webnovel

~ 25 ~

Diva sudah berbaris rapih bersama belasan siswa/i lain di pinggir lapangan. Berbaris melebar membentuk 2 Shaf. Diva berdiri di barisan terdepan di sisi paling pojok sebelah kiri, sementara di belakang nya kosong karena jumlah siswa/i yang di hukum berjumlah ganjil.

"Kalian! Pindah baris ke sini," Ucap Bu Lisa yang sudah berdiri di tengah lapangan sembari menunjuk ke arah mereka.

Mendengar instruksi yang tadi Bu Lisa berikan, para siswa/i pun menurut tanpa banyak menuntut. Berbaris seperti semula di tengah lapangan dengan menghadap langsung ke arah Bu Lisa dan tiang bendera.

"Aba-aba saya ambil alih. Istirahat di tempat! Grak!"

Dengan malas dan wajah yang ditekuk Diva melakukan gerakan istirahat di tempat, begitu pula dengan yang lain.

Mata Bu Lisa menatap mereka yang dihadapan nya satu persatu. "Selamat pagi anak-anak!"

"Pagi, Bu." Balas siswa/i dengan posisi siap kemudian kembali ke posisi semula.

Diva menunduk. Menatap kedua kaki nya yang terbuka lebar setara dengan posisi bahu nya. Rasanya ia enggan untuk mengangkat dagu, menatap ke arah Bu Lisa yang tengah memberi wejangan di depan nya.

Dirinya bukan takut untuk menatap langsung guru itu. Hanya saja, ia nampak tak nyaman dengan tatapan seorang pria yang berdiri setia di samping Bu Lisa.

Dialah Fabian, yang masih lengkap dengan atribut upacara. Tangan kanan Bu Lisa, murid yang cukup di percayai nya walau kadang ia suka berulah. Masih dengan tatapan tajam nya ia terus menatap Diva. Fabian tahu kalau gadis itu tidak nyaman, tapi Fabian menyukai nya.

"Paham semua?" Tanya Bu Lisa selepas memberikan wejangan panjang mengenai tata tertib sekolah yang harus di patuhi dan ia tak akan mentolerir siapa saja yang kembali melanggar peraturan.

"Paham, Bu." Jawab mereka kembali serempak. Walau ada beberapa yang menanggapi nya dengan malas.

"Baiklah. Selanjutnya saya serahkan kepada Fabian. Dia yang akan menindak lanjuti pelanggaran kalian." Bu Lisa pun pamit pergi dan menghilang di balik ruangan BP.

See, Fabian memang murid kepercayaan nya.

"Please, gak usah caper." Batin Diva mencibir. Entah dari sejak kapan ia malas dengan pria yang tengah menyeringai menatap nya itu.

Melepas tatapan pada Diva, Fabian maju selangkah. Terdengar bisikan-bisikan saat Fabian mengambil posisi lebih dekat dengan mereka. Terutama dari siswi yang memuja ketampanan pria itu. Terkecuali Diva tentu nya.

"Gila! Cakep bener sih tuh orang kalo di liat dari Deket."

"Njir! Ga kuat."

"Ah! Kalo gini gua rela di hukum setiap hari."

Diva langsung memutar bola mata nya malas. Jelas sekali ia mendengar itu semua. Cemburu? Seperti nya tidak. Diva mendongakan kepala, menatap Fabian.

Pria itu masih menyeringai namun kini sudah tidak lagi menatap ke arah nya, melainkan menatap lurus kedepan. Diva mencibir sikap pria itu yang congkak ketika mendengar pujian.

"Ekhem!" Fabian berdeham, keadaan langsung hening. "Okay, sesuai perintah Bu Lisa. Saya yang akan menindak lanjuti kalian."

"Kalian akan di hukum dan mengisi buku pelanggaran sesuai dengan jenis pelanggaran kalian."

Diva sudah pasrah. Ia saja lupa berapa banyak poin pelanggaran yang sudah ia kumpulkan. Dan sekarang, akan di tambah 10 poin lagi akibat atribut upacara yang tidak lengkap.

