Semalaman suntuk Irene berusaha mengerjakan semua tumpukan yang ada di depan nya, menyelesaiakan semua nya tanpa tersisa. Ia harus mengerjakan nya.. bukan karena takut akan akibat dan ancaman dari Edlert.., namun ia ingin membalas mereka semua dengan cara yang sangat elegan, ia bisa saja menyuruh pelayan di rumah nya, atau beberapa orang untuk menulis pekerjaan tersebut dengan uang yang ia miliki, namun ia memilih untuk menyelesaikan nya sendiri.
"AH...…..selesai juga" Irene merengangkan tubuh nya dari tempat duduk nya, mengerakan badan nya ke kiri dan ke kanan, ia menatap jam yang terlilit di tangan nya, jam itu menunjukan pukul 6.30 pagi, ia mulai merasakan lapar yang luar biasa dari perut nya dan memutuskan untuk meninggalkan ruangan tersebut untuk mencari sesuatu yang dapat menganjal cacing di dalam perut nya.
Langkah kaki Irene terhenti ketika melihat sebuah kelas dengan lampu yang masih menyala, ia mendekatkan langkah kaki nya kekelas itu dan menatap dari luar jendela, terlihat sosok lelaki yang sedang mengerjakan sesuatu dengan tumpukan buku yang tinggi di depan nya.. dan bisa di tebak .. apa isi buku yang ia kerjakan. Irene mengeleng kepala nya tidak percaya dan melangkah masuk keruangan itu
" Hei kakak kelas.." Sapa Irene
" Ire…ne…..," lelaki itu menatap Irene dengan nanar.. tangan nya gemetaran, mata nya memerah, bekas kerutan alis nya terlihat sangat jelas,ia juga telah berjuang untuk mengerjakan semua tugas tersebut, bukan untuk membalas dendam.. tapi lebih memilih takut dengan akibat yang akan terjadi kepada nya
" Lihat lah… gara-gara diri mu…" lelaki itu menunjuk kearah tumpukan buku
" Ah.. sial.., maafkan aku kak..aku akan berusaha agar ini tidak terjadi lagi kepada kita.., siapa lagi anak beasiswa selain diri mu?"
" Irene.. hentikan itu…, seberapapun kau berusaha itu tidak mengubah apapun.. kita tidak bisa melawan mereka"
" Kenapa tidak bisa? Kakak ingin terus begini? Di siksa oleh mereka tanpa perlawanan? "
" Kau masih anak baru yang tidak tahu apapun.., penderitaan ku masih belum apa-apa di bandingkan dengan kak Violin.. , ia yang terlama di sekolah ini…, jika memang tidak memungkin kan lagi.. hal paling buruk hanya melepas beasiswa ini"
" Tidak.. tidak boleh.. , itu adalah hal yang paling di ingin kan mereka. kita harus bersatu… , tujuan kita hanya satu.. lulus dari sekolah ini.., serahkan pada ku… aku akan membuat pelajaran untuk mereka" Irene berbicara dengan percaya diri
" Hentikan itu Irene" Terdengar suara dari balik pintu, seorang wanita yang sangat kecil dan terlihat pucat
" Kak Violin?" Kakak kelas laki-laki itu menjawab
Mata nya memerah, tubuh nya terlihat kecil , pucat, raut muka nya sangat lelah tak bertenaga, pancaran mata nya redup , tidak ada tanda-tanda kehidupan yang terlihat dari tubuh mungil itu.., ia terlihat seperti zombie yang hanya menjalani hidup.
" Hentikan itu .., aku dan Kriss adalah contoh nya.. , mereka akan lebih senang jika kau melawan mereka"
" Percayalah pada ku.. mereka lebih suka orang-orang yang mematuhi perintah.., aku tidak akan menyusahkan kakak berdua. Tujuan kita bertiga sama.. yaitu lulus dari sekolah ini.. karena itu kita harus menyatukan kekuatan kita , saling mendukung dan menolong satu sama lain.. dengan begitu kita akan lebih kuat"
" Apa yang akan kau lakukan Irene?"
" Kita lihat saja nanti kak" Irene tersenyum dengan sangat lebar sambil membayangkan yang akan terjadi nanti
Senyuman Irene terlalu menyilaukan untuk mereka berdua, sudah sangat lama mereka berdua tidak merasakan bagaimana cara nya terseyum selebar itu.., semenjak mereka menginjak kan kaki di sekolah ini, hanya dia.. satu-satu nya anak beasiswa yang dapat tersenyum selebar itu tanpa beban.
