webnovel

Posesif Bos

"Aku suka kamu!" Tiga kata terlontarkan dari mulut seorang lelaki yang amat di kesal oleh Helen sendiri. Antara terkejut, shock, waktu berhenti seketika. Helen Jovanka Kimberly harus bersabar menghadapi Bos sinting yang selalu ia juluki tersebut. Kehidupannya yang terus di ganggu setiap hari, setiap saat hingga setiap waktu. Bagaimana untuk kehidupan Helen bisa dirinya mengatasi semua cobaan di alami pada Bos sinting itu?

Lsaywong · 现代言情
分數不夠
35 Chs

Pompa Air

Hari ini Bryan dan Helen sedang jalan-jalan di kota Jakarta. Mumpung libur panjang, Bryan ingin mengajak Helen ke suatu tempat mungkin tempat yang unik ada di Jakarta Pusat.

Namanya adalah Twins House, disana ada beberapa kuliner sajian makanan yang lezat. Barang kali benar kenyataan dapat kembar.

Sambil perjalanan menuju ke Twins House, Bryan basa-basi dulu tanya rencana bulan madu kemana.

"Kamu mau bulan madu dimana, sayang?" tanya Bryan sedang mengemudi.

"Ehm.... Aku maunya bulan madu di kampungku," jawab Helen lirih

"Kampung kamu?"

"Iya, kampung aku itu indah loh pemandangannya, jauh lebih indah dari kota lain!"

"Benarkah?"

"Iya, pokoknya sejuk dan dingin, seperti suasana Korea kalau kamu tahan suasana suhu udaranya."

Helen membanggakan kampung halamannya yang ada di Sumatera Utara. Kota kelahiran Helen, indah dan sejuk. Selama kerja di kota tetangga Helen sudah lama tidak pulang ke kampung halamannya. Pasti sudah pada berubah tempatnya.

"Yakin bulan madu disana?" tanya Bryan sekali lagi.

"Yakin!"

"Tidak mau bulan madu di Singapura, Korea atau mana saja," Bryan minta usulan barang kali dia mau.

"Tidak! Kampung aku tidak kalah indahnya dari negara lain! Lahir di Indonesia seharusnya keliling di Indonesia dong! Kalau bisa, aku ingin Travel seluruh Indonesia, alam negara sendiri lebih sejuk, loh," balas Helen membanggakan Indonesianya.

"Iya deh, lusa kita bulan madu di sana."

"Lusa?! Cepat banget! Ayah dan Ibu saja masih di sini!"

"Tidak apa-apa berdua saja, untuk apa ajak mereka. Yang bulan madu kita berdua bukan mereka, masih ada Deon juga di sini! Aku itu mau cepat punya anak, sayang!" Mulai lagi Bryan menggombali mesum.

"Dasar otak mesum!" umpat Helen.

"Mesum begini kamu mau juga, kan!" Balas Bryan enggak mau kalah juga.

Mereka sampai twins house, sangat unik tempatnya, apalagi di dalam rumahnya sejuk dan adem. Banyak sajian yang enak di sini. Helen dan Bryan masuk ke dalam duduk sambil melihat menu di depan mereka.

Tempatnya pun enak bisa santai sambil berfoto-foto. Helen seperti biasa memesan makanan yang spesial di sini ala barat spageti, kalau Bryan nasi sayang, biar makin sayang sama istrinya.

****

Deon tengah disibukan beberapa proposal di atas mejanya, masih belum kelar. Sedangkan Nina sudah kelelahan menunggu Deon untuk pulang sampai ketiduran di meja kerjanya.

"Ini banyak yang salah, loh, Nin ... kamu bisa kerjainya dengan benar enggak sih? Nin ... Nina?" Deon mengangkat kepala tidak ada sahutan dari Nina.

Deon berdiri dari tempat duduknya menghampiri meja kerja Nina, di sana Nina sedang tertidur kedua tangan di lipat sebagai bantal kepalanya. Deon memperhatikan wajah Nina sebenarnya imut dan manis kalau sedang tidur, cuma kadang bikin Deon kesal sendiri sama sikapnya tidak mau mengalah.

Disingkirkan anak rambut menutupi wajahnya, sungguh nyenyak tidurnya. Deon mulai mendekati wajahnya pada wajah Nina, hampir mendekati namun mata Nina terbuka lebar-lebar membuat Deon tercekat diam di tempat.

Mata mereka bertemu cukup lama tatapan mereka berdua, jantung Nina makin berdegup kencang tidak tahu harus diapakan debaran ini. Mungkin akan terdengar oleh Deon jantungnya berdegup tidak normal sekarang.

Deon menjauhkan wajahnya kemudian mengatur tenggorokannya. Nina bangun membenarkan rambutnya yang berantakan itu. Masih menguap rasa mengantuk benar menyerang dirinya.

"Sudah selesai? Saya mau pulang sudah mengantuk banget!" Nina bertanya pada Deon.

Deon bangkit dari duduknya kemudian ke meja kerja tersebut. Merapikan mejanya yang berantakan itu, sudah hampir selesai pekerjaannya tinggal sedikit lagi. Nina menunggu jawaban dari Deon tidak disahuti.

