webnovel

Sahabat yang Sebenarnya.

Keesokan harinya ...

Kevin sedang sibuk memasukkan berkas-berkasnya ke dalam tas saat Noah tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya dengan tergesa.

"Vin, gawat!"

"Tumben lo main nyelonong masuk ke ruangan gue? Biasanya selalu ketuk pintu dulu."

"Nggak sempat! Ada masalah yang lebih penting!" Noah berbicara dengan nada tidak santai, kayak lagi terburu-buru, membuat Kevin menatap bingung sahabatnya itu.

"Ada masalah apaan sih?" tanya Kevin penasaran.

"Kantor cabang Bandung barusan telpon gue, mereka bilang ada salah satu investor kita yang mengaku ditipu dan uangnya dibawa kabur sama salah satu karyawan."

"Hah? Kok bisa?" Kevin terkejut karena tidak biasanya perusahaannya seceroboh ini. Apalagi kalau itu terkait masalah uang, Noah tidak mungkin membiarkan itu terjadi.

"Nah itu masalahnya. Gue sendiri nggak paham gimana ceritanya, makanya ini gue mau langsung ke sana. Lo bisa ikut 'kan?"

"Sekarang?" tanya Kevin.

"Iyalah, masa tahun depan!" balas Noah, membuat Kevin merubah ekspresinya jadi bingung.

Aduh ini gimana ya? Padahal Kevin sendiri sampai sengaja bekerja lembur semalaman di kantor karena ingin menemani Mila hari ini.

"Kenapa? Lo ada agenda penting lainnya?"

Ingin menjawab iya, tetapi dia tidak bisa mengabaikan masalah genting seperti ini.

"Harus banget ya lo ngasih masalah ke gue di saat-saat genting begini?" Kevin rasanya ingin emosi, tapi bagaimana.

"Gue juga nggak mau ada masalah kayak gini kali, Vin. Kalau lo nggak bisa yaudah biar gue aja yang urus," kata Noah.

Dia sedikit kesal dengan perkataan Kevin sebelumnya karena seolah-olah berkata bahwa Noah sengaja memberinya masalah seperti ini.

"Bukan gitu. Tapi ... ah sudahlah susah jelasinnya. Yaudah gue ikut, tapi bentar ya! Gue mau ke lantai bawah sebentar!"

Kevin langsung berjalan melewati Noah setelah itu, membuat Noah berteriak, "Ngapain ke lantai bawah? Kan gue udah di sini!"

Jadi, satu lantai di bawah Kevin itu letak ruangan Noah, lantai tim yang mengurus masalah manajemen seperti masalah SDM ataupun keuangan, yang dibawahi langsung oleh Noah. Biasanya Kevin ke lantai itu hanya untuk bertemu Noah, tidak ada urusan lainnya.

Merasa penasaran, akhirnya Noah mengikuti langkah Kevin. Dia berhasil terkejut saat Kevin justru menarik salah satu bawahannya, yang Noah tahu namanya Vega.

"Pak, mau kemana sih? Eh eh Pak!"

Vega terkejut saat Kevin tiba-tiba menariknya menjauh dari ruangannya. Membuat banyak orang berspekulasi melihat interaksi mereka. Tidak biasanya Kevin berurusan dengan karyawannya, sekalipun level Vega sudah sekelas manajer. Biasanya Kevin hanya berurusan dengan para direktur seperti Noah.

"Ga, gue bisa minta tolong lo ke rumah sakit sekarang?" tanya Kevin to the point.

Sementara Vega justru merasa bingung. "Ke rumah sakit? Memang siapa yang sakit Pak?"

"Nggak usah panggil Pak, panggil kayak biasanya aja. Kita cuma berdua di sini," ujar Kevin, membuat Vega menolehkan kepala ke samping kanan dan kiri. Benar juga! Hanya ada mereka di ruang santai ini.

"Yaudah, siapa yang sakit Kak?"

"Hari ini mamanya Mila dioperasi tapi gue nggak bisa nemenin karena ada masalah penting di kantor cabang."

"Oh, masalah pembeli yang merasa ditipu itu ya, Kak?"

"Ga, please. Kok jadi malah ngomongin kerjaan sih. Gue ngajak lo ke sini itu buat minta tolong biar lo bisa nemenin Mila."

"Bentar bentar! Mila yang Kakak omongin ini Mila siapa sih?"

Kevin mendengkus, di saat genting begini, bisa-bisanya Vega malah gagal paham.

