Bismillah...
"Riz, Iz, lihat Akmal nggak?"
"Tadi aku disuruh ke dalam duluan katanya dia ada urusan dulu sebentar" Faiz menjawab pertanyaan Wardah setelah meneguk air minumnya.
"Emm.." Riza mencoba menghabiskan puding yang tengah ia kunyah.
Wardah menunggu dengan sabar sampai mulut sahabatnya kosong.
"Mmm...Tadi pas keluar dari mushola kaya nya sekilas aku lihat Akmal duduk di bangku taman depan mushola"
"Emang dia lagi ngapain?"
"Nggak tahu, tadi ga sempat nanya soalnya aku buru-buru nyusul kamu mau ngasih tahu kalau jarum pentulku sudah ketemu".
Wardah ingat, tadi sahabatnya menyusulnya beberapa saat kemudian ketika ia akan memintakan jarum pentul untuknya. Kemudian ia mengajak Riza makan karena mam Najmi menyuruhnya.
"Ooh..iya..iya. Ya sudah, aku tinggal dulu nyari Akmal ya. Tadi soalnya pap Toni nyari-nyari Akmal"
Riza yang sedang bersiap menyuapkan suapan puding terakhirnya kemudian mengangguk.
****
Riza masih mematung dengan pipi merona. Pandangannya masih menunduk lurus ke ujung flatshoesnya. Gadis itu seperti bingung menjawab ungkapan hati laki-laki di depannya.
Meskipun Akmal berkata, bahwa Riza tidak perlu menjawab isi hatinya saat itu tetapi ia berharap ada kata-kata yang keluar dari gadis cantik itu.
Satu menit...dua menit... sampai di menit ke lima...
"Insyaallah aku akan menjaga hatiku untukmu" Riza mengangkat wajahnya, maniknya saling bersitatap tapi dengan cepat gadis itu mengalihkan pandangannya meskipun pipinya yang semakin merona tak dapat ia sembunyikan.
Degup jantung mereka sama-sama tak beraturan. Akmal tersenyum "Terimakasih sudah mau membalas perasaanku". Ia merasakan buncahan hatinya yang tak terlukiskan.
Rasa takut melukai persahabatan mereka dan membuatnya memendam perasaan pada Riza selama dua tahun lebih akhirnya dapat ia kalahkan. Hari ini ia berhasil mengungkapkan isi hatinya.
Kemudian sayup-sayup ia mendengar suara orang memanggilnya memecah keheningan yang sedang tercipta dan semakin lama semakin mendekat. Ia melirik Riza yang masih tak bergeming dari tempatnya tadi.
Tiba-tiba Wardah sudah ada di dekatnya dan menggoyang-goyangkan lengannya mengajaknya pergi.
"Ya Allah.. Lagi ngapain kamu di sini Mal?!. Kalau tidur ya di kamar sana, masa di bangku kaya gini sih" Dengus Wardah kesal, karena sahabatnya tak kunjung bangun meskipun ia sudah menggoyang-goyangkan lengannya. Senyum samar nampak di wajah sahabatnya dengan mata yang masih terpejam.
"Argh" Akmal menggeliat dan meluruskan badannya. "Hoam" kemudian mengucek matanya setelah menguap.
"Pap Toni tadi nyari-nyari kamu" ada Wardah di sampingnya yang sudah mulai nampak kesal.
"Hah, berarti aku tadi cuma mimpi? Ia mencoba meraih kesadarannya. Kemudian menyugar rambutnya dan mengusap wajahnya kasar.
"Kamu ganggu aja sih, Arda. Aku tadi lagi ngimpi indah tau !!"
"Ya kamu bisa-bisanya tidur di sini, padahal tamu di dalam belum pada pulang. Hayo...!!! Kamu ngimpiin Riza ya?"
"Lha itu tau?"
"Udah ketebak!. Siapa lagi yang bikin mimpimu indah jika bukan Riza?!"
Akmal nyengir, sahabatnya ini memang tahu betul apa saja yang menyangkut hati dan pikirannya.
"Duh padahal tadi aku seneng banget udah bisa ngungkapin perasaan ke Riza tapi nggak tahunya cuma mimpi" Dengusnya
"Sukurin..!!! Makanya jangan cuma berani curi-curi pandang aja tapi ga berani terus terang" Kekeh Wardah.
"Ayolah... Aku dukung kamu, Mal".
****
Faiz mengulurkan tisu pada Riza. Gadis di sampingnya yang baru saja menghabiskan makanannya, menerimanya dengan bingung
"Tuh ada makanan nempel di sudut bibirmu"
Riza buru-buru melap sudut bibirnya dan tersenyum "Makasih, Iz"
"Mau makan apa lagi?"
"Sudah cukup, aku sudah sangat kenyang" Walaupun Riza anak kost dan ini kesempatannya untuk perbaikan gizi tapi tetap saja perutnya tak dapat menampung banyak makanan.
