Dengan gerakan cepat Laura menjatuhkan dirinya diatas pangkuan Austin seraya menggerakan tangannya menutupi mulut suaminya dengan wajah panik.
"Hmmm…"
"Apa kau sudah gila?" geram Laura penuh peringatan. "Kau mau membongkar identitasmu pada Reagan dengan mengharapkan putrimu mengandung anaknya? Apa kau ingin Reagan lebih kurang ajar lagi padamu? Apakah kau sudah siap ditendang keluar dari rumah mewah ini jika sampai Reagan tahu kalau dirimu tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga West?"
Austin tersentak, kedua matanya terbuka lebar. Dia nyaris melupakan masalah utama yang selama ini mereka jaga rapat-rapat dari Reagan ataupun Ariel putri tunggal mereka.
"Reagan pasti akan sangat murka ketika dia tahu identitasmu yang sebenarnya mengingat banyaknya kesulitan yang sudah kau berikan kepadanya selama bertahun-tahun ini, Reagan pasti tidak akan berpikir dua kali untuk menyingkirkanmu begitu dia tahu rahasia tentangmu, tentang kita," ucap Laura kembali. "Jika kau memang sudah mempersiapkan rumah mewah seperti rumah keluarga West untuk kita maka lakukanlah, katakan semua rahasia kita pada Ariel supaya Ariel bisa bebas mendekati Reagan. Namun jika kau belum berhasil membangun istana untuk kita maka jangan pernah sedikitpun mencoba membuka rahasiamu pada Ariel ataupun Reagan, karena aku tidak mau hidup miskin. Aku masih ingin menikmati kemewahan ini seratus tahun lagi," imbuh Laura kembali, nafasnya terdengar berat saat bicara.
Secara perlahan Austin menurunkan tangan Laura dari wajahnya.
"Maafkan aku,"
Laura menegakkan tubuhnya. "Dan jangan bahas hal semacam ini lagi diluar kamar kita, kau tahu bukan jika tembok rumah ini memiliki telinga?"
Austin mengangguk pelan.
"Bagus, sekarang bantu aku membujuk Ariel keluar dari kamarnya. Aku takut Ariel akan berbuat nekat, anak itu pasti sangat terpukul dengan kabar pernikahan Reagan yang sangat tiba-tiba ini," ucap Laura kembali dengan suara serak, kedua matanya berkaca-kaca saat bicara. Laura mengetahui perasaan Ariel untuk Reagan, karena itu dia tahu jika saat ini Ariel sedang patah hati.
"Aku mengerti."
"Malam ini kita urus Ariel dan besok baru giliran gadis bernama Crystal itu," ujar Laura kembali. "Aku merasa ada yang aneh dengan gadis itu."
Austin tidak merespon perkataan istrinya karena sudah mengalihkan fokusnya pada Ariel yang masih saja mengunci dirinya didalam kamar. Austin yang begitu bernafsu ingin menguasai harta keluarga West mungkin terlihat sebagai pria tegas dan dingin diluar sana, namun ketika sedang bersama istrinya sikap Austin akan berubah 180 derajat. Kesalahan dimasa lalu Austin yang sempat menipu Laura demi menikahinya-lah yang membuat Austin lebih banyak mengalah ketika sedang bersamanya meskipun tidak menghilangkan semua sifat buruknya secara keseluruhan.
Laura yang berasal dari keluarga cukup terpandang di Irlandia terpaksa menelan kekecewaan saat mengetahui jati diri Austin yang sebenarnya, Laura tidak mengira jika laki-laki yang dinikahinya hanyalah anak angkat dari keluarga West yang kemungkinan besar tidak akan mendapatkan harta warisan. Karena itulah dia berusaha mati-matian mendukung usaha Austin untuk menjatuhkan Reagan agar bisa menguasai harta keluarga West dengan leluasa. Dan kini bukan hanya Reagan yang harus dia singkirkan, ada orang baru yang masuk dalam daftar hitam Laura dan orang itu adalah Crystal, istri Reagan.
****
"J-jadi kita akan tidur satu kamar?" tanya Crystal panik, keringat dingin mulai membasahi wajahnya yang sudah seputih kertas.
"Yes."
"Tapi bukankah kita.."