Sekolah perlahan-lahan mulai di penuhi oleh para siswa-siswi yang berhilir mudik menuju ke kelas mereka masing-masing di penuhi oleh canda dan gossip, Irene berjalan dengan kereta barang , ia mendorong kereta dorong tersebut dengan Kriss dan Violin, kereta tersebut terdapat buku-buku yang telah tertumpuk rapi.. dengan percaya diri mereka menuju ke kelas Edlert.
" Hei kau…." Irene menunjuk Edlert dengan jari telunjuk nya, yang membuat semua orang tercengang , seberapa berani nya anak ini? dia tidak tahu siapa itu Edlert?
" Ah… anak beasiswa itu.., aku kira kau sudah lari ketakutan dari sekolah ini.., aku baru saja mau mendatangi mu.. untuk mengambil tugas ku"
" Tidak perlu repot-repot mencari ku…, aku yang akan mencari mu"
Griss segera berlarian ke kelas Edlert begitu mendengar jika anak itu mendatangi kelas tersebut. Ya… sebenar nya apa yang ku lakukan? anak itu selalu saja membuat masalah.. , aku merasa ia memperpendek umur ku setiap kali ia mulai membuat masalah.., kenapa aku malah menjerumuskan diri ku dengan memasang taruhan bodoh itu? Menarik? Aku akan mengira dia akan menarik? Sama sekali tidak.., dia hanya membuat jantung ku hampir copot dari tempat nya.
" Kau sudah menyelesaikan nya? Aku akan memeriksa semua nya.. jika saja ada yang terlewat satu buku pun.. maka kau akan.." Belum selesai Edlert berbicara.. Irene langsung memotong nya
"Dengan kepintaran yang kami miliki… hal seperti ini bukan masalah besar untuk kami kerjakan.. terlalu cepat untuk kami selesaikan.., ah.., sebelum kami mengembalikan buku kalian semua.. kalian harus membayar kami terlebih dahulu" Irene menadakan tangan nya
" Bayar? Bukan kah kau sendiri yang bilang jika ingin mengunakan kalian.. gunakan otak kalian?" Edlert menaikan sebelah alis nya sambil menatap Irene
" Irene…!!!!" Terdengar suara dari depan pintu.. terdengar tarikan nafas beberapa kali dari suara tersebut, Griss berhenti tepat di depan pintu, ia menarik nafas beberapa kali karena kelelahan berlari, ia berjalan menuju kearah Irene dan menarik tangan nya " Ayo pergi!!!"
" lepaskan tangan ku" Irene menghempaskan tangan Griss, mereka saling menatap satu sama lain.
" Jangan cari masalah.. dan dengarkan aku " tegas Griss, nada suara nya menaik satu oktaf dari nada bicara biasa
" Bukan urusan mu…" Irene mengabaikan Griss yang berdiri di samping nya, dan ia menatap Edlert kembali.. " Memang benar aku berbicara demikian.. otak kami mungkin gratis.. tapi tenaga kami tidak gratis…, tangan ini menyalin semua yang ada di otak.., mata kami terbuka semalaman untuk mengerjakan nya, hm… perut kami kelaparan .. dan saat lapar otak kami tidak bisa berpikir, sesekali kami juga merasakan haus saat mengerjakan nya.. jadi kalau di hitung-hitung perorang harus membayar tiga ratus dollar.., seharus nya itu tidak memberatkan untuk orang kaya seperti kalian.. dan lagi bisa di pastikan nilai kalian memuaskan"
" Kau sudah gila…, kalian mau memeras kami?" Teriak salah satu murid di kelas itu
" Tidak masalah kalau kalian tidak ingin membayar nya.., hanya saja.. kami akan merobek hasil kerja keras semalaman itu.. dan mengembalikan kepada kalian. Tidak ada rugi nya untuk kami… , nah.. untuk mempersingkat waktu.. kita mulai saja sekarang" Irene mengambil salah satu buku dan menyebutkan nama nya.. untuk menerima uang dan mengembalikan buku tersebut
" Dan untuk diri mu…" Irene berjalan mendekati Edlert yang hanya tersenyum melihat kelakuan Irene.., Griss mengawasi gerak-gerik Edlert..ia merasa terganggu dengan senyuman itu. Kenapa ia tersenyum seperti itu ? apa yang ia pikirkan? Griss mengikuti Irene menuju Edlert
" Gratis untuk diri mu.. anggap saja itu tanda terimakasih kami karena sudah membuat kami mendapat banyak ke untungan" Irene menyerahkan buku tersebut di hadapan Edlert, ia berusaha untuk tidak terlihat gentar sama sekali, dan ia juga berusaha untuk menahan tangan nya dari gemetar tangan nya. Mata mereka berdua tertuju kepada buku tersebut, sedangkan Griss hanya tertujuh kepada mereka berdua, menatap mereka berdua yang melihat kearah buku, terlihat buku itu terlihat sedikit bergetar , membuat Edlert tersenyum .. ia berpikir ada nya rasa takut di balik getaran tersebut.
