webnovel

RE: Creator God

Bermula dari kehidupan biasa yang tidak sengaja masuk ke dalam takdir yang tidak biasa yakni masuk ke organisasi tersembunyi, dilanjutkan takdir yang lebih tidak masuk akal lagi dalam waktu singkat yaitu dijemput oleh seseorang yang tidak dikenal dari dunia lain, tetapi mengaku istrinya. Sampai akhir hayatnya pun dirinya tidak dibiarkan tenang karena tugas utamanya belum selesai. Tujuan hidupnya hanya satu, menemukan kebenaran tentang kehidupannya. Seseorang yang bernama Sin juga punya identitas rahasia yaitu Alpha dan identitas lainnya dari dunia lain yaitu Lucifer dan ketika mati dia menjadi....

GuirusiaShin · 奇幻
分數不夠
377 Chs

CH.308 Kekurangan Selama Ini

Saat aku mengatakan bahwa aku bisa saja tidur selama satu hari penuh atau 24 jam, benar saja itu yang terjadi. Pada waktu aku terbangun, kudapati saja hari malah sudah mulai malam. Seingatku aku kemarin pulang petang hari, jadi wajar saja kalau aku terbangun jam segini.

Namun repotnya malahan aku mau berbuat apa malam-malam begini? Kalau kemarin-kemarin, jangankan pagi, aku saja tidak kenal malam. Jadwal tidurku jadi kacau karena urusan beberapa hari lalu itu.

Namun sebelum semua itu kupikirkan, sebaiknya aku keluar dan cari Kiera terlebih dahulu supaya dia bisa memasakkan sesuatu bagiku. Tidur selama ini membuatku kelaparan parah, apalagi beberapa hari lalu aku tidak makan makanan sehat sama sekali.

Boro-boro makanan sehat, udara luar yang segar saja tidak kudapati sama sekali. Hanya udara dari AC saja yang membuatku tetap bertahan tanpa udara segar. Makanya sekarang aku ingin makan masakan Kiera yang benar-benar normal bukan yang seperti kemarin-kemarin itu.

"Ah sayang, akhirnya kamu terbangun juga. Tidurmu benar-benar pules ya bahkan saat ada kejadian kemarin itu."

"Kejadian kemarin? Apa ada yang terjadi saat aku sedang tertidur?"

"Hmm, ada sih, tetapi tidak terlalu penting amat. Lebih baik makan dan mandi dulu. Lalu kalau sudah temui Feliha sebelum dia tidur. Feliha khawatir tentang sayang sejak beberapa hari lalu."

"Feliha ya? Aku paham, setelah aku makan dan mandi nanti aku datang ke kamarnya."

Setelah menunggu sepuluh menit agar Kiera punya waktu untuk memasak buatku sambil mengobrol dengannya bukan soal pekerjaan, akhirnya Kiera selesai memasak juga. Tentu saja, masakan apa yang membutuhkan waktu sepuluh menit selain nasi goreng.

Namun berbeda dari biasanya, dia membuat nasi goreng ini dengan porsi lebih banyak dan juga ada menu sampingannya. Intinya makanan yang dimasak oleh Kiera tidak pernah ada yang salah, benar-benar bentuk nyata kasih seorang istri.

Setelah akhirnya bisa makan puas seperti ini, hampir saja aku menangis karena mataku sudah berkaca-kaca. Beberapa hari hanya memakan makanan instan membuatku hampir lupa dengan rasa masakan rumah seperti ini.

"Terima kasih sayang atas makanannya. Aku hampir saja melupakan rasa masakanmu ini."

"Tidak apa-apa, lagipula semua itu karena kerja kerasmu, jadi aku tidak akan pernah komplain soal apa pun itu."

"Sayang memang yang paling perhatian."

Usai makan, aku menaruh piring kotor dan peralatan makanku ke wastafel yang ada di dapur. Setelah mengecup dahi Kiera yang sedang memberesi dapur dengan tenangnya, aku langsung kembali ke kamarku dan Kiera untuk mandi.

Sudah beberapa hari aku tidak mandi, tapi anehnya tidak ada bau badan sama sekali karena keringat setitik pun tidak keluar. Aku tidak buru-buru saat aku mandi, justru mandi di bawah pancuran air seperti ini menenangkan kepalaku dan membuatku merenung.

Semua kejadian yang telah terjadi kembali ke dalam otakku, membuatku berpikir sedikit keras seolah menginginkan jawaban yang belum pernah ada dengan mengobrak-abrik isi otakku. Namun tentu saja, semua itu berakhir nihil.

