Honey Bee, 25 tahun.
Ia kerap dipanggil Honey, atau ada juga yang memanggilnya Bee. Namun apa pun panggilannya tidaklah masalah, sebab kedua nama itu hanya nama panggilan ketika bekerja di barbershop saja, bukan nama asli dari seorang Honey Bee yang sebenarnya.
Perempuan cantik itu mempunyai tubuh seksi, dengan kulit putih kemerahan, serta dada dan bagian tubuh lain yang terbilang cukup besar. Hingga tak jarang ia kerap mendapatkan pelecehan verbal, seperti siulan, tatapan mesum, atau bahkan tepukan pada bokong dari para laki-laki hidung belang yang bertindak kurang ajar.
Sebenarnya Honey tidak nyaman dengan semua perlakuan sembrono itu. Namun apa boleh buat? Ini adalah Kota Venesia yang terkenal dengan banyak mafia berbahaya. Sehingga ketimbang berisiko melawannya, Honey lebih memilih melarikan diri. Semua itu demi keselamatan nyawanya.
Malam ini, seusai bekerja di barbershop, Honey pulang ke apartemennya.
Seperti biasa, perempuan cantik itu harus berjalan kaki terlebih dahulu, sekitar 100 meter dari tempat kerjanya, lalu menunggu taksi di sebuah halte pinggir jalan sendirian.
Malam ini udara Venesia cukup dingin. Langit mendung tetapi tidak menurunkan hujan.
Meskipun sudah memakai jaket tebal, tapi rupanya dengan bentuk tubuh yang seksi itu, Honey masih menjadi pusat perhatian laki-laki mata keranjang, yang kebetulan sekali melintas di halte tersebut.
"Hai, Cantik, kenapa malam-malam sendirian saja? Hahahaa."
"Ya, sebaiknya pulanglah bersama kami, Cantik. Kami janji akan membuatmu bersenang-senang dan puas malam ini. Hahahaa..."
Sebuah mobil sedan berhenti tepat di depan Honey yang sedang berdiri. Di dalamnya ada 5 orang laki-laki dewasa setengah sadar akibat terpengaruh alkohol.
Honey langsung membalikkan badan.
"Tidak. Aku sedang menunggu pacarku!" ucap Honey dengan tegas.
"O, baiklah. Tapi jika kau berubah pikiran, datangi kami ke club malam itu," ucap salah satunya, kemudian mobil sedan itu berlalu dari hadapannya.
"Fiuh... untungnya mereka tidak memaksa." Honey melepas napas panjangnya dan merasa bersyukur.
Tak lama, taksi yang ditunggu Honey pun datang.
"Tolong, Pak, antar aku ke Glamoure street," ujar Honey cepat-cepat, masuk ke dalam taksi dan segera duduk di jok belakang.
"Hm?"
"Ayo, Pak, aku harus tiba di sana secepatnya," lanjut Honey menambahkan instruksi.
Namun alih-alih segera menjalankan mobilnya, si supir taksi malah mengambil ponsel di dashboard depan. Ia tampak menelpon seseorang kemudian.
"Bravo, Boss, wanitamu sudah duduk di jok belakang taksiku. Ahahahaa..."
"Astaga, Pak! Ternyata kamu itu—?"
Honey tak bisa melanjutkan ucapannya. Perempuan cantik itu hanya bisa mendengus kesal, lalu melipat kedua tangan dengan muka yang pasrah.
Setibanya di apartemen, si supir taksi lekas membukakan pintu taksi dengan sopan.
"Silakan, Nona."
"Cih!"
Namun Honey membuang muka. Dan lekas berjalan cepat-cepat menuju loby apartemennya.
Ting!
Pintu lift terbuka saat berhenti di lantai 3. Honey lekas menuju kamarnya nomor 33, dan begitu membuka pintu ia sudah tahu siapa yang sudah berada di dalam apartemennya.
"Hahahaa, selamat malam, Sayang. Oh, akhirnya kau pulang juga. Aku sudah menunggumu di sini sejak tadi sore."
Mister Adam! Laki-laki bertubuh gempal itu tertawa senang menyambut kedatangan wanitanya.
Namun Honey mendengus kesal. Melempar tasnya ke atas sofa.
"Kenapa tidak mengabariku dulu?"