Griss yang menatap Edlert tersenyum, langsung mengambil buku tersebut dari Irene dan memberikan nya kepada Edlert, entah bagiamana.. diri nya selalu merasa khawatir dan cemas ketika melihat Edlert tersenyum.. pertanda buruk pikir nya.
Edlert mengambil buku yang di berikan Griss, Griss berusaha menutupi Irene dari pandangan Edlert, ia menghalang Irene dengan berdiri di depan nya. Setelah mengambil buku itu dari Griss.. Edlert langsung menarik tangan Irene. Griss menatap tangan lelaki itu yang menyentuh tangan Irene. Dengan cepat Griss mengenggam lengan Edlert yang menarik Irene, mereka bertiga saling menatap satu sama lain
" Ah.. Griss.. anak laki-laki Denys " Jawab Edlert
" Ya.. itu aku…" Griss menjawab nya dengan kewaspadaa
" Dan siapa nama mu… anak beasiswa?" Edlert menarik tangan Irene untuk mendekat kearah nya
" Maaf aku ada urusan dengan anak ini.. seperti nya urusan mu dengan anak ini sudah selesai" Griss melepaskan genggaman tangan Edlert dari Irene dengan kedua tangan nya.. dan menarik Irene pergi, ketegangan terlihat di antara mereka berdua, pria terkaya no 3 dan lima di sekolaht tersebut.
" Ya… kau sudah gila.. kau tahu siapa itu Edlert?" Griss berhenti di tempat sepi dan menghepas kan tangan Irene sambil menatap nya
" Memang siapa diri nya?" Irene terlihat meringgis ketika Griss menghepaskan tangan nya. Sakit… tangan ini terasa sangat sakit.., kenapa muka lelaki ini menjadi begitu serius? Sebenar nya apa yang terjadi dengan mereka berdua hingga ia memasang wajah seperti itu?
" Kau berurusan dengan nya… dan kau sama sekali tidak tahu diri nya…, luar biasa" Griss mengelengkan kepala nya tidak percaya
" Sama banjingan nya dengan diri mu?" Irene mengosok pergelang tangan nya yang mulai terasa sangat sakit karena semalaman mengerjakan tugas itu tanpa henti.
" Aku bajingan? Ya.. Edlert terlahir dari keluarga mafia.., dan juga bisnis gelap.., bahkan orang kaya di sini semua menghindari diri nya.. jika tidak ingin berurusan dengan keluarga nya.., dia bisa berada di sini karena kekayaan keluarga nya.. bahkan pemilik sekolah tidak berani untuk menolak kehadiran nya. Mereka banyak terlibat dalam organisasi terlarang.. kau bisa jadi korban nya… bahkan hilang tanpa jejak…"
Pantas saja aura anak itu sangat dingin dan menusuk.., ternyata dia terlahir dari keluarga seperti itu.. melihat nya tersenyum saja membuat jantung ku terasa tertusuk pisau. Griss menatap tangan Irene yang terus mengosok pergelangan tangan nya..
Griss menarik tangan kedua tangan Irene " kenapa? Ia melukai tangan mu?" Tanya Griss sambil memeriksa tangan Irene yang memerah dan gemetar kuat saat ia menyentuh nya
Irene ikut melihat tangan nya sendiri yang gemetar hebat karena di paksa untuk terus menulis semalaman, tangan nya memerah dan lecet, getaran tangan nya tidak dapat ia hentikan setiap kali ia membuka telapak tangan nya.
