Siang itu ketika bel pelajaran terakhir berbunyi, Cempaka buru-buru merapikan buku pelajaran dan alat tulisnya. "Cempaka, mau main ke rumah dulu?" tanya Ratna. "Tidak dulu deh Rat, aku mau langsung pulang saja, siapa tau sudah ada berita." kata Cempaka. "Bukannya Ayah dan Ibumu baru pulang nanti sore?"kata Ratna. "Memang sih, tapi aku ingin berada di rumah, siapa tau Kakak menelepon ke rumah. walaupun lebih mungkin kakak menelepon ke ponsel ayah atau ibu." kata Cempaka yang memang sampai saat ini belum diberikan ponsel pribadi oleh orang tuanya."Oh baiklah, kalau begitu aku saja deh yang ke rumahmu hari ini." kata Ratna. "Asiik, makasih Rat sudah mau menemaniku. kamu tidak memberitahu ibumu?" tanya Cempaka. Ratna hanya tertawa, "aku yakin ibuku pasti sudah tahu. Ayo kita pulang ke rumahmu." kata Ratna sambil menggandeng Cempaka, Lalu mereka berdua pulang ke rumah Cempaka. Dalam perjalanan, kedua gadis itu mengobrol, "Rat, memangnya Kakek dan Ibumu itu Paranormal ya? ibuku bilang, waktu sekolah dulu satu sekolah dengan ibumu, walaupun tidak sekelas." kata Cempaka. "Iya, Kakek dan Ibuku itu bisa dibilang cenayang. Makanya ibuku selalu tahu, aku dimana, dengan siapa, sedang apa, pokoknya serba tahu. Kadang membuatku senang, tak jarang membuatku sebal juga, hahaha." kata Ratna. "Iya ya, pasti enak tidak ada rahasia, tetapi malu juga ya kalau semua diketahui oleh ibumu."kata Cempaka. "Iya tapi ibuku bilang harus selalu menghargai privasi orang lain, karena itu walaupun ibu sudah duluan mengetahui sesuatu, ibu tidak akan bilang sebelum orang tersebut bertanya pada ibu." kata Ratna. Cempaka manggut-manggut, "lalu kamu juga seperti ibumu?" tanya Cempaka. "Entahlah, aku rasa aku seperti ayahku, hanya orang biasa. Tetapi kadang-kadang aku seperti mendapat firasat. Dulu bakat ibuku sudah terlihat sejak balita. Sedangkan aku sampai umur 13 tahun begini tidak apa-apa." kata Ratna sambil bersungut-sungut. "Aduh, maaf membuatmu sedih ya Rat, jangan dijadikan beban yaa?" kata Cempaka. "Ah tidak apa-apa kok, enak juga jadi orang biasa yang tidak tahu apa-apa. Kadang malah jadi beban kalau kita tahu sesuatu tetapi kita tidak dapat memberitahu siapapun karena orang yang ingin kita beritahu belum tentu percaya pada kita. Rumit ya?" kata Ratna. Cempaka hanya tersenyum. Rumah Cempaka sudah terlihat mereka mempercepat langkah tetapi beberapa langkah kemudian melambat kembali. "Kenapa Rame sekali di rumahmu ya? Apakah Ayah dan Ibumu sudah pulang?" tanya Ratna. "Sepertinya sudah, tetapi mobil yang lain ini siapa ya? ada mobil polisi segala?" tanya Cempaka. Mereka lalu mempercepat langkah dan akhirnya berlari memasuki rumah. "Ayah!!Ibuuu!!" panggil Cempaka cemas. Ayah keluar dari pintu depan dan langsung memeluk Cempaka, matanya merah. Ratna menatap mereka dengan takut dan tak berdaya. "Ada apa Ayah? Ibu mana? kenapa ayah dan ibu sudah pulang?" tanya Cempaka ketakutan. "Cempaka,.. ada.. ibumu ada di dalam, Cempaka.. ada berita buruk.." kata Ayah dengan suara tercekat. "Kakakmu hilang.. bersama dengan 2 orang temannya... di gunung Prisma." kata Ayah terbata-bata. "Hilang? maksudnya? diculik?" tanya Cempaka tidak mengerti. "Bukan, mereka sedang ada penggalian ketika terjadi longsor, beberapa hari lalu karena cuaca buruk. Tetapi setelah beberapa hari menggali, Ametis dan teman temannya belum ditemukan. Harapan hidupnya semakin tipis." kata Ayah dengan berat hati. " Tidak, tidak mungkin, kakak baik-baik saja, dia bilang di dalam mimpiku pasti akan pulang. Ayah bohong.. ayah bohong!!" teriak Cempaka, lalu Cempaka menoleh pada Ratna. "Ratna, Ibumu bilang kakak baik-baik saja kan