"Gapapa, Kak. Saya ikhlas di hukum kakak." Sahut siswi kelas XI dengan rambut terurai yang berdiri tepat di depan Fabian. Lihat saja baju seragam nya menempel dengan ketat di tubuh nya, sudah pasti dia perempuan hits SMA Nusa Bangsa.

Fabian terkekeh. Dari ekor matanya ia dapat melihat Diva dengan wajah bete-nya.

"Berisik cabe." Diva kembali membatin. Ia bukan nya cemburu. Ia hanya muak dengan wajah congkak pria itu.

"Hahaha, okay. Sebagai hukuman nya kalian hormat bendera dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars SMA Nusa Bangsa di ulang sebanyak tiga kali."

Terdengar helaan nafas dan beberapa keluhan yang dominan berasal dari siswa pria. Sedangkan siswi wanita hanya mengangguk menuruti kata mantan ketua OSIS itu.

"Kamu, yang di pojok sana!" Fabian menunjuk Diva. Sontak seluruh siswa/i yang di hukum pun langsung menoleh ke arah Diva.

"Eh!" Diva menegang di tempat. Dirinya terkejut saat namanya di panggil. "Saya, kak?" Katanya sembari menunjuk dirinya.

"Iya, Kamu. Tolong aba-aba temen kamu, untuk hormat ke bendera!" Perintah Fabian.

"Ck! Mau nya apaan sih!" Ucap Diva kembali membatin.

Diva berdeham menetralisir suaranya. Menarik nafas dalam dan siap memberi aba-aba. "Hormat, Grak!"

"Ulangi!" Seru Fabian, lelaki itu bersedekap.

Diva menghela nafas kasar. Gadis itu berusaha menahan emosi nya. "Hormat, grak!"

"Ulangi lagi! Pandangan kamu jangan kebawah dong. Tapi, natap lurus ke depan."

Diva mengusap wajah nya gusar. Ia menegapkan badan menatap lurus kedepan dengan wajah datar nya. "Hormat, Grak!"

"Kepada sang bendera merah putih, Hormat Grak!" Fabian mengoreksi, menyindir Diva untuk mengulangi aba-aba nya lagi.

Diva berdecak kesal. Sementara siswa/i lain mengeluh, menganggap Diva mengulur waktu yang akan mengakibatkan mereka semakin lama berdiri di lapangan karena kesalahan nya.

"Woi! Yang bener dong, panas nih!" Ucap gadis yang tadi menggombal ke Fabian. Tangan nya berkuteks merah menyala itu mengibas tepat di depan wajah nya.

"Kelamaan, lo. Panas nih!" Sambung Siswa pria dengan tampilan urak-urakan itu.

Diva menggigit bibirnya berusaha menahan tangis. Dadanya terasa sesak, Fabian kembali mempermalukan nya.

"K-kepada bendera merah putih. Hormat, Grak!" Setelah susah payah mencoba, akhirnya Diva bisa mengaba-aba kan teman nya. Walau suaranya yang terdengar bergetar, karena ia menahan tangis. Ia kembali menundukkan kepalanya, dengan posisi tangan membentuk posisi hormat.

Fabian kembali berseru sebelum para siswa/i memulai nyanyian mereka. "Selama kalian menyanyikan lagu Indonesia rasa dan mars SMA Nusa Bangsa. Semua pandangan ke atas menatap bendera."

Sontak, Diva langsung mengadahkan kepala menatap bendera yang tengah berkibar di tiup angin pagi. Hatinya kembali mencibir karena Fabian menyindirnya. Satu alasan lagi yang ia dapat untuk membenci pria itu.

"Indonesia tanah air ku..."

Para siswa/i yang tengah di hukumnya pun menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan hikmat dan kompak.

Fabian menjalankan amanat dari Bu Lisa dengan baik, ia mengawasi mereka untuk menjalankan hukuman dengan benar. Mata lelaki itu mengedar menatap satu-persatu ke arah mereka yang tengah dihukum. Mencari siapa yang tidak menjalankan hukuman dengan benar, maka bersiaplah mendapat sanksi tambahan yang sudah ia persiapkan.