"Fuh… hangatnya… benar-benar mandi itu menyegarkan otakku lagi."

Walau otakku masih seperti biasa berpikir keras walau sebenarnya tidak sedang bekerja, setidaknya otakku juga bisa dikatakan diganti yang baru. Rasa segar ini menyebar ke seluruh tubuh, tetapi juga membangunkan rasa lelahku lagi.

Bahkan tidur selama satu hari penuh tidak sepenuhnya menghilangkan rasa lelahku yang terus-terusan menumpuk beberapa hari ini. Masalah monster belum selesai, masalah mana malah muncul lebih baru lagi. Benar-benar luar biasa dunia ini kalau mendapat masalah.

Tentu saja, semua itu ulah yang di atas yang kutahu dengan sangat ekspresi apa yang dibuat oleh mereka mengetahui hal ini. Entah kenapa mereka benar-benar menghinaku dan menginginkan dunia yang tidak ada kaitannya denganku hancur.

"Sudahlah yang seperti itu tidak perlu terus-terusan kupikir ulang, itu hanya akan menambah kebenciaanku tanpa ada solusinya. Sebaiknya aku buru-buru menuju ke kamar Feliha setelah ini."

Tak perlu waktu lama untuk menyelesaikan mandiku dan menuju ke kamar Feliha. Dan untung saja, Feliha belum tertidur walau sudah jam setengah delapan yang artinya waktunya tidur. Mata Feliha berkaca-kaca saat melihatku tidak kenapa-kenapa rupanya.

Tentu saja, bagaimana aku bisa mengabaikannya, beberapa hari ini Feliha tidak melihat diriku atau pun mendengar kabarku. Terakhir kali dia melihat diriku saja waktu dia datang bersama Kiera untuk memberi kabar soal umat manusia yang mulai berjatuhan lagi.

"Feliha sayang, maafkan papa ya sudah beberapa hari ini tidak melihat soal Feliha. Papa tahu pasti Feliha khawatir sekali tentang papa. Tapi papa sudah tidak apa-apa kok, yang penting Feliha rawat diri sendiri ya?"

"Uhnhn, tidak kok pa, Feliha tidak mempermasalahkan itu. Hanya saja Feliha ingin membantu papa juga, tetapi Feliha tidak bisa apa-apa bahkan untuk menenangkan papa."

"Feliha…."

Semua anak perempuan yang adalah keturunan Kiera benar-benar mirip dengan Kiera dan punya sikap perhatiannya. Benar-benar aku terberkati oleh keberadaan mereka semua. Aku jadi penasaran anak seperti apakah nanti setelah lahir yang sekarang sedang dikandung Kiera.

Namun semua rasa penasaran itu akan pergi percuma kalau aku bahkan tidak bisa menyelesaikan masalah ini dan menyebabkan rantai masalah lain muncul juga. Makanya sekarang aku hanya bisa berusaha mati-matian sebelum aku kehilangan semuanya, lagi.

"Papa jangan sedih begitu dong, Feliha jadi juga ikut sedih. Tapi Feliha beneran nggak apa kok, selama ada mama bersama papa, mama pasti menjaga papa dengan baik."

"Ya, mama menjaga papa kok, makanya Feliha harus nurut dengan nenek ya?"

"Nenek selalu memperhatikan Feliha kok, nenek sama perhatian dan baiknya seperti mama juga. Feliha juga mau seperti nenek dan mama!!"

Untuk beberapa hari ini, aku akhirnya mendapati kalimat dengan semangat yang kuketahui dari Feliha dulu. Tidak, aku bahkan baru sadar bahwa Feliha selama beberapa saat ini tidak pernah sama semangatnya selain yang barusan seolah merasa tertekan juga.

Bodohnya diriku, aku benar-benar sangat bodoh. Sebenarnya aku itu melakukan semua ini demi diriku sendiri atau keluargaku sih? Aku bahkan sekarang tidak tahu mana yang menjadi prioritas, mana yang harus dikesampingkan.

Seolah-olah selama ini aku hanya mengada-ada cahaya walau aku berjalan dalam kegelapan totalitas. Tak ada sepercik harapan pun selama ini, karena aku tahu bahwa aku akan tenggelam dalam keterpurukan, lagi.

