webnovel

Perjalanan Cinta Riza

Riza dengan sabar menunggu kalimat yang akan diucapkan sahabatnya. "Aku suka kamu, Za" Semburat merah jambu kembali menghiasi pipi Riza, ia terkejut dan tak kuasa menahan glenyer yang tiba-tiba muncul di hatinya saat Akmal mengungkapkan perasaannya. "Aku tahu ini tak boleh karena kita tidak diperbolehkan untuk berpacaran. Tapi aku tak kuasa lagi untuk menyimpan rasa ini. Rasa yang tiba-tiba datang sejak pertama kali kita bertemu." Akmal tersenyum getir "Kamu tidak harus menjawabnya, Za. Aku hanya ingin kamu tahu isi hatiku. Jika kamu mempunyai rasa yang sama terhadapku maka berjanjilah untuk menjaga hatimu hingga kelak aku meminangmu" Riza menundukkan wajahnya semakin dalam. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya jika dalam posisi seperti ini. Bagaimana ia harus bersikap?. Hatinya terus berdzikir karena jantungnya seperti hendak meloncat-loncat. Akmal melirik Riza yang masih menundukkan kepalanya, gadis itu menatap ujung sepatu flatnya lurus-lurus. Dirinya tahu posisi mereka sedang sulit karena harus menahan gejolak, Allah memberikannya anugrah dengan mengirimkan rasa suka dihatinya. Tetapi mereka harus mampu meredamnya dengan menghindari pacaran dan bermunajat hanya pada Nya hingga suatu saat munajatnya itu akan didengar oleh Allah dan memberikan jalan yang mudah untuk mereka bersatu dalam ikatan pernikahan.

Mairva_Khairani · 青春言情
分數不夠
28 Chs

Awas Saja !

Bismillah...

"Assalamualaikum" Riza mengucapkan salam begitu membuka gerbang kostannya. Ia memang membiasakan mengucapkan salam ketika masuk ke dalam rumah, meskipun kadang tidak ada yang menjawabnya karena pemilik rumah tidak mendengar dan penghuni kost juga sedang berada di dalam kamarnya atau tengah beraktivitas di luar kostan. Namun dirinya yakin jika salamnya akan dijawab oleh malaikat.

"Waalaikumsalam" Suara bariton laki-laki yang ia kenal menjawabnya. Kali ini ternyata salamnya ada yang menjawab. Riza mengangguk kikuk pada laki-laki maco dan berkulit sawo matang yang sedang duduk santai menggunakan celana bermuda dengan polo shirt sebagai atasannya di teras depan rumah yang berhadapan langsung dengan kamar kostnya.

Hari ini Riza akhirnya melihat mas Zaenal lagi setelah kejadian malam itu. Mas Zaenal tersenyum membalas anggukan Riza, tapi dirinya masih segan melihat ke arahnya dan langsung memalingkan pandangannya menatap pintu kamarnya yang masih tertutup.

Siang itu menunjukkan pukul 14.00, suasana kostan masih sepi karena penghuni lainnya masih belum pulang. Riza mengambil anak kunci di dalam tas ransel merahnya, kemudian memasangkan pada lubang kunci dan memutarnya. Setelah pintu terbuka Riza bergegas masuk ke dalam kamarnya sambil mengucapkan salam dan kemudian menutup pintu kamarnya.

Dirinya menghempaskan tubuhnya di bangku meja belajarnya dan meneguk segelas air putih yang telah tersedia di sana, ia mencoba menenangkan jantungnya yang masih berdetak kencang karena masih terbayang kemarahan mas Zaenal malam itu. Meskipun tadi ia melihat mas Zaenal tersenyum membalas anggukannya, dirinya merasa laki-laki dewasa yang sebelumnya ia anggap sebagai kakak laki-lakinya menjadi sangat angker setelah kejadian malam itu.

Beruntung beberapa hari belakangan ia tak sering bertemu dengan mas Zaenal kecuali saat berjamaah di mushola. Dirinya selalu berhasil datang lebih akhir kemudian keluar dari mushola terlebih dahulu setelah selesai sholat, untuk menghindari bertatap muka dengannya langsung.