Pandangannya terhenti menatap gadis yang berdiri di pojok kiri barisan. Fabian memergoki gadis itu yang terlihat terganggu karena sinar matahari. Ada rasa tak tega dari lelaki itu yang sengaja memerintah mereka untuk menatap tepat ke arah bendera.

Diva, gadis itu berulang kali memicing. Sinar matahari seolah langsung menusuk ke mata nya yang tak terhalang apapun. Tangan nya tergerak mengucek kedua mata milik nya untuk mengembalikan pandangan matanya yang mulai kabur.

Setelah di lihat-lihat Fabian ternyata hanya Diva yang tidak memakai topi, selebihnya melanggar peraturan karena tidak memakai ikat pinggang. Hal yang sering di sepelekan namun dapat mengakibatkan poin dan dan hukuman.

Fabian berinisiatif menghampiri gadis itu. Fabian mengehentikan langkah tepat di hadapan nya. Tubuh tinggi nya menghadang sinar matahari yang mengenai Diva. Secara tak langsung mata teduh milik Diva bersibobrok dengan mata tajam pria itu. Hal itu bertahan selama beberapa detik, sampai akhirnya Diva kembali menunduk memutus tatapan mereka.

"Gua kan udah bilang jangan nunduk." Kata Fabian. Ia menyelipkan tangan nya di kedua saku celana. Sedikit menunduk, ia masih memfokuskan pandangan kepada gadis di depan nya.

Tangan Diva gatal ingin sekali menampar wajah pria itu. Membuat beberapa luka memar di wajah tampan nya tidak salah kan?

"Tatap ke atas. Liat ke bendera. Atau mau hukuman lu bertambah?" Suara Fabian terdengar pelan, namun penuh dengan ancaman.

Diva memejamkan mata nya sekilas. Menarik nafas dalam mencoba meredakan emosi nya yang sudah sampai di ubun-ubun. Ia langsung mengadahkan kepala, dan matanya kembali bertemu mata pria itu.

"Lo ngehalangin bendera." Yang benar saja, bagaimana Diva bisa melihat ke bendera kalau Fabian menghalangi nya.

Fabian diam. Namun matanya masih menatap gadis itu. Tatapan tajam nya seolah tengah menelanjangi Diva secara terang-terangan. Diva menjadi salah tingkah. Diva menggigit bibirnya merasa tak nyaman. Semoga saja Fabian tak mendengar degupan jantungnya.

"Lo ngehalangin bendera," Kata Diva lagi. Tidak kah Fabian mendengarnya. Diva sudah benar-benar muak di buatnya.

Tanpa di duga Fabian melepas topi yang ia kenakan. Dan dengan telaten memakai kan topi tersebut di kepala gadis itu.

Deg deg deg

Irama jantung Diva semakin berpacu dengan cepat. Sial! Dia bingung sendiri perasaan nya. Perasaan nya tidak menetap, berulang kali gadis itu mendoktrin dirinya untuk tidak lagi mencintai pria itu. Namun tubuh nya bahkan jantung gadis itu makin tidak terkontrol kalau sudah dekat Fabian.

"Kalo pusing, bilang." Katanya pelan, namun terselip perhatian di dalam nya. Ia pun berlalu berdiri di posisi sedia kala.

Diva menekan kan pada dirinya agar tidak mudah baper atas perlakuan Fabian. Sikap pria itu seperti bunglon, bisa berubah setiap saat.

Selesai menyanyikan lagu kebangsaan yang di ulang 3 kali, selanjutnya mereka pun menyanyikan mars SMA Nusa Bangsa tak kalah hikmat.

Selanjutnya, siswa/i pun secara terpaksa harus mengisi poin di buku pelanggaran atas nama mereka masing-masing. Jangan harap bisa melarikan diri untuk tidak mengisi buku itu, karena Fabian masih setia menjalankan amanat nya dengan baik.

TBC.

Gimana nih? Fabian makin ngeselin gak di mata kalian? Hehehe. Buat yang nunggu2 pembalasan dendam Diva, mungkin dua chapter kedepan bakal di mulai. Siap2 aja yaa...