Griss menggosok telapak tangan Irene dengan kedua tangan nya, ekspresi wajah nya melembut " apakah sakit? Kau mengerjakan nya semalaman? Kau lapar?" tangan nya yang terasa halus waktu itu.. berubah menjadi kasar dan kulit nya mengelupas
" Setimpal dengan apa yang ku dapatkan" Irene mengeluarkan uang yang ia dapat dari saku baju nya, wajah nya di penuhi dengan senyum kemenangan " dan juga mempermalukan mereka.. "
" Apa yang kau cari.. uang? Kau bahkan lebih kaya dari pada mereka.. dan kau masih mencari uang dengan cara ini"
" Yang kaya bukan diri ku.. tapi orang tua ku.., sedangkan aku tidak.., aku bisa mendapatkan banyak uang di sini"
KRUYUUKKKKKKKK...
Suara perut Irene terdengar dengan sangat kuat, cacing-cacing di perut nya telah mulai meronta dengan sangat kuat. Seharus nya tadi pagi ia memang berencana membeli makanan.. tapi ia melupakan nya. Mereka berdua saling menatap ketika mendengar suara tersebut dan tertawa mendengar nya..
" Ayo kita ke kantin… aku yang traktir" kata Irene
" Aku tidak akan menerima uang dari wanita.." seorang laki-laki harus mempunyai harga diri
Makanan tersaji di depan mereka berdua, meja mereka penuh dengan berbagai macam makanan.. terlalu banyak untuk porsi dua orang. Aroma nya sudah menyebar kemana-mana membuat Irene menelan air liur nya. Melihat reaksi Irene.. Griss menyingungkan senyuman..
" Wah… aku baru kali ini merasa makanan di kantin benar-benar luar biasa" Irene mengambil sendok nya , ia menyedok kan makanan itu dengan tangan yang gemetar kuat, dan sendok itu terjatuh dari tangan nya
" Kau tidak apa-apa?" Tanya Griss, menarik tangan Irene dan memeriksa tangan nya
" tidak apa-apa…, hanya gemetar karena seharian mengerjakan tugas. Itu biasa " Irene kembali menarik tangan nya, dan mengambil sendok dengan kedua tangan nya.., ia menyedok kan makanan nya dengan kedua tangan nya
" wah… benar-benar enak.., kenapa kau tidak makan?" Irene menatap Griss yang hanya menatap nya dalam diam
" Seperti nya makanan mu lebih terlihat lezat" Senyum Griss.., kenapa wanita ini harus bersusah payah untuk mendapatkan uang? Jika keluarga nya bahkan mampu membelikan sebuah mobil mewah? Anak tunggal dari keluarga yang sangat kaya? Apa yang ia pikirkan? Kekayaan itu juga akan tetap jatuh ketangan nya..
" kau sangat beruntung Griss.., karena biasa nya aku tidak akan mengeluarkan uang ku untuk mentraktir orang seperti diri mu"
" Irene.. jangan mencari masalah dengan Edlert… kau harus menjauhi nya.. , aku bahkan tidak dapat melindungi mu.."
" aku tidak meminta perlindungan dari mu…, aku bisa melindungi diri ku sendiri.. lebih baik daripada diri mu yang melindungi diri mu sendiri"
" Aku sudah berjanji pada papa mu untuk melindungi mu.. dan juga.. kau adalah keberuntungan ku untuk mengalahkan Tora.., kau dengar kata ku?"
Berat sekali.. , kenapa mata ini sangat berat.., aku terlalu mengantuk.. mungkin dengan memejamkan sebentar dapat menghilangkan rasa kantuk ini. apa yang di bicarakan laki-laki ini? aku tidak mendengar nya.. tapi mulut nya terus bergerak membicarakan sesuatu.., pandangan mata ini perlahan mulai kabur..dan gelap..
Tidak ada jawaban dari Irene sama sekali, Griss sedang asyik memotong kentang yang ada di depan nya dan mengoles nya dengan saus cream penuh keju dan melahap nya, namun ia juga tidak mendapat jawaban dari Irene. Griss mendongkakkan kepala dan mendapati bahwa Irene tertidur sambil memengang pisau
" ya.. Irene.. bagaimana bisa kau tertidur seperti itu?" Griss menepuk tangan Irene dan sama sekali tidak mendapati jawaban. Griss mengoncangkan tubuh Irene dan kembali tidak mendapatkan apa yang ia harapkan, anak ini benar-benar merepotkan.., Griss mengendong Irene dengan kedua tangan nya dan membawa nya menuju UKS, semua orang menatap mereka berdua.. termasuk Edlert yang merasa mereka berdua ada hubungan yang lain
hal yang paling menyenangkan , setelah seharian berkelut dengan pekerjaan adalah menulis.....
Ikutan tegang waktu melihat Edlert dan Griss berdua .., selamat menikmati