webnovel

Royal Family Series : Pengantin Sang Raja (The King's Bride)

Richard adalah raja yang tak pernah menikah. Itu adalah sumpahnya setelah melihat penghianatan yang dilakukan ibunya. Namun bagaimana jika adik lelakinya yang merupakan pewaris tahta akhirnya meninggal dan memohon agar Richard menikah sebagai permintaan terakhirnya? GalaxyPuss

Galaxypuss · 历史言情
分數不夠
55 Chs

Tahta

Redd memekik gembira saat Rolls Royce yang ditumpanginya berhenti di pelataran halaman sebuah panti asuhan. Ia bahkan langsung memeluk lengan Richard, melupakan fakta bahwa ia berencana tidak peduli pada Richard setelah hal meyebalkan di Museum Nasional Kerajaan. Richard sendiri memilih tersenyum saja, mengandeng wanita itu keluar mobil dan mendengus geli saat melihat wanita itu tersenyum lebar dengan mata berbinar ketika melihat anak-anak berbaris rapi menyambutnya di depan pintu panti.

"Selamat datang Yang Mulia," ujar anak-anak itu kompak.

Redd melonjak gemas, kemudian seorang wanita yang sepertinya merupakan ibu panti, terlihat menyuruh seorang anak perempuan untuk maju menuju mereka. Anak itu punya surai pirang dan melangkah dengan perlahan membawa sebuah mahkota bunga ditangannya, saat berada di hadapan Redd anak itu membungkuk dan Ratu itu segera berjongkok untuk menyamakan tingginya.

"Halo," sapa Redd lembut.

"Hal.., hallo, Yang Mulia Ratu," anak itu berbisik sembari menatap Redd malu dibalik bulu matanya yang panjang.

"Mau mengenalkan siapa dirimu?" tanya Redd pelan.

"Amelia. Aku berusia enam tahun, aku suka kue muffin dan rokku berkibar seperti Elsa saat aku berjalan."

"Amelia," Redd tersenyum. "Namamu cantik sekali."

"Ter, terimakasih Yang Mulia."

Richard tertawa kecil sebelum kemudian ikut berjongkok. "Amelia. Apa mahkota bunga itu untukku?"

Amelia mengerjab sesaat dengan polos sebelum kemudian menggeleng dan menunduk takut. "Ak-aku membuatnya untuk Yang Mulia Ratu. Aku tidak membuat untuk Yang Mulia Raja. Maafkan aku. Aku hanya bisa membuat mahkota yang bagus dan tidak bisa membuat boneka Spiderman untuk anak laki-laki. Aku tidak bisa membentuk bunga menjadi Spiderman."

Redd tertawa gemas dan Richard tersenyum. "Baiklah tidak apa-apa."

Amelia kemudian mendongak, dengan ragu mentap Redd. "Ibu panti bilang aku harus memakaikan mahkotanya kepada Yang Mulia Ratu sebelum masuk."

"Tentu saja," ucap Redd sebelum merendahkan kepalanya dan membiarkan Amelia memasangkan mahkota bunga di kepalanya.

"Anda punya rambut yang halus." ucap Amelia dengan tampang kagum yang lucu.

Redd tertawa mendengarnya, ia kemudian memandang Amelia yang sudah selesai memasang mahkota. "Kau juga punya rambut yang cantik."

"Benarkah?" gadis cilik itu tersenyum.

"Ya, tentu saja." Redd menjawab, "Mau aku gendong?"

Amelia meneleng. "Boleh aku digendong Yang Mulia Raja saja?"

Richard tertawa lagi melihat interaksi itu, dengan gemas ia meraih Amelia dan memeluk gadis mungil itu dalam gendongannya. "Boleh. Tentu saja."

Amelia tersenyum. "Anda memang tampan dan baik hati Yang Mulia."

Selanjutnya hari itu mereka habiskan dengan anak-anak di panti asuhan. Redd menikmati saat bermain dan bercanda bersama anak-anak itu. Ia dan Richard ikut menata meja dan makan malam bersama mereka, ia bahkan membantu para bibi panti asuhan menidurkan anak-anak dan menyanyikan lullaby bagi mereka.

Redd kemudian duduk di tepi ranjang Amelia di kamar anak-anak, kamar itu luas dengan bentuk memanjang. Setidaknya ada lebih dari tiga puluh ranjang di sana, dan dibeberapa ranjang ada yang diisi dengan dua anak.

Mata Redd memanas tanpa sadar, ia menginggat masa kecilnya dulu saa ia juga tinggal di panti asuhan selama beberapa bulan sebelum pindah ke Kastil Bevait. Ia waktu itu malahan harus tidur dilantai karena kehabisan tempat tidur dan kadang kelaparan saat tidur karena harus berbagi jatah makanan dengan anak-anak lain di panti. Ia merasa kasihan pada anak-anak ini, beberapa dari mereka harus kehilangan orang tua saat masih kecil dan beberapa lagi malah tidak pernah mengenal orang tuanya. Redd tertawa miris, contohnya dia. Yang bahkan tidak bisa menginggat orang tuanya dan alasan kenapa ia dibuang.

