Dua minggu, Anna melewatkan waktunya dirumah Nathan Narendra.
Walaupun dia semakin resah dengan penerawangan yang tidak membuahkan hasil apa-apa. Kedati Anna sedikit senang sebab semakin hari—Ia semakin menjadi akrab dengan Crystal Narendra.
Mereka selalu mengobrol sembari memasak di sore hari. Bahkan Crystal mengajari Anna cara membuat berbagai olahan yang gampang dipelajari, seperti nasi goreng ataupun telur dadar. Lantaran wanita bernama Tsuyoi Sentoki ini bahkan tidak tahu cara memasak air menggunakan kompor.
Di sisi lain, Nathan jua selalu tersenyum ketika pulang ke rumah, dia bahkan tidak pernah absen menerbarkan pesonanya pada pengawal serta Jodi. Semakin lama—semakin terpikat oleh Tsuyoi Sentoki tersebut.
Anna membuat hati psikopat lumutan itu berubah menjadi berbunga-bunga, terkadang dia bersenandung saat melakukan pertukaran barang—sampai Alam saja gemas ingin mencubit pipi Kakaknya tersebut.
Nathan malahan tidak memberi Anna kesempatan untuk membantu. Kesepakatan dua kali lagi bekerjasama tidak dia gunakan hingga Anna kesulitan untuk pergi. Nathan juga memang sebenarnya... Sudah tiga kali mendengar bisikan Renata agar Ia dan juga adiknya melarikan diri.
Namun seorang Nathan Narendra sedang dalam fase tidak peduli, seketika menjadi orang yang baik-baik saja. Karena prinsipnya berubah dengan Ia yang akan fokus merindukan kedua adiknya dan Maya. Ah... Hanya merindukan dua orang wanita di rumah saja maksudnya.
Karena Alam sekarang selalu ikut kemana pun dia pergi. Tentu saja Jodi sudah menjadi satu paket komplit dengannya.
(Lagi apa Ann?)
(Buat kue)
(Wihh, Aku akan pulang cepat Ann. )
(.)
Bersama dengan itu—kesibukan di tengah kemelut erangan para korbannya kali ini. Bertukar pesan dengan Tsuyoi Sentoki yang selalu diawali oleh Nathan merupakan rutinitas terdepannya kala ini. Dia merasa seakan terbang ke angkasa meski hanya dibalas dengan pesan teks berisi titik saja oleh Anna.
Seketika pensiun juga melakukan eksekusi. Jika sewaktu-waktu Anna menyentuhnya, dia hanya akan ingat erangan orang saja serta tidak akan menyebabkan Anna mual. Semuanya diserahkan kepada Alam dan Jodi. Nathan hanya saksi bisu yang terus bolak balik membaca pesan singkat dirinya dengan Maya.
Tsuyoi Sentoki itu juga hanya bisa dihubungi ketika Lusi pulang dari Zoger. Lantaran cenanyang itu tidak menginginkan benda pintar satu ini meski Nathan sudah dua kali memberinya hadiah ponsel.
***
"Anna?" teriak Nathqn. Hal itupun juga merupakan kebiasaannya selama empat belas hari ini—tempo memasuki rumah. Nathan dengan rutin akan selalu mencari keberadaan cenayang diurutan pertamanya. Senyuman yang terlukis itu samar terkikis perlahan taatkala merasa tidak ada tanda-tanda keberadaan orang yang dia cari.
"Crystal?" teriak Alam pun sama memanggilnya. Keheningan membuat mereka berdua bertukar pandang sejemang. Lantas bergegas lari—naik memeriksa kedua kamar Crystal dan Anna, "Tidak ada!"
Derap langkah Kakak beradik ini bersaing, memacu kecepatan memeriksa setiap sudut kamar. Sedangkan Jodi mencari di bagian lantai bawah dengan beberapa ajudannya. Kamar utama yang dihuni Anna pun sama saja, "tidak ada."
"Kakak!" Jodi berteriak. Membuat keduanya berhambur—turun menuju jodi yang berada di dapur. Napas Nathan dan Alam tersegal, bersamaan dengan pistol yang disiagakan saling berdentum.
Kedua raga tersebut gemetar dipijakan, sebagaimana pemandangan yang mereka lihat. Tumpukan jasad para ajudan penjaga rumah tengah memenuhi dapur. Nathan mundur ketika cairan merah pekat bercampur aduk dengan bubuk coklat dan tepung menghampiri sepatunya.
Alam menekan tombol pada knop pintu untuk masuk kedalam ruang rahasia di balik lemari gelas antik. Keadaannya pun sama—dengan pengawal Nathan yang terluka parah berserakan di lantai. Padahal ruangan ini hanya diketahui oleh Alam, Crystal serta Jodi. Bagaimana bisa sampai ada pertempuran di sini.
