webnovel

Kekuatan Dara

Akhirnya ujian semester pertama terlewati. Aku belajar kelompok bersama Dara dan Clark selama ujian. Seminggu tidak menggunakan kekuatan membuat otot-ototku terasa seperti agak kaku. Selama ujian kami tidak bisa menggunakan kekuatan khusus, kecuali pada ujian pemeliharaan kekuatan khusus. Kami diawasi dengan sistem pendeteksi gelombang energi. Itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan dengan menggunakan kekuatan khusus selama ujian.

Seminggu ini juga aku tidak bertemu dengan Sergei. Bukannya aku tak mau, tapi aku benar-benar tak melihatnya. Ia tidak menghubungiku, tidak mencariku, bahkan ia tidak bernyanyi di Roxy Café saat makan malam seperti biasanya. Aku mulai gelisah, merasa khawatir, dan bersalah.

Prof. Baavue sedang duduk di meja kerja ketika aku masuk ke dalam ruangannya. Ruangan Prof. Baavue terlihat sempit karena dipenuhi dengan rak buku. Prof. Baavue mempersilahkanku duduk di kursi tamu. Aku duduk tegak penuh antusias, siap menerima pelajaran dari Prof. Baavue.

"Bagaimana ujian semestermu?" sapa Prof. Baavue.

"Tidak mudah, tetapi saya masih bisa mengatasinya, Sir."

"Mau tahu kabar baik?"

"Apa itu?" tanyaku bersemangat.

"Kau mendapat nilai A di pelajaran Prof. Fatocia." Prof. Baavue tersenyum puas.

"Benarkah?" tanyaku tidak percaya. Aku tak mampu menyembunyikan kegiranganku.

"Tentu. Fatocia sendiri yang melaporkannya padaku."

"Oh, Anda berdua kelihatannya cukup dekat."

Prof. Baavue terbatuk mendengar perkataanku. Aku tertawa dalam hati.

"Baiklah, itu hanya pembukaan untuk memompa semangatmu." Prof. Baavue meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Pertama, harus kukatakan kepadamu. Menguasai barikade telepati tidaklah mudah, tapi kau juga jangan menganggapnya sulit."

"Ya, Sir."

"Kupikir tekadmu yang kuat bisa mengatasinya." Prof. Baavue tersenyum simpul. "Yang kedua, kau harus terus melatih kekuatan. Itu akan memperkuat gelombang energimu dan memudahkanmu dalam mempelajari barikade telepati."

"Saya tetap berlatih, Sir." Aku mengangguk. Aku memang tidak menghentikan latihanku bersama Soo Hyun, hanya mengurangi intensitasnya menjadi empat hari. Tiga hari kugunakan untuk berlatih bersama Prof. Baavue, disamping aku melatih kekuatanku sendiri tanpa Soo Hyun.

"Bagus, aku tak salah memutuskan untuk membimbingmu." Pujian Prof. Baavue membuatku makin merasa menanggung beban. Aku tak boleh berpaling di tengah jalan yang sulit ini dan mengecewakannya. "Sekarang, perhatikan."

Aku menatap Prof. Baavue.

"Untuk menahan usaha seorang telepath merasuki pikiranmu, bayangkan kau harus membentuk perisai untuk melindungi pikiranmu dan untuk membentuk perisai itu, kau akan menggunakan energimu." Prof. Baavue berbicara perlahan, menekankan kata demi kata. "Bedanya, kau hanya perlu memusatkan energi di kepala—tidak perlu membaginya ke seluruh tubuh seperti yang biasa kau lakukan saat menggunakan kekuatanmu."

"Err… akan sedikit susah bagiku untuk memusatkannya." Aku menanggapi.

"Kau hanya perlu berlatih untuk membiasakannya," hibur Prof. Baavue. "Intinya, kau perlu menghalangi energi telepath yang kau hadapi. Akan tetapi, masalahnya…"

Aku menegang di kursiku.

"Kau tidak menyadari kapan seorang telepath membaca pikiranmu jika kau tidak terlatih untuk merasakan energi orang lain. Akan lebih mudah untuk menyadari seorang telepath yang berusaha mengendalikanmu ketimbang menyadarinya ketika membaca pikiranmu. Energi yang mereka gunakan untuk mengendalikan pikiran lebih besar dan mudah dideteksi ketimbang ketika membaca pikiran seseorang." Prof. Baavue memasang wajah serius.

Aku langsung teringat kejadian di gedung bioskop bersama Sergei dan Huddwake. Sergei mengatakan bahwa ia bisa merasakan gelombang energiku yang memuncak saat itu.

"Jadi, tugasmu selama kau berlatih denganku …" Prof. Baavue membuka tutup penanya, menulis sesuatu di secarik kertas yang ada di hadapannya. "Berlatih untuk merasakan gelombang energi orang lain, baru kemudian latihan untuk menahan energi telepath, barikade telepati."

Aku menelan ludah. Sekarang aku baru menyadarinya—bahwa itu benar-benar tidak mudah.