Nina pun tidak pedulikan dia, ia pun lebih baik pulang langsung, rasa kantuknya tidak tahan lagi.

"Tunggu sebentar, pulang sama-sama. Sebentar lagi saya selesai." Deon bersuara saat Nina baru akan melangkah kakinya arah lift.

Nina menghela napas, ia berputar badannya, dan wajahnya hampir mencium bibir Deon. Mulai sejak kapan Deon ada di belakangnya. Deon sih senyum tipis panjang terbit di wajahnya.

Cup!

Kecupan sedetik membuat Nina kaku diam, Deon kembali ke mejanya lanjut kerjaannya, mata Nina melirih Deon sesekali

Kenapa dia? Aduh... ~ batin Nina.

****

Hari sudah mulai gelap duduk sambil bercengkerama di twin House telah lupa waktu bersama Helen dan Bryan tentunya. Mereka membahas rencana bulan madu untuk beberapa minggu. Sampai membicarakan soal anak dari Bryan, Helen lebih banyak menjawab seadanya. Tiap hari main pompa air bikin Helen lelah. Otak mesum Bryan tidak bisa diremkan.

"Sayang, kamu ingin anak laki-laki atau perempuan? Hmm ... kalau enggak kembar saja biar kayak rumah ini twin House," celoteh Bryan

"Hem...."

"Kamu kenapa sih? Dari tadi hem-hem mulu. Tidak mau punya anak dari aku?" Bryan mulai lesu.

"Puasa dulu ya, sepertinya aku kedatangan tamu. Perut aku sakit nih!" ucap Helen bersuara

"Kok puasa sih? Berapa hari puasanya?"

"Mungkin seminggu," jawab Helen lirih, padahal dirinya tidak sedang dalam keadaan datang tamu.

Dia lagi ingin tidur nyenyak, kalau tidak, kapan kelarnya sih suami mesum ini. Helen sebenarnya juga pengin cepat punya anak. Cuma tidak mungkin main pompa air terus. Amsyong badan Helen, dilirih sebentar Sepertinya Bryan merengut deh. Kalau wajah lagi cemberut Helen ingin senyum terus. Karena dia juga Helen jadi makin cinta sama dia.

Rindu sama posesifnya, kalau saja bisa lama pacaran mungkin Helen bisa makin cinta mati sama Bryan. Momen yang diingat Helen waktu pertama lamar kerja di perusahaan miliknya, benar-benar itu bikin detak jantungnya berdegup kencang.

Bagaimana tidak, pertama melihat atasannya ganteng terus menyebalkan, tetap saja setia menuruti perintahnya. Kembali ke Deon, Nina duduk di depan meja kerja Deon. Deon masih koreksi proposal di depannya. Nina menguap beberapa kali sampai tangan menahan kepalanya dan akhirnya kedua mata miliknya kembali terpejam.

Gerakan kepalanya naik turun saking mengantuk, sehingga kepala yang ditahan oleh satu tangannya tidak seimbang, Deon yang menahan kepala Nina agar tidak membentur ke meja keras itu. Bisa-bisa Nina marah besar kalau jidatnya benjol karena tidak dilindungi.

Cukup 2-3 kali mendapat pukulan maut dari Nina, si wanita labil ini. Deon suka, tapi, seberapa kasarnya dia. Tetap saja Deon sayang sama dia, pertama melihat Nina di meja sekretaris saja sudah terpukau banget sama Deon.

Deon jadi tidak fokus sama kerjaannya cukup melihat wajah wanita manis di depannya sedang tertidur lelap karena lama menunggu dirinya. Dirinya pun ikut terlelap ke alam mimpinya.

****

Di apartemen, Bryan terus membujuk Helen main pompa air sekali saja, tetap Helen tidak memberikan. Bryan sampai merajuk, uring-uringan kayak anak kecil tidak di berikan permen sama mamanya. Helen menolak karena ia lagi lelah. Semalaman sudah main, masa hari ini main lagi.

Helen ke dapur masak sesuatu, mungkin masakannya ampuh untuk suaminya yang sedang merajuk itu. Bryan terus berjuang agar istrinya mau menuruti perintahnya. Terus saja Bryan mengusik istrinya di dapur cari perhatian padanya, cium pipinya, peluk dirinya segalanya Bryan lakukan tetap tidak ada tanggapan.

"Ya sudah kalau tidak mau main pompa air, aku main sama kencan buta saja. Mungkin dia mau." Bryan mulai mengeluarkan ponsel dari celana panjangnya.

Helen yang mendengar langsung menghentikan aktivitas memasaknya, lalu merampas ponsel dari tangan suaminya. Bryan sengaja agar istrinya cemburu, Helen mulai mengecek ponselnya. 'Go-Food?' - batin Helen.

"Cemburu kalau aku main pompa air sama kencan buta? Makanya turuti perintah suami kalau tidak mau dicemburui." Bryan mulai menggoda istrinya.

"Tidak akan! Siapa yang cembu—"

Belum juga selesai bicara, Bryan sudah menyosor saja bibirnya. Helen melingkar kedua tangannya pada leher suaminya. Bryan mengangkat tubuh Helen masuk ke kamar, kembali memulai permainan pompa air hingga basah.