webnovel

Chapter 10

'Di mana aku? Ini bukan dunia yang aku tempati. Di mana aku?'

Axel berbalik badan setelah perang yang mengakibatkan panglima perangnya gugur. Namun, saat ia berbalik, dunia yang dilihatnya bukan lagi dunia yang ditinggalinya saat ini. Ia begitu bingung, dan tak tahu arah mana yang harus di ambilnya.

Tempat itu dipenuhi cahaya lampu yang sangat terang, orang berlalu-lalang di mana-mana. Ia juga melihat orang-orang menaiki besi beroda dua dan juga empat. Axel benar-benar bingung di mana dia berada, dan memutuskan untuk mencari tahu.

Saat langkahnya terus berjalan dan mencoba mencari sesuatu yang dikenalnya, dari kejauhan sinar lain muncul dan seseorang muncul dari sinar itu. Seseorang yang sangat dikenalnya dan membuatnya selalu merasa bersalah karena orang itu pergi diakibatkan oleh dirinya.

"Remanu? Apakah itu kau?"

Axel berlalri mengejar orang yang sangat mirip dengan sang panglima perang. "Tunggu aku."

Axel mengejar dan terus mengejar, namun semakin ia mengejar, Remanu terus menjauh. Axel pun menjadi lelah dan putus asa, ia memutuskan untuk berhenti dan terjatuh.

"Remanu, maafkan aku, semua adalah salahku. Andai bisa kuhidupkan kau kembali, maka akan kulakukan," ujar Axel sambil menangis.

Axel terus meminta maaf kepada sahabat sekaligus sang panglima perangnya. Setelah kematian Remanu, sangat banyak hal yang berubah, bahkan hati dan kisah cintanya. Ia pun mulai menangisi kepergiaan Remanu yang tenggelam dalam sinar itu. Namun, Remanu terlihat begitu bahagia dengan senyuman di bibiran, walaupun senyuman itu bukan untuk Axel.

"Remanu, kembalilah." Suara putus asa dan juga kesedihan itu terdengar begitu lirih ketika Remanu hilang dari hadapan sang pangeran. Remanu – panglima perang dan juga sahabat sejatinya – kembali pergi dari hadapan Axel dengan senyuman yang sama seperti yang dilihat pada akhir hidupnya.

Kerumunan orang-orang menenggelamkan Axel dan ia kembali ke dunianya, dengan orang-orang yang berpakaian sama sepertinya, kendaraan yang selalu dilihatnya di sekitar kerajaan, dan juga kedua orang tua, serta istrinya.

Axel melihat mereka semua menatap dirinya dengan raut wajah yang marah, terutama sang istri, Charlotte. Ia pun meminta maaf kepada Charlotte karena telah banyak menolaknya, dan mengabaikan ketika istrinya berbicara. Semua rasa bersalah, putus asa, dan kesedihan itu semakin dalam dirasakan Axel ketika berhadapan dengan seluruh keluarga. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi kepada ayah, ibu, dan istrinya.

Tak sampai disitu, kejadian tak terduga kembali dialami Axel, Charlotte berjalan mendekatinya dengan raut wajah yang masih sama. Ia memberikan sebuah gumpalan darah kepada Axel. Saat itu juga, ibunya mulai menangis dengan tersedu-sedu, dan ayahnya menangis dalam diam menatap putranya.

Saat dirinya melihat gumpalan yang diberikan oleh Charlotte, gumpalan itu terlihat hidup, dan Axel pun mulai ketakutan. Gumpalan itu seolah ingin menelan tubuhnya, saat itu juga Axel membuka mata dan tersadar. Keringat sudah membasahi tubuhnya, dan jantungnya pun berdegup dengan sangat kencang.

*

"Kau sudah bangun?" ujar Charlotte yang tengah menata rambutnya.

Axel yang benar-benar bangun dengan terkejut itu pun mencoba menyadarkan dirinya terlebih dahulu. Ingatannya kembali pada mimpi yang baru saja dilihatnya, mimpi tentang Charlotte dengan gumpalan yang hampir menelan dirinya. Axel benar-benar penasaran apa yang sebenarnya arti dari mimpi itu.

"Ya, kelihatannya begitu, bukan?" jawab Axel.

"Semalam kau mengigau, apakah bermimpi buruk?" Charlotte bertanya untuk menunjukan rasa perhatiannya kepada sang suami, juga mencari tahu apa yang suaminya mimpikan semalam.

Axel melihat ke arah Charlotte, ternyata mimpinya semalam berimbas sampai ke dunia nyatanya. Ia menjadi khawatir jika nama Remanu sempat berucap dalam igauannya semalam. Axel segera mencari tahu dan bertanya kepada istrinya.