kemarin? benar kan Ratna?Ayah, kita harus ke rumah Ratna, kita tanya pada ibu Ratna Yah.. ayo yah.."kata Cempaka dengan putus asa. Ratna hanya bisa mengangguk saja walaupun sebenarnya dirinya tidak yakin Ayah Cempaka akan percaya atau tidak. Ibu Cempaka muncul dari pintu depan dengan air mata berderai. "Kasmirah! Ayah, Kasmirah pasti tahu dimana Ametis berada!! Benar kata Cempaka yah, ayo kita kesana yah!" kata Ibu Cempaka histeris. "Bu, berpikir rasional sajalah, biasanya Ibu tidak pernah percaya dengan hal-hal seperti ini." kata Ayah bingung."Tapi ini Ametis Yah, Tim SAR dan polisi saja sudah menyerah mencari!" kata Ibu sambil menunjuk pada beberapa orang bapak-bapak yang ikut keluar dan berdiri bersama mereka dengan kepala tertunduk. "Pihak fakultas juga sudah tidak bisa berbuat apa-apa!" kali ini ibu menunjuk beberapa dosen dan petugas administrasi dari Universitas kak Ametis. "Aku harus bagaimana lagi Yah, aku hanya ingin Ametis kembali Yah, bernyawa atau sudah tidak bernyawa, aku ingin anakku kembali ke pelukanku yah!!" kata Ibu masih tetap histeris. Cempaka ikut menangis, begitupun Ratna yang ikut merasakan kesedihan mereka. Ayah terlihat bingung, lalu menoleh pada polisi dan dosen Ametis yang membawakan datang untuk membawakan kabar buruk ini pagi tadi sehingga mereka tidak sempat ke kantor. "Langkah apa yang harus kami ambil pak?" tanya Ayah. "Kami sedang menanganinya pak, Tim SAR masih terus bergerak mencari anak bapak. Tetapi kalau bapak ingin mencari opini lain kami tidak bisa melarang." kata seorang polisi yang rupanya berpikiran terbuka. "Sebaiknya kita menunggu kabar saja pak, jangan mencari harapan palsu apalagi sampai mengorbankan harta." kata seorang bapak perwakilan dari universitas Ametis. Ayah menjadi semakin galau hatinya. Ibu terus meminta untuk bertemu dengan Kasmirah Ibu Ratna, Akhirnya Ayah mengalah. " Baiklah begini saja, Ayah akan tetap disini menunggu kabar, sedangkan Ibu bersama Cempaka pergilah ke rumah Ratna, sekalian mengantar Ratna pulang." kata Ayah. "Terimakasih Ayah. Ibu ambil tas dulu ya, Cempaka kamu berganti bajulah dulu." kata Ibu lalu masuk ke dalam diikuti oleh Cempaka. Ayah menyusul ibu dan meninggalkan Ratna sendirian bersama Bapak Polisi dan perwakilan universitas. Si Bapak dari Universitas langsung menghardik Ratna, " Heh anak kecil, bilang sama ibu dan Mbah mu, jangan suka mengambil untung dari kesusahan orang lain, orang-orang ini sedang susah, jangan suka memberi harapan palsu!" kata si Bapak tiba-tiba emosi. Ratna yang bingung hanya menjawab, "Bilang saja sendiri, memangnya saya pengantar pesan!" kata Ratna lalu mengacuhkan bapak dari universitas tadi yang membuat si bapak semakin geram. "Sudah, sudah.. dia cuma anak kecil pak, tidak usah diladeni." kata pak Polisi. " Tapi anak ini kurang ajar pak, bagaimana nasib bangsa kita ke depan kalau semua anak seperti dia!" si bapak masih emosi. "Sudah, tadi bapak yang mulai duluan, seperti yang bapak bilang, keluarga ini sedang susah, jangan cari gara-gara. Lagipula sepertinya anak ini berteman dengan anak dari keluarga yang sedang dirundung bencana." kata polisi dengan bijak. "Maaf, saya hanya tidak setuju dengan cenayang, cenayang atau apapun yang berbau paranormal, mereka semua penipu! " kata si bapak masih dengan emosi. Sepertinya punya dendam pribadi, tetapi Ratna tahu dendam itu sebenarnya tidak ditujukan langsung pada Ibu atau kakeknya, tetapi seluruh hal yang berbau paranormal. Ratna hanya diam saja. Orang lain bebas beropini, selama tidak menyakiti keluarganya Ratna tidak perduli. Terlebih saat ini, yang dia pedulikan hanya Cempaka dan keluarganya.
