadi kakek bersorban putih.

Sosok sang Ratu yang semula cantik jelita berubah menjadi sosok yang menyeramkan. Tubuhnya membesar. Buah dada yang menggelantung. Telinganya melebar dan meruncing. Wajahnya menua. Ini adalah perwujudan ratu penguasa gunung itu sesungguhnya.

"Dasar bedebah! Kenapa kamu ikut campur! Ini bukan urusanmu Kakek tua!" tandas Sang Ratu. Dia berkata seperti itu seolah tidak sadar diri bahwa dirinya juga tua, menyeramkan lagi.

"Selama itu berkaitan dengan anak ini! aku akan ikut campur!"

Mahluk seisi goa juga tampak geram dengan kehadiran Kakek tua itu yang menganggu pesta mereka Namun dia tak gentar. Perlahan tubuhnya mengeluarkan cahaya putih yang sangat terang. Para demit yang tidak tahan dengan kilauan cahaya itu berteriak ketakutan.

"Hahaha.. Kau pikir kau cukup kuat melawanku Hah! Aku adalah penguasa gunung ini! pemimpin dari ribuan lelembut! Jika kekuatan kami disatukan tidak satupun kekuatan yang bisa mengalahkan kami!" Sang Ratu membuka tangannya. Sebuah lingkaran merah kecil perlahan membesar dan terus membesar. Garis –garis hitam berasal dari ribuan demit melayang melebur menjadi satu dengan lingkaran itu hingga membentuk bola yang besar, yang sesekali tampak seperti sambaran petir di sekelilingnya. Kekuatan yang begitu besar hingga membuat gempa kecil dan hembusan angin yang sangat kuat. Perabotan-perabotan di kerajaan itu berserakan dibuatnya.

"Sekarang rasakan ini kakek tua!" seketika bola raksaksa itu terlempar ke sosok putih kakek. Awalnya kakek yang bisa menghalau serangan Sang Ratu, tetapi kekuatan Demit itu yang begitu besar. Kakek akhirnya terpental ke tanah dan tidak sadarkan diri.

"Hahahahaha... Mampus kamu kakek tua! Sekarang tidak ada yang bisa menghalangiku untuk menumbalkanmu wahai Pemuda! Darahmu akan membuatku cantik selamanya. kekuatan akan menjadi berkali-kali lipat, sehingga siapapun tidak akan bisa menandingiku!" Sang Ratu tergelak penuh kemenangan, disambut riuh bangsa lelembut penghuni gunung.

"Kakek, bangun kek." Aku bergegas menghampiri tubuh yang yang terkapar tidak perdaya. Sosok itu yang tidak bisa tersentuh olehku, jadi bagaimana aku bisa menyadarkannya. Histeris aku memanggilnya, penuh dengan frustasi.

"Sudahlah Pemuda, Riwayatmu berakhir sampai disini. Jadi terimalah takdirmu itu.. hahaha."

Aku bangkit. Dengan langkah yang penuh kepasrahan, aku berjalan mendekati Sang Ratu iblis itu. Tidak ada gunanya lagi melawan, aku tidak akan mampu. Terbersit dibenakku, alangkah sakitnya sakaratul maut. Jika aku menjadi tumbal, apakah nyawaku akan diambil oleh malaikat maut ataukah Iblis ini? entahlah

"Hahahaha... ayo kemari manusia lemah. Bersatulah denganku."

Aku mempercepat jalan sampai tepat di depan Sang Ratu. Aku memejamkan mata, apakah aku akan mampu melalui kematian yang seperti ini? rasa sakit yang luar biasa seumur hidup. Terbayang orang-orang yang aku sayangi. Maaf, aku tidak bisa pamit, aku akan segera menyusul Ayah. Aku teringat ketika Ayah dimasukan diliang lahat, Pak Modin mengadzaninya sebelum jasadnya dikubur sesuai dengan syariat agama, aku pun melakukan hal yang sama sebelum akhir hayatku ini, melantunkan adzan di dalam hati.

Tangan yang besar dipenuhi kuku yang panjang mencengkeram tubuhku, tetapi anehnya tangan itu terhempas begitu saja seolah kepanasan.

"ARGHHHHH.. AHHH.. Kenapa kamu panas sekali?"

Kini bibirku yang melantunkan adzan dengan lantang dan khusyuk.

"ARGHHHH... Jangan! Panas- panas!"

Sang Ratu beringsut mundur menjauhiku. Seketika terjadi gempa yang dasyat sehingga membuat goa itu bergetar hebat. Bangsa lelembut berhamburan ketakutan beserta sukma orang-orang yang di tumbalkan.

"Hentikan! KAU MEMBUATKU TERBAKAR! ARGGGHHH SAKIT!" Sang Ratu meraung-raung kesakitan tetapi karena masih fokus untuk melanjutkan Adzan, aku menghiraukannya.

Setelah menyelesaikan adzan, aku membuka mata. Ternyata goa itu sudah luluh lantak. Sosok Sang Ratu berteriak kesetanan karena separuh tubuhnya yang terbakar. Aku baru merasaka tanah di sekitarku bergetar. Bebatuan yang mengantung di langit-langit berjatuhan. Tiba-tiba Soleh tergopoh-gopoh ke arahku.

"Rafa, ayo kita keluar dari sini!"

"Bagaimana caranya tidak ada pintu keluar disini?"

"Kamu hafal ayat kursi?"

Aku mengangguk. Tentu saja aku hafal ayat itu diluar kepala. Aku menengadahkan tangan, Soleh mengikutiku. Kami berdoa meminta pertolongan kepada Sang Maha Pencipta, setelah membaca Ayat kursi

"Rafa, ada cahaya putih disana ! itu pasti jalan keluar! " seru Soleh sembari mengandeng tanganku untuk berlari menuju cahaya itu. Sementara suasana Goa itu semakin genting, jika tidak cepat-cepat keluar bisa-bisa tertimbun oleh bebatuan.

Tubuh kami terjatuh di tanah yang penuhi rerumputan, di tengah kegelapan hutan.

"Rafa, kita selamat!" pekik Soleh memegang pundaku dengan gembira. Kami langsung melakukan sujud syukur sebanyak tiga kali.

"Alhamdulillah." Ujar kami berkali-kali.

***

"Di bawah sana sudah tampak lampu-lampu perkotaan, kita tinggal mengikuti jalan setapak ini, supaya bisa cepat keluar dari hutan ini!"

Aku masih bengong. Peristiwa itu singkat dan sangat berbekas sekali dalam ingatan.

"Woi Rafa! Ayo jalan, jangan berlama-lama disini! Kamu mau apa lelembut itu menangkap kita lagi."

"Aku masih memikirkan sosok kakek bersorban putih itu Dul, dia 'kan masih disana."

"Aduh Di, sudah jangan dipikirkan! Keselamatan kita lebih penting. Ayo kita pergi sekarang!" Ujarnya sembari menarik paksa tanganku, menembus kegelapan malam.