Pada malam itu Zahra sedang tertidur pulas di dalam kamarnya. Saat tiba-tiba dia mendengar suara teriakan.
"Zahra, Zahra?" gadis itu terbangun dari tidurnya. Menyambar hijab yang terletak di atas meja kemudian berlari keluar kamar. Namun dia sangat terkejut saat pintu terbuka, kobaran api tampak mengelilingi rumah mereka.
"Zahra?" suara itu kembali terdengar. Zahra sangat panik tak tahu apa yang harus dilakukannya. Menerobos api adalah sesuatu yang mustahil. Dia kembali mencoba mencari alternatif lain untuk keluar dari sana. Membuka jendela menyaksikan orang-orang yang sudah ramai berkumpul di depan rumahnya.
"Zahra, itu Zahra." sebuah suara kembali terdengar. Para penduduk melihat Zahra melalui jendela kamarnya. Beberapa orang hendak menolong gadis tersebut. Zahra sudah berdiri di atas jendela, pemadam kebakaran akan membantunya untuk keluar. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat mendengar sebuah suara lain berasal dari kamar yang berbeda.
"Zahra, suara itu terdengar berat. Namun Zahra sangat mengenalinya. Dia kembali masuk ke dalam kamarnya membiarkan pemadam kebakaran berteriak mencoba menghentikan gerakannya. Zahra kembali membuka pintu, api yang besar terus berkobar. Dia mengambil selimut dan menerobos api. Tujuannya adalah kamar sang ibu yang terletak tepat di sebelah kamarnya. Sebab suara itu berasal dari sana.
Zahra mendorong pintu kamar ibunya, dia pun melihat sosok seorang wanita paruh baya yang tersungkur di lantai dengan tubuh yang sudah terlelap api. Wanita itu hanya bisa ter mangu melihat kejadian di hadapannya.
"Pergi! Pergi!" di saat-saat yang paling menegangkan, di saat-saat yang paling menyakitkan wanita paruh baya itu masih mengkhawatirkan keadaan putri kesayangannya. Dia meminta agar Zahra segera pergi dan sana. Tetapi gadis itu tak mendengar permintaan ibunya. Dia membuka selimut dan mencoba memadamkan api yang ada di tubuh wanita paruh baya itu. Tanpa diketahui sebuah kayu yang sudah terbakar jatuh menimpa tubuh Zahra. Wanita itu pun terjatuh pingsan tak sadarkan diri.
***
Sayap-sayap dia mendengar sebuah suara. Zahra mulai membuka matanya perlahan. Mencoba mengingat kembali apa yang terjadi sebelum dia memejamkan matanya. Bayangan sang ibu dengan tubuh yang dilumuri api kembali terbayang dalam pikiran wanita tersebut. Hal itu membuat dirinya segera terduduk karena rasa takut.
Wanita itu mendapati dirinya berada di dalam sebuah kamar yang sepi. Tidak ada seorang pun yang berada dalam kamar tersebut. Dia hanya sendirian namun sebuah suara kembali mengagetkannya.
"Tidak Pa. Bagaimana mungkin aku menikah dengan wanita seperti dia? Aku tidak mau Pa?" jawab Arya.
"Jika kamu tidak mau, Papa akan menyerahkan semua harta papa kepadanya!" tegas sang ayah.
"Apa? Kenapa harus aku yang bertanggung jawab? Semua ini bukan kesalahanku Pa?" jawab Arya yang tidak terima dengan permintaan ayahnya.
"Keputusan Papa sudah bulat. Kamu boleh tidak menuruti permintaan Papa, tetapi konsekuensinya adalah kamu kehilangan semuanya." setelah berkata seperti itu pria itu pergi begitu saja. Meninggalkan Arya dalam keadaan bingung dan marah sendirian.
"Sudahlah, Arya! Ikuti saja kata-kata papamu!" imbuh seorang wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Arya.
Pertengkaran itu terdengar jelas di telinga Zahra. Tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Dia bahkan tidak tahu di mana dia berada sekarang. Apa yang terjadi kepada ayah dan ibunya. Apakah mereka juga selamat seperti dirinya.
Pintu kamar itu terbuka, seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar tersebut. Wanita itu menunjukkan senyuman kepada Zahra. Terlihat sangat jelas bahwa wanita itu adalah wanita yang sangat ramah.