"Jangan khawatir, aku sudah mempersiapkan semuanya," ucap Reagan dengan santai. "Ayo ikut aku ke kamar utama
Crystal mengernyitkan kening mendengar perkataan Reagan, ruangan besar yang ada di hadapannya saat ini ternyata bukanlah kamar yang dimaksud oleh Reagan. Padahal di tempatnya berdiri saat ini sudah terdapat tempat tidur besar yang cukup menampung dua orang dewasa tidur secara bersamaan.
"J-jadi ini bukan kamar tidur?" tanya Crystal kembali dengan bingung saat mengikuti langkah Reagan menuju sebuah ruangan
Reagan menggeleng. "Nope, itu hanyalah ranjang yang biasa aku gunakan ketika sedang bermain game bersama Jarvis ketika kami sedang lelah bekerja."
Crystal langsung menghentikan langkahnya, perlahan dia menoleh ke arah ranjang besar yang baru dia lihat sebelumnya. Dadanya langsung terasa sesak mendengar penjelasan Reagan, bagaimana bisa ranjang sebesar dan senyaman itu hanya digunakan untuk bermain game? Crystal benar-benar tidak bisa mengerti dengan pola pikir orang kaya.
"Apa yang kau lakukan disana? Cepat masuk!!"
"Ah iya," jawab Crystal serak, dengan segera Crystal pun melanjutkan langkahnya menyusul Reagan yang sudah sampai di kamar tidur yang sebenarnya. Kamar yang digunakan oleh Reagan untuk tidur.
Crystal sungguh tidak bisa menyembunyikan kekagetannya saat ini, melihat betapa luas dan megahnya kamar tidur Reagan membuat Crystal semakin merasa kecil. Ruangan yang menjadi kamar tidur Reagan saat ini memiliki luas yang sama dengan luas restoran Nyonya Lu, tempat kerja Crystal sebelumnya.
"Kau tidur di sofabed itu," ucap Reagan tanpa rasa bersalah seraya menunjuk sebuah sofa berwarna hitam yang berada tidak jauh dari tempat tidurnya. "Dan kau dilarang mendekati apalagi menyentuh ranjang itu. Ranjang itu adalah tempat tidurku dan aku tidak mau kau menodainya."
"A-aku tidak akan menyentuh ranjangmu." Wajah Crystal merah padam saat bicara. "Lagipula siapa yang akan menyentuh ranjangmu, aku tidak seberani itu untuk melakukannya."
"Bagus jika kau sadar diri, kau memang dilarang keras menyentuh barang-barang pribadiku di dalam kamar ini termasuk ranjangku. Seandainya saja bisa, aku ingin sekali tidur berbeda kamar denganmu, namun karena status kita saat ini sudah suami istri dan aku tidak mau membuat orang-orang curiga jadi aku terpaksa berbagi kamar denganmu," ucap Reagan kembali dengan suara tidak suka.
Crystal menundukkan kepalanya, kata demi kata yang terlontar dari bibir Reagan menusuk hatinya.
"Begitu juga dengan kamar mandi, kau dilarang menyentuh satupun peralatan mandi milikku. Aku adalah orang yang sangat tidak suka berbagi barang-barang pribadiku dengan orang lain, ingat itu baik-baik," imbuh Reagan kembali dengan angkuh. "Sekarang pergilah ke kamar mandi, bersihkan dirimu dan bergegaslah tidur. Besok pagi kau harus pergi dengan kakekku, aku tidak mau kakekku marah padaku karena membuatmu telat bangun."
"Aku mengerti," jawab Crystal lirih.
Reagan menghela nafas panjang, menghabiskan berjam-jam bersama Crystal membuatnya mulai merasa muak. Tanpa pikir panjang Reagan melepaskan cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya dan meletakkannya tanpa ragu diatas meja sebelum akhirnya bergegas menuju walk in closet miliknya untuk berganti pakaian, meninggalkan Crystal yang masih tertunduk tanpa suara.
Air mata yang Crystal tahan sejak masuk kedalam kamar akhirnya mengalir deras di wajahnya setelah Reagan menghilang dibalik walk in closet.
"Bersabarlah Crys..kau pasti bisa melewati ini, kau sudah pernah melewati masa-masa yang lebih sulit dari ini." Crystal menyentuh dada kirinya yang terasa sesak. "Sekarang pun kau pasti bisa melaluinya lagi."
Bersambung