"Apa kau bilang? Memangnya kenapa jika aku datang ke sini tanpa mengabarimu dulu?" Laki-laki itu menghilang tawanya! Ia berdiri secepat kepalanya mendidih dan menatap Honey dengan lingkaran mata merah!
"Dasar Perempuan Jalang! Ini adalah apartemenku! Dan aku membelinya dengan uangku! Jadi aku berhak ke sini kapan pun yang aku mau! Apa kau mengerti posisimu?" Mister Adam mendekat, lalu lekas memegangi tangan Honey dengan kasar.
"Aw! Sakit..."
"Diam! Sekarang berjongkok, dan cepat buka celanaku!" suruhnya tak ingin dibantah!
Honey hampir saja menangis mendapatkan perlakuan itu. Tapi, ia harus kuat menjalani perannya saat ini.
Menjadi wanita simpanan orang kaya, adalah jalan yang sudah dipilihnya. Semua itu demi mendapatkan uang, guna biaya operasi ibunya yang terkena tumor ganas di rumah sakit.
Honey tak punya pilihan lain. Sehingga mau tidak mau, malam ini ia harus mau melayani nafsu bejad laki-laki bertubuh gempal itu.
"Kenapa cuma diam? Apa kau itu tuli? Hah! Cepatlah berjongkok dan buka celanaku!" ulang Mister Adam itu membentak lebih keras.
Maka dengan terpaksa, kedua tangan Honey mulai membuka risleting celana laki-laki itu. Hingga sampai kemudian terlihatlah sesuatu yang menonjol dari balik celah risletingnya.
Rasa-rasanya Honey ingin muntah sebab benda itu sangatlah kecil dan bau!
'Sial! Apa dia tidak pernah membersihkannya?' batin Honey menggerutu dalam hati.
Namun apa boleh buat? Ia terpaksa harus mengeluarkan benda busuk itu, lalu memainkannya dengan jemarinya, sesuai permintaan Mister Adam.
Honey pun tak bisa mengelak, ketika Mister Adam itu menyuruhnya menjulurkan lidah demi bisa melahap benda bau berukuran kecil tersebut!
"Yess, Honey! Oh, God, Damn!"
Mister Adam senang. Kemauannya dipatuhi oleh Honey. Sampai-sampai ia mendongakkan kepala, menahan rasa geli atas permainan lidah perempuan cantik itu.
"Yeah, Honey, ini adalah bagian yang paling aku suka! Terus lakukan itu dan jangan cabut mulutmu!"
Mister Adam terbahak! Ini adalah bagian yang paling dia suka, sehingga saat Honey ingin menyudahi permainan ini, mencabut benda busuk itu dari mulutnya, laki-laki itu malah terus memaksanya, mendorong kepala Honey agar maju kembali dan melahap benda mungil berbau menyengat tersebut!
Satu menit terasa seperti satu abad.
Bagi Honey, ia merasa sedang tersiksa! Ia tidak sanggup lagi meneruskan permainan gila ini. Sebab bau benda itu sangatlah busuk, bahkan lebih busuk ketimbang bau jamban! Entah berapa lama Mister Adam tidak pernah mencucinya!
"Hoeek!! Hooeekk..."
Hingga akhirnya, Honey tak sanggup menahannya lagi. Perempuan itu mencabut mulutnya, lalu memuntahkan lendir bening cukup banyak, dan matanya yang telah berair itu menatap ke atas.
"S-sudah, Mister, tolong... a-aku, tidak sanggup lagi," ucapnya memelas.
Plak!!
"Bodoh! Aku sudah memberimu banyak uang! Juga membelikanmu apartemen mewah ini. Dan ingat, akulah yang membayarkan seluruh tanggungan biaya pengobatan ibumu yang sedang dioperasi di rumah sakit! Lalu apakah hanya sebatas ini balasanmu padaku?" bentak laki-laki itu.
Honey pun menangis. Tersedu-sedu. Merasa tidak kuat lagi.
Bukan karena perlakuan kasar laki-laki itu, melainkan lebih karena ia mengingat kondisi ibunya yang kini sedang koma, terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
"Agrrhh!! Sudah! Sudah! Jangan terlalu banyak drama! Sekarang juga, buka bajumu dan berbaring di ranjang besar itu!" suruh cepat laki-laki itu, tak ingin memberi kesempatan sedikitpun kepada Honey untuk sekadar mengelap air matanya.
"B-baik, Tuan," jawab Honey mengangguk patuh.
