Ceklak... Jordan membuka pintu kamar dari luar kemudian masuk ke kamar rawat inap bersama dengan papa dan mamanya. baru masuk saja sudah tercium bau khas obat-obatan rumah sakit dan aroma obat pel lantai yang baru saja di bersihkan oleh petugas kebersihan. terlihat kakek Johnson sedang sarapan dengan ditemani oleh perawat. selesai sarapan perawat membawa keluar semua peralatan makan kakek Johnson.
senyuman bahagia merekah di bibir laki-laki tua yang sedang duduk diatas ranjang pasien Sambil menikmati sarapan pagi yang di berikan oleh perawat rumah sakit itu.
" Jordan... cucuku tersayang. kemarilah, kakek rindu sekali denganmu. kamu benar-benar jahat dan tega kepada orang yang sudah tua ini." ucap kakek Johnson menengadahkan kedua tangannya berharap pelukan dari cucu kesayangan Jordan.
Seperti biasanya wajah Jordan yang terbiasa jarang tersenyum itu hanya menatap dingin kearah kakeknya. Jordan segera berjalan mendekat dan memeluk erat kakek Johnson. kakek yang selama ini selalu menyayangi dan membelanya, ketika di marahi oleh papa dan mamanya.
" Jordan... jagoan ku. kapan kamu akan mengenalkan calon istrimu kepada kakek tua ini?" kakek Johnson berusaha membuka obrolan dengan Jordan dengan santai, berharap kali ini dia bisa membujuk Jordan untuk menyetujui pertunangan yang direncanakan oleh William.
Jordan hanya bisa garuk-garuk kepala, meskipun kepalanya atau wajahnya sama sekali tidak terasa gatal. lagi-lagi pertanyaan mematikan itu yang dilemparkan kepadanya. sebuah pertanyaan yang lebih bergaya dari pada ranjau darat yang sering ia hindari sekalipun. lebih tajam dari tusukan sebuah peluru yang di tembakan dan mengarah lurus tepat mengenai jantungnya.
Jlebb... tidak ada luka terbuka dan berdarah. tetapi rasa sakitnya benar-benar terasa sampai ke hati.
"Aargghh..." ingin teriak dan pura-pura pingsan. tetapi mengapa terasa begitu memalukan bagi sang mayor yang masih jomblo ini di usianya yang ke 27 tahun.
" Kakek jangan mulai lagi deh...kenapa sih kalian selalu memaksaku untuk segera bertunangan dengan wanita yang bahkan aku saja belum pernah melihatnya" jawab Jordan yang sudah mulai bosan dengan masalah perjodohan itu.
" Ayolah...kabulkan harapan terakhirku ini, aku ingin melihatmu menikah dan memiliki seorang cicit darimu" kakek Johnson berpura-pura menangis di hadapan Jordan, supaya Jordan mau segera bertunangan dan menikah secepatnya.
Kepala Jordan benar-benar di buat pusing dengan tingkah laku dan tuntutan mereka kepadanya. sepertinya kali ini Jordan benar-benar terjebak dan tidak bisa mengelak lagi.
" Baiklah...aku menyerah, aku akan menuruti keinginan kalian. katakan kapan dan dimana aku harus menemui gadis itu"ucap Jordan yang memegangi kepalanya karena pusing. sungguh baginya jauh lebih sulit melawan keinginan keluarganya daripada terjun langsung ke Medan perang.
Sarah dan kakek Johnson tersenyum puas dengan menyerahkannya Jordan.
" Nah...itu baru cucu kakek he..he.."
Sarah segeralah mengirimkan pesan singkat kepada William suaminya, bahwa misi kali ini telah berhasil 50%. selebihnya 50% lagi kekurangannya tergantung performa dari William untuk membuat gadis calon istri Jordan mau melakukan acara pertunangan.
**
Di Rumah Atea
Kriiing kriiing kriiing....suara Telepon rumah berbunyi, bik Inah segera berlari untuk menerima telepon, namun posisi Atea lebih dekat dengan Telepon itu. Atea akhirnya membantu bik inem menjawab telepon.