"Kamu sudah bangun? Sejak kemarin kamu tidak sadar akan diri. Istirahatlah sebentar, bibi akan meminta pelayan membawakan makanan.
'Bibi? Apakah wanita ini adalah pembantu rumah tangga? Di manakah sebenarnya aku berada? Kenapa tiba-tiba aku ada di sini?' batin Zahra pun bertanya.
"Maaf, sebenarnya aku ada di mana? Siapa pemilik rumah ini? Kenapa aku ada di sini? Dan bagaimana keadaan ibuku?" tanya Zahra. Wanita paruh baya itu tersenyum, dia melangkahkan kaki mendekati Zahra lalu duduk di samping ranjang.
"Ini adalah rumahmu yang baru. Kami minta maaf, tetapi kedua orang tuamu tidak bisa diselamatkan!" ucap wanita paruh baya itu kepada Zahra.
Zahra tak bisa percaya dengan berita yang dia dengar. Bagaimana mungkin kedua orang tua merupakan satu-satunya keluarga yang dia miliki meninggalkan dirinya begitu saja. Zahra mulai menangis. Dia tidak peduli dengan semua makanan yang dihidangkan di atas meja di dalam kamarnya. Dia tidak peduli dengan semua keadaan yang menimpa dirinya. Wanita itu hanya bersedih mengingat kedua orang tua yang sangat dia sayangi.
***
Keesokan paginya, seorang pria parah baya menghampiri Zahra. Wajah pria itu terlihat familiar di mata Zahra. Dia mengurutkan kening mencoba mengingatnya. Tetapi sama sekali dia tidak mampu mengingat pria tersebut.
"Zahra, bagaimana keadaanmu saat ini. Apakah kamu baik-baik saja?" tanya pria itu.
Zahra tak menjawab kata-katanya. Dia masih tak mengenali pria yang kini berdiri di hadapannya. Dia juga masih bingung dengan keadaan yang menimpa dirinya. Zahra berada dalam penderitaan yang sangat dalam.
"Bersiaplah karena kamu akan segera menikah!" ucap pria paruh baya itu sambil membelai kepala Zahra. Gadis itu kembali bingung. Siapakah pria tersebut dan apa yang baru saja dia katakan. Bagaimana mungkin Zahra bisa menikah? Lalu dengan siapakah dia akan menikah. Begitu banyak pertanyaan yang ada di dalam hatinya tetapi tidak satu orang pun yang bisa menjawab pertanyaan dari dirinya. Begitu banyak pertanyaan yang menghantui hati dan pikirannya tetapi tidak ada satu orang pun yang bisa menjelaskan semua masalah yang ada di dalam hatinya.
Seorang wanita paruh baya kembali hadir memasuki kamar Zahra. Wanita itu datang tidak sendirian, kita itu datang bersama beberapa wanita lainnya dengan membawakan banyak sekali barang-barang. Diantaranya adalah gaun pernikahan.
"Kita akan segera bersiap. Kamu akan segera menikah!" wanita paruh baya itu berkata.
"Tidak, aku tidak mau menikah. Siapa sebenarnya kalian? Kenapa kalian memaksa ku? Aku tidak mau mengikuti keinginan kalian!" tolak wanita itu.
"Turuti saja perintah kami. Karena kamu tidak akan bisa menolaknya. Jika kamu menolaknya, kamu akan mendapatkan siksaan. Kamu bahkan tak akan pernah mengetahui di mana ibumu dikuburkan." itu adalah nada ancaman yang menakutkan bagi Zahra. Kemanakah wanita itu akan meminta tolong. Mengapa keadaan benar-benar membuat dirinya tak mampu berbuat apa-apa. Wanita itu hanya bisa kembali menangis menyadari kehidupan yang begitu menyedihkan.
Zahra hanya menundukkan kepalanya. Meski berulang kali dia mencoba memberontak, tetapi orang-orang itu tak mau mendengarkan kata-katanya. Mereka terus memaksa agar Zahra melakukan apa yang mereka inginkan.
Akhirnya gadis itu menyerah. Terpaksa menerima pernikahan itu. Dia sudah tak mampu melawan segalanya.