***

Berhubung salju turun cukup lebat hari ini, aku berpikir untuk membatalkan rencana pergi keluar bersama Dara. Kami ingin mencari gaun untuk pesta besok lusa. Bundaran asrama terasa hangat berkat perapian. Aku duduk di dekat perapian sambil melatih kekuatanku sendirian. Aku sedang membiasakan cara baru, yaitu menyalurkan energiku pada sesuatu sehingga bisa membuatnya ikut menembus bersamaku.

Setelah melakukan pemanasan dengan menembuskan tangan melewati api perapian, aku mengambil satu edisi Roxalen Weekly di rak buku (satu-satunya benda di bundaran asrama yang kupikir layak untuk terbakar jika aku gagal). Aku berdecak kesal ketika mendapati ujung koran yang mash terbakar ketika aku melewatkannya ke api perapian, itu berarti penyaluran energiku masih belum sempurna. Aku tak bisa mencoba objek manusia sebelum aku menyempurnakan penyaluran energiku pada objek benda.

Aku meringis sendirian membayangkan jika Dara terjepit di dinding ketika aku mengajaknya menembus dinding karena penyaluran energiku belum sempurna.

"Serina." Dara muncul dari tangga koridor asrama kami. "Apa yang kau lakukan di sini? Aku menunggumu dari tadi, apa kau lupa rencana kita?"

Aku meletakkan kembali Roxalen Weekly itu ke rak buku. "Hujan saljunya cukup lebat, Dara. Kita bisa terkena flu jika memaksa keluar."

"Oh…" Dara memutar bola matanya kemudian menyeretku keluar dari asrama putri.

"Hei, mau kemana kita?" tanyaku kebingungan.

"Tentu saja membeli gaun." Dara melebarkan mata.

"Oh, baiklah jika kau memaksa, tapi setidaknya biarkan aku mengambil jaket dulu."

Dara tertawa. "Tidak perlu, Sayang."

"Tidak perlu?" Aku setengah menjerit, "Aku bisa mati membeku."

Dara tidak bergeming mendengar omelanku, ia terus menyeretku hingga gerbang sekolah. Salju turun dengan lebatnya. Aku mulai merasa aneh karena tidak ada salju menumpuk di kepalaku, bahkan aku tidak merasa kedinginan. Aku menatap Dara tidak percaya.

"Kau yang melakukannya?"

"Yeah, aku memang tidak mengikuti kompetisi, tapi setidaknya kekuatanku bermanfaat untuk hal seperti ini." Ia tertawa.

"Kau menyalurkan energimu padaku?"

Dara menggeleng. "Aku hanya mengendalikan elemen air dan udara di sekitarku, jadi jangan berjalan terlalu jauh dariku."

Aku langsung menggamit lengan Dara yang mungil. "Mungkin lebih baik kita cepat-cepat sebelum mengundang kecurigaan orang."

Dara mengangguk mengiyakan. Kami segera berjalan cepat menuju toko baju terdekat. Aku menarik nafas lega setelah memasuki toko. Aroma kain baru langsung menyambut hidung kami. Si penjaga toko menganggukkan kepala pada kami sambil tersenyum ramah. Musik mellow sedang diputar untuk mengusir suasana sepi—membuat seorang wanita paruh baya yang duduk di belakang meja kasir terkantuk-kantuk. Dara langsung menghambur ke bagian gaun. Aku mengikutinya.

"Kau tak ingin mencoba warna lain, Dara?" tanyaku mendapati Dara hanya memilah gaun-gaun yang berwarna putih.

"Err… baiklah, tapi tahun depan saja, oke?" Jawaban Dara menggelitik perutku. Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya.

Dara menemukan pilihannya hanya dalam beberapa menit. Ia meninggalkanku ke kamar pas untuk mencoba bajunya, sementara aku menggigit bibir memandangi sederet gaun di depanku. Hingga Dara selesai mencoba dan menyerahkan gaun pilihannya pada penjaga toko untuk dibungkus, aku bahkan baru menyisihkan tiga gaun yang tidak akan kupilih.

"Oh, Tuhan…" Dara mendesis. "Apa begitu sulit bagimu untuk menemukan sesuatu yang kau sukai? Hanya pilih satu yang terbaik menurutmu."

Aku melengos. "Kalau begitu aku akan memilih jaket imut yang disana."

Dara mendelik. "Sergei yang memakai tuxedo berdansa dengan ceweknya yang memakai jaket dan celana jeans di pesta?" Dara mengguncangkan bahuku. "Kujamin akan jadi topik terpanas lagi di Roxalen Weekly."

Aku langsung terbayang kengerian yang pernah kualami akibat Roxalen Weekly dan segera menyambar dua gaun sembarangan—warna merah muda dan hitam.

"Menurutmu mana yang lebih bagus?"

Dara menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku.

"Kupikir yang merah muda lebih bagus untukmu." Seseorang menyambar gaun hitam yang kupegang.