"Pakai acara amnesia lagi astaga! Mila temen lo dari SMA Vega! Adrielle Carmila Oswald."

Di saat itulah, Vega baru menyadari maksud perkataan Kevin. "WHAAAT?? Lo gak bercanda 'kan, Kak? Mamanya Mila masuk ke rumah sakit dan dioperasi hari ini? Kok gue nggak dikasih tahu?"

"Ya makanya ini gue kasih tahu!" Kevin jadi kesal sendiri melihat Vega ini.

Untung Vega anak dari sahabat papanya, untung juga Kevin sudah menganggap Vega seperti adiknya sendiri, kalau tidak mungkin Kevin sudah getok kepala Vega dari tadi.

"Udah pokoknya lo sekarang ke rumah sakit sama temen lo yang kekar itu, siapa namanya?"

"Paul?"

"Ya itu, Paul. Gue titip Mila ya, soalnya gue harus ke Bandung sekarang. Nanti masalah ijin lo sama Paul biar gue yang urus."

Setelah mengatakan itu, Kevin segera melangkahkan kakinya pergi sebelum Vega berhasil menahannya lebih dulu. "Eh eh bentar bentar, Kak!"

"Apa lagi?"

"Kakak tahu dari mana kalau mamanya Mila dioperasi?"

Kevin lagi-lagi mendecih. "Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting sekarang lo buruan ke rumah sakit Harapan Kasih, oke? Gue juga udah ditunggu sama Noah. Udah, gue duluan!"

Kevin benar-benar melangkah pergi setelah itu, membuat Vega lalu berteriak, "EH KAK, ITU PENTING BUAT GUE! LO TAHU DARI MANA???"

Mau sekeras apapun Vega berteriak juga percuma, karena Kevin sudah menghilang dari pandangannya.

***

"MILONG!!!"

Mila terkejut bukan main saat melihat kedua sahabatnya ada di rumah sakit tempat ibunya dirawat. Dari mana mereka bisa tahu? Padahal Mila sengaja tidak memberitahu mereka karena tidak ingin merepotkan.

"Lo bener-bener ya! Kenapa sih nggak cerita sama kita kalau tante Daisy masuk ke rumah sakit?" sergah Vega.

"Iya bener. Lo tuh sebenernya nganggep kita ini sahabat lo enggak sih? Masa' masalah kayak gini kita justru tahunya dari orang lain." Kalau ini giliran Paul.

"Ya sorry, habis gue juga nggak mau ngerepotin siapa-siapa. Eh tapi kalian kok bisa tahu dari mana?"

"Ah iya, soal itu. Lo tahu darimana Ga?" Paul juga bertanya-tanya mengenai itu tadi, tapi belum sempat dia tanyakan. Dia lebih sibuk mengkhawatirkan Mila selama perjalanan.

"Gue tahu dari ..." Vega gelagapan, bingung apa dia harus menjawabnya dari Kevin. Karena dia sendiri masih belum mendapat jawaban dari mana Kevin tahu soal Mila. Apa jangan-jangan Kevin menguntit Mila lagi seperti dulu?

"Ada temen gue yang lihat lo di rumah sakit ini, dan dia kasih tahu gue." Jawaban yang tidak masuk akal, dan Mila tahu itu. Tapi Mila lebih memilih diam, karena sepertinya dia tahu Vega mengetahui hal ini dari siapa.

"Yaudahlah, itu nggak penting. Sekarang yang lebih penting, keadaan Tante Daisy gimana? Operasinya sudah mulai apa belum?" Paul mengalihkan pembicaraan, karena dia juga tidak mau ambil pusing soal itu.

"Mama baru masuk ruang operasi sepuluh menit yang lalu," jawab Mila dengan nada sendunya, membuat Paul segera mendekatkan dirinya pada Mila dan memeluk sahabatnya itu.

"Harusnya lo bilang sama kita, Mila! Lo gak ingat apa perjanjian persahabatan kita? Harus saling terbuka apapun kondisinya!" Paul menekankan barisan kalimat terakhirnya, untuk membuat Mila menyadari kesalahannya. Selanjutnya Vega juga mendekati kedua sahabatnya itu, dan memeluk keduanya.

"Sebenarnya gue sama Paul kecewa banget sama lo kali ini. Tapi kita akan maafin kalau Lo mau janji gak akan ngulangin ini lagi."

Mila mengangguk atas perkataan Vega barusan. Meski dia tidak bisa berjanji sepenuhnya, karena nyatanya ada satu hal lagi yang dia sembunyikan dari kedua sahabatnya itu.