Setelah beberapa menit duduk dan mengganti pakaiannya Riza ingat pada pemberian pengagum rahasia yang ia simpan di tasnya. Bunga mawar yang belum merekah sempurna itu nampak terkoyak meskipun ada plastik bening bermotif yang membalutnya. Tentu saja bunga itu koyak karena ia tadi memasukkan secara sembarang ke dalam tasnya agar Akmal tidak terus-terusan melihat bunga dan kotak embos hitam itu dengan tatapan kesal.

Bunga mawar yang tetap cantik walaupun koyak itu ia letakkan dalam vas bunga di atas meja belajarnya. Vas bunga itu telah berisi bunga-bunga mawar yang nampak sudah tak segar lagi. Bunga-bunga yang telah ada di sana juga merupakan pemberian dari pengagum rahasia yang akhir-akhir ini sering memberikannya bunga.

Beberapa menit kemudian tangannya mencari-cari benda di dalam ranselnya. Dirinya ingat jika bunga tadi diberikan bersama kotak kecil berwarna hitam dengan detil embos yang ia masukkan juga ke dalam tasnya.

Kotak itu kini berada di tangannya, ia menimbang kira-kira apa isi di dalamnya. Diputar-putarnya kotak itu sebelum akhirnya bernasib sama dengan benda-benda lainnya yang ia letakkan tanpa melihat terlebih dahulu isinya ke dalam box besar, tempatnya mengumpulkan pemberian dari sang pengagum rahasia.

Riza beranjak dari tempat duduknya ke atas kasur, direbahkan badannya di sana untuk menghilangkan penat dan rasa kantuk yang mulai datang. Matanya menerawang ke atas langit-langit kamarnya. Dirinya teringat akan Akmal yang masih diam saja saat ia turun dari angkot. Dirinya merasa serba salah tapi ia bisa apa?, memang kejadian tadi membuat suasana hati menjadi kacau.

Jika saja dirinya mengetahui siapa orang yang telah diam-diam menyukainya dan mengirimkan benda-benda itu untuknya, ia pasti akan memintanya dengan baik-baik untuk menghentikan semuanya. Ia merasa harus menjaga hati laki-laki yang terlebih dahulu mengisi setengah relung di hatinya.

****

Akmal POV

Kami menikmati mie ayam dan es teller yang sudah kami pesan.

Wardah menanyakan pada Riza apakah besok ia jadi pulang ke rumah.

"Insyaallah, Da"

"Sebenernya aku pengen ikut, pengen tahu rumahmu. Nanti malam aku kabari lagi kalau aku boleh nggak ikut acara keluargaku ya, Za"

"Iya, Da"

Aku masih mengamat-ngamati Riza dari tempatku duduk. Kami duduk berhadap-hadapan, gadis di depanku itu akhirnya menyadari tatapanku dan terlihat menjadi salah tingkah. Ia menunduk malu untuk ke sekian kalinya walaupun aku sering menatapnya.

Aku tersenyum melihat tingkahnya yang malu-malu dan memaksaku untuk mengalihkan pandanganku pada mie ayam dan es teller di depanku.

"Yah, ada yang senyum-senyum sendiri nih sama mie ayam"

Sahabatku menyenggol lengan Riza, memberi kode. Gadi cantik itu jadi semakin menunduk . Aku melotot ke arah Wardah yang dibalas dengan cengiran khasnya.

Faiz menoleh ke arah Wardah, kemudian menatapku sejenak. Ku lihat ekspresi wajahnya tak tergambarkan. Ia pamit untuk pergi ke toilet.

Beberapa saat setelah itu ...

"Mba, ada yang menitipkan ini buat mba" Tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang umurnya lebih muda dariku mendatangi tempat duduk Riza sembari menyerahkan setangkai mawar warna salem ke arahnya dan bingkisan bermotif embos hitam yang elegan.

Jantungku berdesir melihatnya, sungguh pengirimnya sangat keterlaluan. Berani-beraninya mendekati gadisku dengan pemberian-pemberiannya.

Aku harus membuat perhitungan dengannya. Awas saja jika suatu saat aku berhasil menguak identitasmu tak akan ada ampun lagi buatmu !