" Udah bik biar aku saja yang angkat"
Atea segera menuju meja telepon kemudian mengangkat dan menerima telepon itu.
"Hallo...selamat siang dengan keluarga Atmadja, dengan siapa ini?"
" Hallo selamat siang juga, saya William Johnson ingin berbicara dengan Siti Atmadja. apakah beliau ada?"
"Emm...dengan nenek ya, maaf pak William nenek saya sedang tidak ada dirumah. kebetulan baru saja sekitar 15 menit lalu keluar bersama kakak saya"
"Oh begitu... ya sudah saya titip pesan saja kepada beliau jika sudah kembali, bahwa pak William Johnson baru saja telepon. terimakasih sebelumnya ini dengan siapa?"
" Baik pak William saya akan menyampaikan pesan bapak jika nenek sudah kembali. oh ya lupa, saya Atea cucu nenek Siti"
"Baik nona atea terimakasih atas bantuannya dan selamat siang" William memutuskan panggilan teleponnya
"Selamat siang juga pak William" Atea menutup telepon.
bik Inah sudah selesai dengan urusannya di belakang kemudian mendatangi Atea untuk bertanya siapa yang baru saja Telepon.
"Siapa yang baru saja Telepon non?"
" itu bik...siapa ya tadi? emm..pak, pak Wil..Wil siapa ya tadi. Entahlah bik, kalau gak salah antara Wilson atau William gitu" Atea menjawab pertanyaan bik Inah dengan mengingat-ingat nama orang yang baru saja Telepon.
"Em..itu pasti pak William Johnson yang non Atea maksud, beliau sering Telepon kok non" ucap bik Inah membantu membenarkan ingatan Atea.
" Ya sudahlah bik, lagian itu juga bukan urusanku. bik Inah saja nanti yang menyampaikan pesan itu kepada nenek kalau sudah pulang ya. sekarang aku mau tidur siang dulu" Atea meninggalkan bik Inah menuju kamar tidurnya.
Bik Inah cuma tersenyum melihat sikap Atea.
"Gadis ini benar-benar belum tahu ya, justru Telepon itu berkaitan dengan kehidupan dia di masa depan" gumam bik Inah kemudian kembali lagi dengan pekerjaannya.
Bayu dan nenek Siti baru saja pulang dari berbelanja, ya mumpung Bayu ada di rumah nenek Siti ingin sedikit menyegarkan diri dengan berjalan-jalan bersama cucu kesayangannya itu.
Rumah terlihat begitu sepi, ya maklum saja... Atea lebih sering menghabiskan waktunya untuk mendengarkan musik di kamarnya atau jalan-jalan dengan teman sebayanya. sedangkan bik Inah banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja di dapur dan mengembangkan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Bruaakk... suara Bayu membanting pintu mobil, Bayu dan nenek Siti masuk kedalam rumah dengan di sambut oleh bik Inah yang siap membantu membawakan tas belanja yang di bawa oleh nenek Siti dan Bayu.
" Sini nya...biar saya bawa kebelakang" bik Inah mengambil tas belanja dari tangan nenek Siti.
"Bay... kamu bantu bik Inah bawa sebagian keranjang belanja ke dapur ya" nenek Siti meminta Bayu membantu bik Inah.
Bayu melangkah ke dapur dengan menenteng dua tas belanja sekaligus, baginya ini hanya hal kecil saja.
Setelah bik Inah selesai meletakkan tas di dapur, bik Inah segera kembali menemui nenek Siti untuk menyampaikan pesan dari tuan William. " Nya... tadi ada telepon dari pak William, kebetulan saja yang menerima itu non Atea. kata ada hal yang ingin dibicarakan dengan nyonya" kata bibi Inah.
Nenek Siti hanya tersenyum mendengar ucapan dari bik Inah. baru saja nenek Siti membicarakan soal hal itu dengan kedua cucunya" Hemm... mereka sudah mulai ya, aku kira masih tahun depan acaranya".
------****-------
hai readers....
Dukung novel ini dengan cara :
1. simpan di library
2.kirimkan power stone (PS)
3. tinggalkan komentar dan review terbaik
terimakasih.... atas dukungannya yang di berikan kepada karya saya. happy reading