Sementara itu Cempaka sudah selesai berganti baju dan menghampiri kamar Ayah dan ibunya, tanpa sengaja Cempaka mendengarkan argumentasi mereka.
" Ibu, Ayah mohon, jangan terlalu percaya dengan hal-hal seperti ini, Ayah tahu ibu butuh pegangan dan harapan. Tapi Ayah takut harapan ibu akan hancur. kita harus bisa Legawa dan hadapi kenyataan. Ametis sudah terjebak longsor beberapa hari. Dan harapan hidup sudah menipis hingga bisa dibilang tidak ada." kata Ayah memohon pada ibu.
"Ayah, ibu tau Kasmirah dari kecil Yah, dia bukan pembohong. Malah setahu ibu mereka tidak pernah ikut campur kalau tidak diminta walupun sebenarnya mereka tahu. Ibu mengerti ketakutan Ayah. Tapi ibu hanya ingin mencari segala cara. Sehingga tidak ada penyesalan di kemudian hari Yah! Ayah sendiri yang selalu bilang, kalau berusaha jangan setengah-setengah. Besok kita akan pergi ikut mencari ke tempat penggalian Ametis, tetapi hari ini ibu tidak bisa hanya duduk menunggu. Ibu harus melakukan sesuatu. Usaha sebagai seorang ibu yang ingin mendapatkan putrinya kembali." kata Ibu dengan Isak tangis. "Baiklah, Ibu boleh pergi dengan Cempaka, tapi kalau mereka menuntut uang macam-macam kita tidak punya Bu." kata Ayah. "Tidak akan Yah, Kasmirah dari dulu bukan orang seperti itu, bahkan aku yakin untuk mencari Ametis biayanya digratiskan oleh Kasmirah." kata Ibu. "Tapi kita tidak tahu Bu, orang kan bisa berubah! siapa tau dia bukan lagi temanmu yang dulu!" kata Ayah. "Sudahlah ayah, aku tidak kenal dekat dengan kasmirah, tetapi dulu dia dikenal sebagai anak baik yang selalu membantu orang yang sedang kesusahan. Ayah di rumah saja, kalau bisa bantu ibu mempersiapkan bawaan yang akan kita bawa besok ke gunung Prisma. Oya, apa kita sekalian menitipkan Cempaka pada ibu Ratna saja? daripada dititipkan di kerabat jauh kita yang Cempaka sendiri masih asing?" kata ibu. "Aku ikut, aku ikut bersama ibu dan Ayah!!" Tiba tiba Cempaka masuk ke dalam kamar Ayah Ibunya. "Cempaka, ini tempat penggalian yang berbahaya, baru saja terjadi longsor, Ayah tidak mau kehilangan kau juga. " kata Ayah. "Tidaaakk, aku mau ikut membantu mencari kak Ametis. Tolong Ayah.. jangan tinggalkan Cempaka. Ya Ayah ya? Ibu.. Cempaka ikut ya? Cempaka janji tidak akan menganggu.Janjii.."kata Cempaka memohon pada ayah dan ibunya. " Baiklah baiklah... toh saat seperti ini keluarga harus bersatu. Besok kamu boleh ikut, tetapi bereskan sendiri bajumu untuk beberapa hari kedepan sesudah pulang dari rumah Ratna ya?" kata Ayah lelah berargumen. Cempaka mengangguk senang. "Ayo kita berangkat sekarang Cempaka, supaya tidak kemalaman."kata Ibu. Cempaka mengangguk dan segera keluar dari kamar orangtuanya. Ibu hendak mengikuti Cempaka tetapi ayah segera mencegat dengan menangkap lengan Ibu, "Ibu, ingat kata Ayah barusan ya, jangan terlalu berharap. Aku tidak mau kau malah sakit hati nanti."
"Iya Ayah, tenang saja. Aku akan segera mengabari. Kabari aku juga kalau sudah ada kabar dari tempat penggalian." kata ibu sambil menggoyangkan ponselnya. Ayah mengangguk dan memeluk ibu. "Berhati-hatilah!" kata Ayah. Ibu mengangguk lalu menyusul Cempaka.
Akhirnya Cempaka dan Ibunya bersama Ratna memanggil taksi untuk pergi ke rumah Ratna. Ayah hany melambaikan tangan ketika taksi pergi menjauh lalu masuk ke rumah untuk menunggu kabar bersama polisi dan perwakilan dari universitasnya Ametis.