"Ayo kita pulang," bisikan halus itu membuat Redd melonjak pelan dan menoleh. Melihat Richard yang menatapnya dengan teduh. "Kita pulang. Ini sudah malam."

Redd menghela nafas, menatap Amelia yang terlelap sambil memeluk bonek bambi. "Dia pasti akan sedih sekali."

"Kita akan mengunjunginya lain kali. Oke?"

Ratu itu mengangguk, membenarkan selimut Amelia dan mengusak keningnya. Dengan langkah perlahan ia kemudian berjalan keluar kamar dan bersama Richard menuju pintu depan. Di sana sudah ada bibi-bibi panti yang menanti, dan mereka semua tersenyum dengan wajah penuh hormat dan terimakasih pada Redd.

"Terimakasih Yang Mulia atas semua hal hari ini," seorang wanita membungkuk dalam dengan mata berkaca. "Anda membawa kebahagiaan besa pada kami. Terimakasih, sudah mau menghabiskan waktu anda bersama anak-anak kami."

"Aku ini ibu negara," Redd tersenyum lembut. "Mereka juga anak-anakku. Menyayangi mereka sudah menjadi kewajiban untukku."

Wanita itu membungkuk lebih dalam, dan ia memandang takzim pada Redd hingga Ratu itu masuk ke dalam mobil. Perjalanan ke Arcene selanjutnya menjadi sangat hening, Redd hanya diam dengan kepala bersandar pada dada Richard. Membiarkan saja saat pria itu membelai rambutnya dan mengecupi pelipisnya.

Richard tidak berusaha membuka percakapan hingga mereka tiba, ia hanya menawarkan diri untuk menggendong istrinya itu ke dalam-yang langsung diiyakan tanpa perlawanan-dan membantunya melepas tiara, mahkota bunga dan aksesorisnya. Richard bahkan membantu Redd menghapus make upnya dan memeluk wanita itu erat-erat.

"Ada apa?" tanya Richard saat mereka hanya diam dikeremangan kamar.

"Aku ingat masa kecilku dulu di panti asuhan, dan sekarang aku jadi melakonis."

Richard terkekeh. "Itu wajar bukan?"

"Ya. Tapi tetap saja."

"Tapi kau hebat hari ini sayang," Richard mengguman. "Kau membuat semua orang jatuh cinta padamu."

"Euhh, cheesy."

"Aku serius," Richard mendecak gemas. "Harusnya dulu aku lebih sering ke Bevait jadi aku akan menemuimu lebih awal dan menikahimu lebih awal."

"Memangnya kau mau kesana umur berapa jika lebih awal?" Redd mendecak. "Dua puluh tahun begitu? Hell, kau pikir aku mau menikah denganmu? Saat itu usiaku bahkan baru enam belas."

"Tidak apa-apa, kan aku bisa mengajakmu bertunangan dulu."

"Tidak seru."

"Memang tidak," Richard menggigit hidung Redd gemas. "Dasar perusak suasana."

Redd tertawa dan menjulurkan lidah. Membuat Richard menggeram dan menggelitikinya dengan kesal. Ya, setidaknya malam ini mereka bisa berbahagia bukan? Karena tidak ada yang akan tahu hal apa yang akan terjadi di esok hari.

...

Seorang pria dengan surai pirang tampak sibuk dengan berkas-berkasnya di meja. Pria itu lalu melirik saat telfonnya berbunyi dan dengan enggan ia mengangkatnya.

"Halo?"

"Halo," suara diseberang menjawab.

"Siapa?"

"Apa kau lupa denganku sepupu?" tanya suara diseberang dengan nada sarkasme.

"Ah. Kau," pria pirang berucap. Tanpa suara ia menyandarkan pungung ke sandaran kursi kerjanya. "Ada apa?"

"Aku hanya bertanya bagaimana kabarmu dengan Richard sekarang?"

"Kenapa juga itu penting bagimu?" tanya si pria pirang.

"Jangan pakai nada begitu. Kau pasti juga minat bukan menduduki tahta."

"Apanya?" pria pirang mendengus. "Tidak. Jika kau memang miat urus saja sendiri. Aku menolak ikut campur dalam rencanamu."

Lalu panggilan diputuskan begitu saja. Pria pirang tadi mengehela nafas, memandang ke langit-langut ruangan dengan padangan yang sukar diartikan. Ia kemudian melirik lagi saat telfonnya berbunyi, dan mendengus saat membaca pesan masuk di sana.

Kalau kau tidak mau ikut, tidak jadi masalah. Tonton saja aku duduk di tahta. Hanya takutku, kau mungkin juga akan jadi debu jika tahta jadi milikku.

Tapi jangan khawatir, tentu saja itu setelah aku membunuh sepupu tersayang kita. Yang Mulia Raja Richard.