"Apakah aku berbicara sesuatu?"

"Tidak, kau hanya terlihat sangat lelah, seperti sedang mengejar sesuatu," jawab Charlotte.

Axel bernafas lega karena dia tidak menyebutkan nama Remanu ketika mengigau. Kepergian Remanu memang membuat Axel hanyut dalam rasa bersalahnya. Dia tidak bisa memaafkan dirinya, sampai terbawa mimpi. Ia juga memikirkan apakah seseorang yang sudah menjadi abu bisa dihidupkan kembali? Axel jadi terpikirkan untuk mencari cenayang hebat di Kerajaan Nirwana ini.

Melihat Axel melamun selepas bangun tidur, Charlotte tahu jika ada yang tidak beres. Ia benar-benar yakin jika semalam suaminya memimpikan wanita di masa lalunya. Charlotte kembali kesal kepada Axel, dan memilih untuk keluar tanpa berbicara sepatah kata pun.

Namun, Axel semakin peka dengan apa yang dilakukan oleh Charlotte. Ada kebiasaan-kebiasaan yang sudah terbangun ketika mereka berada di satu kamar bersama. Kebiasaan itu tidak bisa diabaikan lagi oleh Axel, dan ketika ada yang salah dengan kebiasaan itu, ia langsung bertanya kepada Charlotte.

"Apakah ada yang salah denganku?"

Charlotte yang sudah sampai pintu dan memegang gagangnya pun berhenti, tanpa melihat suaminya ia menjawab dengan nada datar, "Tidak."

Axel meminta Charlotte untuk menunggunya agar mereka bisa sarapan pagi bersama. Ibu dan ayah Axel pasti akan bertanya jika mereka bersikap tidak biasa. Axel tidak ingin ada masalah lagi di antara keluarganya seperti kemarin.

*

Axel pergi ke ruang prajurit untuk melihat pasukannya yang dulu pernah berperang dengannya. Walaupun Axel sudah tidak lagi ikut berperang, dan kebetulan sejauh ini tidak ada perang yang terjadi, ia masih ingin mendedikasikan dirinya untuk membentuk pasukan yang kuat. Dengan cara memberikan strategi-strategi yang ia yakini bisa mengalahkan musuh, Axel merasa dirinya sudah cukup berguna.

"Sudah lama sekali pangeran tidak ke sini," ujar Anthony – panglima perang yang baru.

"Hanya sedikit butuh waktu istirahat saja. Bagaimana dengan strategi baru, apakah sudah ada yang memabangun?"

"Kami mencoba sebisanya, namun strategi yang kami buat tidak sehebat yang pangeran buat," jawab Anthony.

Axel melihat meja yang biasa mereka gunakan untuk merancang strategi penyerangan. Ia melihat dua buah batu yang biasa digunakan untuk menandai pasukan, dan di sana masih ada inisial nama Remanu, yang menandakan batu itu adalah pasukan Remanu.

Axel kembali mengingat sang pangilama perang yang telah gugur itu. Pikirannya kembali membawa Axel ke mimpi yang dilihatnya semalam. Remanu yang dilihatnya tidak lagi sama dengan Remanu yang ia kenal semasa hidupnya. Semua berubah, dan ia hidup di dunia yang berbeda dengan dirinya.

Remanu begitu berubah, senyum itu sama persis dengan senyum ketika terakhir kali Axel melihat panglima perang sekaligus sahabatnya itu, membuat Axel menjadi semakin merasa bersalah karena Remanu tidak mengenali dirinya. Axel yang memikirkan Remanu pun akhirnya kembali hanyut dalam lamunannya, dan dia tidak mendengarkan apa yang sedang dibahas oleh Anthony.

Memotong pembicaraan Anthony, Axel akhirnya menanyakan tentang keluarga Remanu saat ini. Ia sudah tidak pernah lagi pergi melihat keadaan kota-kota di kerajaan karena rasa bersalahnya membuat Axel memilih mengurung dirinya dari dunia luar.

"Adik perempuannya menikah dengan salah pedagang besar di kota karena ia tidak ingin menjadi pelayan di istana. Remanu hanya memiliki satu saudara, sehingga ayah dan ibunya harus diasuh oleh adiknya yang sudah berkeluarga," ujar Anthony.

Axel memberikan wajah kecewanya dan menundukan kepalanya, ia kembali merasakan sedih yang teramat dalam. Pikirannya buruknya kembali muncul tentang adik Remanu yang tidak mau menjadi pelayan di istana, mungkinkah dia dendam dan benci dengan keluarga kerajaan, yang mengakibatkan kakaknya gugur dalam perang? Namun, seharusnya keluarga sudah tahu apa risikonya menjadi prajurit kerajaan, terlebih lagi panglima perang.