Sembari menangis, perempuan itu lekas berdiri dan melepas pakaiannya sendiri.
Bruk...
Jaket tebalnya terjatuh di lantai.
Bruk...
Disusul dengan bajunya.
Bruk...
Lalu rok pendeknya.
Bruk Bruk...
Serta terkahir adalah pakaian dalam dan juga celana dalamnya.
Hingga kini, tampaklah tubuh Honey yang putih mulus itu. Dengan bentuk yang sempurna, dan terutama dua buah dada yang menantang maju itu!
"Ahahahaa... beginilah seharusnya kau menyambut kedatanganku. Maka mulai besok, setiap aku datang ke apartemen ini, aku ingin melihatmu dalam keadaan telanjang seperti ini! Mengerti?"
Honey mengangguk, wajahnya berusaha menahan tangis.
Selanjutnya Mister Adam lekas membopong tubuh Honey, lalu menjatuhkannya dengan kasar di atas ranjang.
Ia lalu melempar baju dan celananya sendiri ke sembarang arah, kemudian naik ke atas ranjang untuk menindihkan tubuh besarnya ke atas tubuh Honey yang langsing tersebut!
Agh.
Ugh.
Ahh.
Sss... Ahh!!
Jeritan Honey terdengar nyaring. Meraung-raung. Memohon agar semua kegilaan ini segera dihentikan!
Ia kesulitan bernapas sebab tubuh gempal Mister Adam menindihnya kuat-kuat.
Suaranya jeritan Honey tak hanya memenuhi seisi ruangan, namun juga bocor hingga dapat terdengar sampai ke luar apartemen.
Dan suara-suara seperti itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk tetangga apartemennya. Sebab, hampir semua tetangga apartemennya sudah tahu siapa Honey itu. Dia tak lebih dari sekadar perempuan rendahan, yang mau bekerja menjadi simpanan orang kaya.
"Ya! Ya! Teruslah menjerit seperti itu. Ahahahaa... Aku sangat suka bercinta dengan wanita yang memelas sepertimu! Ahahahaa..."
Biadap!
Mister Adam sangat suka menyiksa perempuan. Sebab ia punya kecenderungan psikologis 'D', alias Dominan! Sehingga tak heran dalam hal di atas ranjang pun ia suka medominasi lawan mainnya, bahkan bila perlu tak segan menyiksanya!
Semua demi kepuasan nasfu seksualnya! Yang selama ini tak pernah ia dapat dari istrinya sendiri.
Tak lama kemudian, permainan mereka berakhir. Laki-laki bertubuh gempal itu segera mencabut tubuhnya, dan menyemburkan cairannya ke arah muka Honey.
"Ahahaa... Bagus! Bagus! Menangislah seperti itu. Aku sangat menikmati permainan ini, sebab istriku sialan itu tidak pernah mau melakukannya di rumah!" ucap Mister Adam.
Itulah kalimat terakhir yang memang biasa diucapkannya. Sebab berikutnya, laki-laki bertubuh gempal itu akan lekas mengenakan pakaiannya. Membanting segepok dollar di atas meja. Lalu pergi dengan tertawa-tawa, sambil bibirnya menggigit cerutu besar yang ujungnya menyala.
Honey duduk di atas ranjang. Berusaha menyudahi tangisannya, serta menutupi tubuhnya dengan selimut.
Setelah napasnya dirasa cukup teratur, ia lalu bangkit untuk pergi ke kamar mandi. Menghidupkan kran shower, lalu mengguyur tubuhnya menggunakan air hangat.
"Lupakan semuanya, Bee, lupakan bajingan gendut itu!" ucap Honey kepada diri sendiri, mencoba meyakinkan diri bahwa semua yang baru terjadi hanyalah sekadar mimpi.
Dan setelah membilas bersih tubuhnya, perempuan itu lekas membalut badan menggunakan handuk baju.
Ia lalu berjalan pelan menuju ke dapur. Segelas coklat panas tentu bisa membuat hati menjadi lebih tenang, pikirnya.
Namun, sebelum sampai dirinya ke dapur, matanya terlebih dulu membelalak terkejut!
"K-kau?"
Tiba-tiba saja, ada seorang pria yang tengah duduk di sofa ruangannya.
"Selamat malam, Honey. O, jadi apakah ini yang disebut dengan perempuan tidak pernah percaya diri di hadapan laki-laki?"
Casanova tersenyum, memiringkan kepalanya.