"Ya sudah kalau begitu kita keluar saja yuk, tunggu Akmal dan Wardah di sana". Mereka duduk-duduk di teras samping rumah memandangi keindahan kolam ikan beraksen batu alam di sebrang sana. Ada air terjun dibagian tengahnya dengan model berundak-undak, menambah keindahan juga kesejukan karena suara gemricik air yang mengalir dari atas dan kemudian jatuh dipermukaan kolam.
Faiz merasa senang berada di dekat Riza meskipun kenyataannya gadis itu sulit untuk dijangkau. Mereka mengobrol hal-hal ringan yang hanya sesekali ditimpali oleh Riza. Ia tahu, sahabatnya ini memang tak banyak cakap dan ia menghargainya.
"Aku ke mereka, Mal"
Akmal tak menjawab, dirinya malah memandang kedua sahabatnya yang sedang bercakap-cakap dari tempatnya berjalan. Ada rasa tidak suka menyelinap di hatinya. Apalagi gadis pujaannya nampak asik mendengarkan lawan bicaranya sampai-sampai tak menyadari dirinya memperhatikannya dari jauh.
"Hei apa yang kamu pikirkan, Faiz itu sahabatmu bagaimana bisa kamu cemburu padanya?!"
"Sekalipun sahabat, ia tetap laki-laki normal"
"Iyaaa..tapi kan kita bersahabat sejak lama"
"Emm.. baiklah tapi aku nggak bisa mengabaikan rasa ini. Aku cemburu padanya!!"
"Ya sudah, terserah kamu saja. Makanya beritahu gadis itu bagaimana perasaanmu padanya!".
Akmal bermonolog dalam hati dan mengabaikannya begitu saja karena hatinya capek sendiri. Menahan-nahan perasaannya membuatnya merasa lelah. Ia menemui pap Toni yang katanya tadi mencari-carinya. Sedangkan Wardah bergabung dengan dua sahabatnya di teras samping rumah dan melanjutkan obrolan mereka.
"Yuk tolong bantuin aku bawa-bawain ini ke mobil rombongan mas Rizki"
"Oke, mana lagi barang-barangnya Mal?" Faiz tanggap untuk membantu.
Mereka berempat dibantu beberapa orang lainnya membawakan oleh-oleh untuk keluarga mas Rizki yang dimasukkan ke bagasi mobil.
Setelah acara khitbah dan percakapan menuju pernikahan mba Zihan dirasa cukup, akhirnya keluarga mas Rizki pamit undur diri.
Pap Toni dan anggota keluarga mengantarkan keluarga mas Rizki hingga ke parkiran. Mereka saling berpelukan dan bersalaman dengan sejenisnya kemudian menaiki mobil yang menghilang dibelokan jalan.
Hanya tersisa keluarga pap Toni yang kini bernafas lega, karena anak perempuannya akan mengakhiri masa lajangnya satu bulan lagi. Pap Toni melingkarkan tangannya di pinggang mam Najmi dan mengajaknya beristirahat. Mereka memasuki kamar setelah berpamitan pada ketiga sahabat Akmal.
"Mal, kami juga pamit ya"
"Iya Mal, ini sudah sore"
"Hai..kenapa nggak tinggal dulu. Sebentar lagi adzan ashar, sholat dulu aja biar tenang baru pulang" Mba Zihan yang tiba-tiba berada di antara mereka menahannya.
Ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menatap lama-lama gadis yang disukai adiknya, dirinya tadi belum sempat berkenalan karena kesibukan dan kegugupannya mengahadapi khitbah.
"Kamu cantik sekali, dek". Mba Zihan memuji kecantikan Riza setelah Wardah pamit menerima telpon dari handphonenya.
Riza menunduk malu mendapatkan pujian itu, hanya ada semburat merah jambu yang tertinggal dipipinya. Mba Zihan yang sama-sama perempuan saja gemas dengan tingkah Riza yang malu-malu, apalagi adiknya Akmal yang notabene laki-laki.
"Apa kamu senang berkunjung ke rumah kami, dek?"
Riza mengangguk dan tersenyum. Ia memang merasa nyaman, keluarga Akmal sangat humble meskipun mereka sangat kaya. Ia merasa diterima dalam keluarga itu walaupun baru pertama kalinya berkunjung ke sana.
"Kalo begitu sering-seringlah main kemari karena kami juga senang dek Riza ada di sini. Apalagi nanti mba bakalan ikut suami pasti mam akan merasa kesepian"
"Insyaallah, mba"
Setelah melaksanakan sholat berjamaah yang diimami oleh pap Thoni, ketiga sahabatnya berpamitan untuk pulang. Mam Najmi berharap kepada mereka untuk sering berkunjung ke rumah agar tidak merasa sepi
"Tin..Tin... Ayo" Akmal sudah ada di belakang kemudi untuk mengantar ketiganya pulang ke kediaman masing-masing.
****
Assalamualaikum.
Hai readers, terimakasih sudah membaca.
Episode-episode ini baru pemanasan ..
Semoga masih sabar mengikuti jalan ceritanya ya (^v^)