Gadis di depanku terbengong, anak laki-laki yang masih berdiri di sampingnya sambil menggenggam setangkai mawar dan membawa sebuah kotak kecil yang ia tidak tahu apa isinya itu kemudian langsung meletakkannya di atas meja di hadapan Riza.

Aku menatap benda pemberian orang itu dengan sengit karena perasaan cemburu yang mulai merasukiku. Ingin rasanya aku menginjak-injak bunga mawar itu dan membuang jauh-jauh bingkisannya.

Gadis di hadapanku tak berani menyentuh barang-barang itu, mungkin ia menjaga perasaanku.

"Hmmm...pasti pengagum rahasia itu" Gumam sahabatku yang tomboi.

Suasana menjadi canggung setelah itu. Kami diam dengan pikiran masing-masing.

Mendadak aku malas untuk berbicara.

"Ehem.." Wardah berdehem. Eh, kita akan kemana setelah ini?". Aku dan Riza sama-sama diam.

Wardah menggedikkan bahunya sendiri, melihat reaksi kami.

"Ya sudah, mawar sama bingkisannya buat aku aja deh biar kalian nggak diem-dieman". Wardah hendak memasukkan bunga dan bingkisan itu ke dalam tasnya tapi langsung dicegah oleh ku.

"Arda, biarkan Riza yang menerima karena bingkisan itu diperuntukkan untuknya!" Ujarku, akhirnya Wardah mengurungkan niatnya dan bertepatan dengan itu Faiz berjalan dari arah toilet.

"Lama banget ke toiletnya, Iz. Kamu pingsan di dalam sana?" Wardah berseloroh saat Faiz sudah duduk di bangkunya.

"Hehe, aku mules tadi" Terang sahabat lelakiku, ia duduk lagi di sebelahku. Kemudian matanya nampak menatap bunga dan bingkisan yang ada di atas meja di depan Riza.

"Riz, itu kenapa?"

Faiz bertanya pada Riza sambil menunjuk benda di hadapannya. Riza menggedikkan bahu, gadis itu seperti kebingungan.

"Biasa... Ada pengagum rahasia yang mengirimnya untuk nona cantik ini" Faiz terkekeh pelan.

"Udah terima aja, Za" Ucap Faiz enteng, aku langsung terbelalak menatap Faiz, tak menyangka sahabatku akan seenteng itu mengucapkan kalimatnya padahal ia tahu jika aku menyukai gadis yang ada di hadapannya.

Aku mendengus kesal, sungguh hatiku sekarang merasa tidak nyaman dengan posisiku seperti ini. Aku ingin marah, tapi marah pada siapa?. Gadis dihadapanku juga tidak salah karena disukai oleh orang lain selain diriku. Riza memang mempesona dengan segala yang ada pada dirinya.

Aku tak berhak melarang orang lain untuk menyukai gadis itu. Aku bukan siapa-siapa meskipun telah mengungkapkan perasaanku dan Rizapun kerap ke rumah atas permintaan mam.

"Bawa benda-benda itu, Za" perintahku dengan berat hati.

"Tapi..."

"Udah nggak usah tapi-tapian, benar kata Faiz. Terima aja" Aku menekankan kata-kata 'terima aja' saat mengucapkan kalimatnya.

Ku lihat Riza meminta persetujuan Wardah dengan tatapannya, yang ditanyanya menganggukkan kepalanya. Akhirnya Riza memasukkan benda-benda itu ke dalam tasnya dengan tergesa.

Aku menghampiri pak Parmin untuk membayar mie ayam dan es teler yang telah kami makan karena sejak awal aku sudah bilang akan menraktir tiga sahabatku itu.

"Matursuwun ya, nak. Mudah-mudahan kalian kelak menjadi orang yang sukses"

"Aamiin" Jawab kami kompak mendengar doa pak Parmin.

Aku masih tetap diam saat Riza turun dari angkot. Hatiku belum normal kembali. Padahal aku tak ingin bersikap demikian tetapi kenyataannya malah sebaliknya. Rasa cemburuku yang besar mungkin membuatnya terluka, tapi biarlah untuk saat ini mungkin diam lebih baik.

****

Assalamualaikum..

Hai readers, terimakasih sudah terus membaca.

Jangan lupa subscribe dan beri vote nya ya, agar author lebih semangat lagi menulis ceritanya(^v^).