webnovel

Perasaan Kecewa

Pagi-pagi sekali Lucio sudah meninggalkan pondok untuk menuruni pegunungan Reen menuju kota kerajaan Naserin. Seperti biasa, dia hanya akan pergi mengantarkan obat kepada para pelanggan Mr. Rolleen. Siapa yang tahu bahwa seiring waktu berjalan dan banyaknya rakyat miskin yang memesan ramuan di sana, berbondong-bondong pula lah para bangsawan rendah yang tidak begitu kaya datang untuk mengambil keuntungan.

Keuntungan yang mereka maksud adalah tentu saja penghematan uang. Jika biasanya mereka membeli ramuan obat di pasar kerajaan dengan harga mahal dan berkualitas, tetapi kini mereka bahkan tidak perlu lagi mengeluarkan uang berlimpah untuk mendapatkan khasiat ramuan yang hampir sama bagusnya, tetapi dengan harga murah. Kendati demikian, cukup banyak pula yang telah Mr. Rolleen tolak keberadaannya. Pria tua itu hanya akan memberi kesempatan kepada para bangsawan yang benar-benar bangkrut.

Mr. Rolleen tentu saja tidak bisa dianggap remeh. Dia jelas tahu tabiat orang-orang rakus sehingga memutuskan untuk memilih siapa yang patut diberi bantuan ramuan miliknya. Selain itu, bila dia sembarangan memberi, para pedangan kerajaan tentu pula akan mengalami kerugian. Jadi, biarkan saja orang-orang yang benar-benar membutuhkan lah yang akan dia tangani. Sementara para pedagang meladeni para bangsawan kaya.

Cukup adil bukan.

"Mr. Rolleen, apa yang kamu lakukan di sini?"

Cleo datang dengan penampilan mengantuk. Rambut acak-acakan dan jangan lupakan wajah kusutnya yang dipenuhi bekas cetakan bantal. Omong-omong, gadis itu terbangun dengan sendirinya setelah merasakan kantung kemihnya seolah ingin meledak saking penuhnya. Dia benar-benar ingin buang air kecil. Cleo baru saja melewati ruang tengah, berniat kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidur mengingat ini masih sangat pagi. Bahkan di luar pun langit masih tampak gelap.

Namun siapa sangka, dia justru mendapati keberadaan Mr. Rolleen sedang berdiri di ambang pintu sembari menatap ke arah jalan remang di depan sana.

Cleo menghampiri Mr. Rolleen. Tatapannya berpindah mengikuti arah pandang pria tua itu, tetapi cleo tidak mendapati apapun selain jalanan kosong yang sedikit terselimuti kabut tipis.

Kening Cleo mengernyit. Ditepuknya pundak Mr. Rolleen dan dia bertanya kebingungan, "Mr. Rolleen, aku bertanya sedang apa kamu di sini sepagi ini?" kata Cleo mengulang pertanyaan serupa.

Ketika close berpikir awalnya Mr. Rolleen tidak mendengarnya, tetapi tampaknya dia salah sangka mengingat bagaimana respon pria itu setelahnya.

"Berhenti mengulangi pertanyaan yang sama. Itu terdengar membosankan." Tiba-tiba Mr. Rolleen membuang napas cukup keras. Dia tidak menatap Cleo yang sudah memasang raut terkejut, saat dia berakhir menutup pintu pondok dan melangkah masuk ke dalam. Sepertinya Mr. Rolleen akan kembali ke kamarnya.

"Ok, ok, tapi aku tetap ingin tahu mengapa kamu berdiri di ambang pintu di pagi buta? Kalau saja tadi aku tidak mengenalimu, aku pasti sudah berpikir kamu adalah pencuri yang hendak masuk ke dalam pondok," jelas Cleo. Tampak sekali gadis itu tidak ingin berakhir penasaran lagi, sebab sudah pasti Mr. Rolleen akan menghindarinya. Pria itu mencoba mengalihkan Cleo dengan berkata demikian, seolah-olah Cleo akan berhenti setelah mendengar tanggapan Mr. Rolleen terhadap pertanyaannya yang terus berulang, bahwa itu akan terdengar membosankan.

Huh! Pria tua itu sangat pandai bertaktik.

Mr. Rolleen menarik napas lantas berhenti melangkah. Dia berbalik dan menatap Cleo yang sudah memasang raut polosnya. Di sana ada gurat senyum labil yang masih tampak kekanak-kanakan.

Untuk yang kesekian kalinya, Mr. Rolleen lagi-lagi membuang napas berat. Nyatanya, Cleo akan selalu jadi anak kecil di matanya, bahkan mungkin jika gadis itu sudah menikah dan punya keturunan suatu saat nanti. Sampai kapan pun, Cleo-nya akan selalu menjadi bayi besar yang penuh rasa ingin tahu.