Tidak peduli seberapa aku mencoba, pada akhirnya semuanya akan menjadi gelap di hadapan mataku. Jangankan melangkah, bahkan aku tidak tahu bahwa di depanku apakah ada jalan, atau malahan ada jurang.

"Anak yang baik, maafkan papa ya, kalau semuanya ini sudah selesai, papa akan ajak Feliha jalan-jalan sampai Feliha puas, ke mana pun Feliha mau."

"Uhnhn, tidak perlu sampai sebegitunya papa. Kalau papa bisa menjadi penyelamat bagi semua orang yang ada di dunia ini, Feliha sudah bahagia. Feliha punya papa pahlawan!"

Jujur, aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar itu. Pahlawan… apakah aku ini layak jadi pahlawan. Bukannya aku menjelekkan diriku atau pesimis, tetapi nyatanya aku memang bahkan tidak bisa melindungi diriku sendiri.

Bahkan kalau kau beri aku triliunan kesempatan, pada akhirnya aku akan jatuh ke dalam jurang kehampaan lagi. Tidak ada yang tersisa sama sekali, sebelum aku menciptakan semuanya lagi seperti yang terjadi saat ini.

Coba saja aku tidak pernah menemukan apa pun tentang sihir pembangkitan lagi yang kukuasai dengan bantuan Shin, semua ini tidak akan pernah ada. Bahkan lebih buruknya, aku paling hanya bisa tersenyum kecut dan tidak pernah mengenal apa itu bahagia lagi sepanjang hidupku—tidak bahkan sepanjang aku terus mengalami perulangan.

"Papa akan berusaha sebaik mungkin memenuhi harapan Feliha. Harapkan saja papa menjadi pahlawan ya? Sekarang Feliha tidur ya? Mimpi indah."

"Selamat malam papa. Papa juga harus tersenyum ya? Jangan lupa!!"

Anak yang bersemangat, memberikanku semangat yang tidak pernah luntur dari dirinya. Aku sekarang khawatir bahwa dirinya akan menjadi sepertiku di masa depan kalau aku misalnya gagal. Hanya menggunakan senyuman sebagai topeng yang memisahkanku dengan dunia ini.

Kau kira semua ekspresiku selama ini adalah perasaanku yang lepas? Tidak, justru malahan itu membuatku sadar betapa jauhnya aku dari tujuan itu. Jangankan beribu-ribu mil, bahkan dari ujung alam semesta yang satu dengan ujung yang lain pun bahkan lebih dari itu.

Setelah aku keluar dari kamar, kudapati Kiera sedang bersama mama duduk di kursi ruang keluarga di lantai satu. Apa aku pernah bilang bahwa kamar Feliha dan mama di lantai dua, sedangkan kamarku dan Kiera ada di lantai satu?

"Mama, Kiera, sedang apa kalian di sini?"

"Oh anak mama sudah turun dari kamar cucu mama rupanya. Sini duduk, ada yang mama mau bicarakan sama kamu nak."

"Apa itu?"

Mama mau bicara denganku? Tentang apa? Apa mama akhirnya melarangku untuk aku memenuhi tujuanku dan memintaku menghentikan semua perbuatan konyolku ini? Ya, aku bahkan menganggap diriku sendiri konyol karena tidak ada yang logis dari tujuanku.

Sejujurnya aku mengharapkan mama menghentikanku dan menyuruhku melupakan semua itu, tak peduli seberapa kali aku menghadapi masalah ini. Biarkan saja aku kabur, layaknya pecundang, asalkan aku tak perlu menghadapi rasa sakit memasuki rawa kematian ini.

"Mama barusan sudah dengar dari Kiera bahwa kamu bahkan sudah berjuang banyak untuk semua orang di sini, lebih lagi hanya tidur sejam sehari."

"Soal itu ya… memang, aku merasa bahwa kalau aku tidak mengambil tindakan ini, maka hanya akan ada penyesalan yang kuterima nantinya."

Penyesalan, penyesalan yang teramat besar, bahkan tak terpikirkan olehku bahwa aku bisa menanggungnya sepanjang aku terus hidup entah bahkan sampai jutaan tahun bahkan triliunan tahun. Tak peduli akan semuanya itu, tetapi aku tidak ingin menyesal, jujur.

"Mama suka dengan tindakanmu itu, tetapi ingat bahwa semuanya punya resiko. Kekuranganmu hanya satu nak, kamu bahkan tidak pernah menghargai dirimu sendiri. Ingat bahwa kamu sudah mendapati kami semua walau mengalami semua masalah ini."

"Mama…."