"Arghh," rintihan seseorang membuat mereka menghampirinya. Nathan menekan luka pada perut yang terus mengucurkan cairan kental tersebut, "Siapa?" tanya Nathan langsung pada inti.
"Henry," sebuah kejutan luar biasa bagi Nathan dan Alam. Sebab pamannya itu selalu bersembunyi serta menganggu mereka dari jarak jauh. Kenapa sekarang menyatakan deklarasi perang secara terang-terangan.
"Ce–pat," tambahnya. Nathan paham bahwa artinya mereka baru saja pergi, Ia beserta Alam dan ajudannya langsung menuju halaman belakang untuk mengejar manusia yang berani lancang padanya. Kemudian Jodi menjadi satu-satunya orang yang akan menolong para korban tersebut.
Posisi ini sudah diatur dari dahulu kala—ketika mereka terdesak seperti sekarang. Jodi disibukan dengan menelpon belasan ambulance serta dokter yang sudah sepakat bekerja sama dengan Nathan.
Memilah siapa yang masih bisa diselamatkan atau yang seperti sekarang sedang diperiksa Jodi. Nadinya lemah, kedua kakinya patah serta—tebasan di leher membuat dia terpaksa ditembak mati. Tujuannya hanya agar dia tidak lagi menerima rasa sakit lebih lama.
Itulah kenapa banyak yang mau bekerja dengan Nathan, bahkan separuhnya adalah orang-orang kelam yang kini berpakaian rapi dan bersetelan bagus hanya karena berada di atap kacau miliknya.
"Diam!" Nathan berintruksi sesaat setelah mereka sampai didepan hutan. Memejamkan mata adalah hal yang bisa dia andalkan saat ini, sebab hanya ada satu jalan menuju rumahnya, lantaran tadi mereka melewati jalan tersebut. Berarti Reynard menggunakan jalur hutan.
"Aku bilang DIAM!" bentak Nathan. Dia hanya mendegarkan deru napas tim nya yang terengah. Mencoba fokus lagi dengan menerobos—menangkap suara burung hantu. Mencari lebih jauh hingga menangkap suara serigala yang mendengus, kemudian... Arkhh!
"Anna!"
Nathan langsung secepat kilat menggerakan tungkainya. Begitupun dengan Alam yang mengimbangi jalan. Tidak peduli dengan para pelindung mereka yang tertinggal jauh, Nathan merasa Alam saja cukup karena adiknya itu pandai menyamakan langkah serta kecepatannya.
Dengan mengandalkan cahaya bulan, serta mengatur napas kasar, Nathan hapal—jalur yang sempat dipakai pelarian Anna sebelumnya.
Merupakan rawa.
Dor dor! Nathan dan Alam menembak empat pengawal Henry yang hendak membuang Anna di rawa, spontan wanita itu tersungkur ke tanah sampai meronta untuk segera dilepaskan.
Tsuyoi Sentoki panik—melihat lumpur yang mengeluarkan banyak gelembung. Membuatnya meronta kecil kehabisan tenaga, sebab tali sama yang mengikatnya di jepang ini—berhasil menguras kembali energi miliknya.
"Cepat!" pinta Anna. Nathan pun bergegas mengeluarkan pisau ketika Alam stagnan melihat sosok yang keluar dari rawa. Nathan bahkan baru menyadari bahwa tali yang dia lihat dua kali ini ternyata bercahaya.
Pucuk kepala yang mencuat dari dalam rawa membuat Alam gentar. Sedangkan Nathan memperhatikan dengan seksama saat kedua tangannya sibuk melepas tali di kaki Anna. Mahluk itu sepertinya kesulitan untuk keluar memunculkan diri.
Anna menangkup rahang Nathan agar berfokus menatapnya. Membuat kedua wajah itu berserobok sampai Nathan tidak paham apa yang harus dia lakukan. "Ikuti," pinta Anna.
"Pepromeno apodekto," tutur Maya. Entah ini benar atau tidak, namun mantra ini merupakan sebuah ucapan—dimana Nathan yang merupakan orang pilihan tersebut, akan berlapang dada menerima kekuatan dari leluhurnya.
"Pepromeno apodekto..." ucap Nathan. Ia merunduk menelisik badannya, sebab terasa ringan dan bertenaga menyergap cepat dalam tubuh. Kemudian membulatkan mata—taatkala Anna menarik kepalanya. Membuat detak jantung Nathan tidak karuan ketika Tsuyoi sentoki itu mengecup singkat.