Mr. Rolleen beranjak menuju kursi kayu yang ditata saling berhadapan dengan sebuah meja kecil di tengah, masing-masing terdiri dari dua buah. Pria tua itu duduk di salah satunya, sementara Cleo mengambil tempat tepat di depannya.

"Aku berdiri di sana karena aku baru saja mengantarkan kepergian Lucio menuju kota."

"Oh ...." kata Cleo mengangguk, tetapi sedetik kemudian kedua maniknya justru melotot dan dia berteriak, "apa! Bagaimana bisa Lucio pergi tanpaku? Hei, ini bahkan masih gelap dan dia sudah berangkat? Apa dia sengaja meninggalkanku?"

"Lucio memang sengaja berangkat lebih pagi. Dia tahu jika kamu selalu bangun sangat siang, sehingga dia mengambil kesempatan itu untuk menghindari kamu ikut dengannya."

Cleo terlihat merajuk. "Hah! Tapi mengapa?"

Mr. Rolleen menatap kedua manik Cleo yang sudah memancarkan aura kekecewaan. "Jangan salah sangka dulu, biarkan aku menjelaskan maksud baik Lucio dengan tidak mengajakmu."

Cleo memotong, "Dia pasti hanya ingin mencari perhatian agar pondok ini seutuhnya jatuh ke tangannya."

"Jangan asal bicara!" Tahu-tahu Mr. Rolleen membentak cukup keras sehingga Cleo tersentak. Mr. Rolleen kemudian membuang napas dengan kasar saat menyaksikan Cleo tampak sangat terkejut. Bahkan gadis itu masih mematung dengan mulut terbuka. Mr. Rolleen berdeham singkat, "begini Cleo, Lucio sungguh tidak bermaksud apa-apa. Dia hanya berbaik hati memberimu waktu untuk tenang setelah kejadian pemburuan itu. Bukankah akan sangat berbahaya jika kamu sudah menuruni gunung dan berkeliaran di kota di saat beberapa orang misterius mengincar dirimu. Jadi, untuk mengantisipasi hal itu, Lucio memilih untuk membiarkanmu tetap di pondok."

"Ia, aku mengerti, tetapi tetap saja tindakan kalian membuatku kecewa. Seharusnya, kalian membahas masalah ini bersamaku mengingat aku lah targetnya. Tetapi, kalian berdua selalu saja menyembunyikan banyak hal dariku seolah-olah aku ini hanya beban tidak berguna yang terpaksa harus dilindungi." Manik Cleo berkaca-kaca, sungguh, kali ini dia benar-benar ingin menangis. "Aku merasa sedih."

Menyaksikan Cleo bertingkah demikian, Mr. Rolleen tentu saja tidak bisa menahan diri untuk memberi ketenangan kepada gadis itu. Dia bangkit lalu menghampiri Cleo di kursinya kemudian memeluknya dengan erat.

"Oh, jangan menangis Cleo-ku tersayang. Tenangkan pikiran mu dan buang semua pikiran negatifmu."

"Apa Mr. Rolleen masih menyayangiku? Aku perhatikan semenjak Lucio datang ke pondok, kamu lebih banyak menegurku dan terlalu perhatian kepada orang asing itu."

Namun siapa sangka Mr. Rolleen justru terkekeh mendengar hal itu. Dia kemudian bergerak mengusap ubun-ubun Cleo dengan sayang lantas berkata dengan suara lembut, "Cleo, percayalah bahwa apa yang kamu pikirkan tentang kami berdua selama ini adalah salah. Dan yang benar adalah, kami sangat menyayangimu. Apapun akan kami lakukan untuk membuatmu tetap aman. Aku dan Lucio selalu berusaha melakukan yang terbaik untukmu. Tunggu saja, dan suatu saat kamu akan melihat hasilnya sendiri. Meski sekarang hal itu tidak terlihat, tetapi ketahuilah bahwa hari itu akan datang kepadamu."

Cleo terdiam sebentar. Dia berusaha untuk memaknai setiap kata yang keluar dari mulutnya Mr. Rolleen. Dan pada akhirnya, Cleo hanya memilih mengangguk lantas membalas pelukan Mr. Rolleen dengan senyum sedikit lega.

Cleo bergumam, "Maafkan aku, aku terlalu kekanakan. Tetapi ini bukan berarti aku akan menerima keberadaan Lucio begitu saja. Mr. Rolleen, kamu juga harus percaya padaku jika Lucio itu adalah pria menyebalkan yang suka tebar pesona."

"Baiklah kalau begitu." Dan setelahnya, Mr. Rolleen terbahak sangat keras. "Ya sudah, sekarang pergilah tidur. Aku akan membangunkan mu saat Lucio telah kembali."

Selebihnya Cleo hanya mengangguk lalu terkekeh kecil.