Lantaran Nathan kali ini dapat melihat cahaya oren yang keluar dari mulutnya tersebut berbondong-bondong tertarik masuk kedalam tubuh Anna. Tsuyoi sentoki itu berubah menjadi segar bugar kembali setelah mendapatkan energi dari Nathan.
Kemudian Ia Meraup segenggam tanah—lantas melemparnya kedalam rawa. Duar!
Seperti granat mini, siluman yang baru saja muncul kepalanya itu—mengerang. Memanggil bala bantuan hingga sampai sekarang. Karena kelakuan Anna tersebut, Ia memunculkan lima kepala dengan gelembung yang semakin banyak dan cepat meletup di permukaan rawa.
"Lusi dalam bahaya, selamatkan dia," Anna menarik Nathan pada dua bilah pohon dikedua sisi tubuhnya. Membaca sebuah mantra hingga membuat angin lebat tiba-tiba menerpa rambut serta rok putih milik wanita tersebut.
Nathan dan Alam terperangah melihat Anna melayang beberapa senti. Malahan berubah memakai jubah merah serta sebelah mata kiri sampai tulang pipi itu terlihat tanpa kulit hingga menonjolkan tulang putih yang membuat Alam merinding semakin hebat.
Apalagi di atas kepala Anna—melayang sebuah lampion berbentuk bunga peoni merah dengan sinar berwarna hijau didalamnya.
Mereka tidak menyadari, kilatan petir berwarna hijau di kedua sisi tubuh Nathan Narendra—karena pria itu menjadi kalang kabut. Banyak hal yang masih belum bisa dia cerna, termasuk melihat Alam Narendra yang geger di sana.
Nathan baru saja akan melangkah menghampirinya sebelum kilatan cahaya membuat tubuhnya menciut dan hilang. Anna menghampiri Alam Narendra yang gentar. Memberinya penuturan untuk fokus dan mengatakan mantra sama dengan kakaknya.
Tidak ada pilihan lain bagi Alam—selain menuruti Anna. Memejamkan mata dan mengucap hal yang menggelitik hati. Sampai Ia membuka kembali atensinya dengan tenang.
Ada perubahan dalam raganya, sebab badan Alam terasa lebih ringan kemudian suasana mencekam tadi, berubah menjadi terasa—biasa saja, "Bantu aku, Deimos," ucap Anna.
*Deimos memiliki arti yaitu sebuah kengerian atau teror, diambil dari tokoh mitologi yunani*
Alam bersiap taatkala melihat lima mahluk tersebut merangkak keluar, dia dapat melihat—setitik cahaya berwarna merah pada leher masing-masing mahluk.
***
Nathan memejam untuk cahaya terlalu terang yang tidak mampu diterima bola matanya. Sampai kini Ia menurunkan tangan yang ikut menghalangi manik— terkejut karena raganya sudah berpijak di tengah jalan raya sepi dan basah.
Suara kencang klason mobil membuat Natahn menoleh cepat ke arah belakang, membelalak kaget ketika sebuah jeep—melaju kencang sebab Natahn belum sempat menghindar. Brak!
Napas Natahn tersegal untuk bisa beradaptasi dengan hal-hal yang membuatnya terperangah. Sebuah mobil jeep berkecepatan 70/Km perjam itu dia hentikan menggunakan lengannya.
"Woah," Nathan mengagumi diri sendiri. Terlebih melihat kap mobil hancur, beserta dua orang di dalamnya tidak sadarkan diri—terantuk.
"Aku kenal kau," ucap Nathan. Dirinya menyeringai ketika melihat lima mobil di belakangnya ikut berhenti. Atensi Nathan—berpusat pada Crystal yang berada di kursi paling depan dengan mulut yang dibekap dengan sapu tangan.
Nathan gentar kala melihat sekertaris Henry membalas seringainya dengan mencondongkan senjata api pada kepala Lusi. Belum sempat Nathan melakukan perlawanan, kedua lengannya spontan terangkat ke atas, apalagi Crystal menggeleng pelan dengan linangan air mata yang membuat bola mata nathan pun melakukan hal sama.
Dia kebingungan harus melakukan apa, terlalu serampangan tanpa strategi—akibatnya nathan menyingkir dari jalanan lantas membiarkan mobil jeep yang di kendarai sekertaris henry itu dengan leluasa pergi.
Bahkan mereka tidak menghiraukan dua orang rekannya yang berada di dalam mobil—tidak sadarkan diri itu. Sekertaris henry menerjangnya hingga mobil jungkir balik saat bergeser dari area jalanan.
Nathan barusaja memikirkan—tentang perjalanan hidupnya mungkin hanya sampai disini ketika dua belas orang mengarahkan senjata api padanya.
Dor! Dor!
To Be Continued...