Pintu yang baru saja tertutup dengan seorang gadis dengan wajah lesunya itu sedang terduduk di atas karpet dekat dengan kasurnya. Ini jam delapan malam, dan Lena baru saja pulang bekerja. Dia menjatuhkan diri ke atas kasur sebelum berniat untuk mandi. Kedua matanya terpejam, dia tengah menenangkan diri sembari mengatur nafasnya.
Tangan kanannya menarik ikat rambut yang masih menempel dirambutnya. Tak sengaja dia melihat dua belas digit nomor ponsel. Hah, laki-laki itu memang mengesalkan sekali sampai harus menuliskan ditangan kanan Lena.
Pun dengan hati yang kesal, Lena bangkit untuk mengambil ponsel di tasnya. Tentu saja dia akan menghubungi nomor ini, dan membuktikan jika dia memiliki iktikad baik untuk menghubungi orang yang sudah dia rugikan. Tak lama, akhirnya panggilan keduanya tersambung.
"Aku tidak ingat siapa namamu, tapi aku sudah menghubungimu," ucap Lena yang langsung mematikan panggilannya dan melempat ponselnya secara asal ke atas kasur. Dia menghapus noda yang ada ditangannya itu menggunakan tangan kosong. Sejujurnya, memang sangat panas ketika dia menggosokkan kulitnya, tapi dia tidak memiliki sesuatu yang bisa membantu menghilangkan noda ini dengan mudah tanpa menyakitkan. "Ah, sial! Dia pasti menuliskannya dengan spidol permanen," kesal Lena.
Dia ingin bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Namun, melihat bingkai foto kedua orangtuanya, membuat niatan Lena terurungkan. Diraihnya bingkai foto itu, menatap lekat wajah kedua orang tuanya yang tersenyum hangat. Lena sangat merindukan kedua orang ini. Dirinya menjalani kehidupan yang sangat sulit tanpa ayah dan ibunya. Ditambah, Lena adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya sudah menikah dan ikut dengan suaminya. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi kakaknya, sayangnya sang kakak sama sekali tidak bisa menampungnya. Dan sejak saat itu, Lena memilih untuk menjalankan hidupnya sendirian.
"Ayah, ibu," panggilnya bersamaan dengan satu tetesan air mata yang jatuh pada kaca dari bingkai itu. "Lena rindu kalian," satu kalimat kerinduan seorang anak pada kedua orang tuanya yang sudah pergi selamanya.
-
-
-
Suara kran baru saja mati, dan seorang gadis keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih terlilit dengan handuk. Lena baru saja mencuci rambutnya yang lepek, karena tadi banyak berlari. Namun, tak lama setelahnya Lena melepaskan handuk itu dan menaruhnya pada tempat jemuran kecil yang terletak didepan pintu kos-nya.
Melihat penghuni kamar lain yang sedang menghubungi orang tuanya untuk meminta uang, membuat Lena menghela nafasnya. Dia hanya bisa memasang wajah lesu, karena ada rasa sedikit iri terhadap gadis yang sedang menghubungi orang tuanya itu.
Semakin lama dia memandang, akan semakin menimbulkan rasa irinya. Hatinya sedang berusaha tegar menyaksikan semua gadis penghuni kos ini memiliki orang tua yang lengkap. Lena hanya tersenyum singkat sebelum memutar tubuhnya dan berniat untuk memasuki kamarnya.
Tujuannya saat ini, hanya perlu mencari uang untuk bisa bertahan hidup. Serta mencukupi kebutuhannya, dan bisa membayar kuliah sampai dia benar-benar lulus dari kampus itu. Namun, pada saat dia akan berbalik dan memasuki kamarnya, tiba-tiba saja seseorang baru saja memanggilnya. Ah, rupanya dia gadis yang tadi sedang menghubungi orang tuanya. Namanya Mina.
"Lena, tunggu," panggilnya.
Baru saja Mina menyuruhnya untuk menunggu, namun gadis itu malah memasuki kamarnya. Lena juga kebingungan sendiri, karena tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Mina padanya. Dirinya juga tetap menunggu sampai teman satu kos-nya itu keluar lagi. Dan setelah beberapa saat dia menunggu, akhirnya Mina keluar dengan membawa nampan yang berisikan beberapa makanan diatas piring. Gadis itu menghampirinya dan memberikan makanan itu pada Lena.
"Aku memiliki makanan lebih," jedanya dan menoleh ke arah kamarnya sendiri. "Tapi, aku rasa, aku tidak bisa menghabiskannya sendirian. Jadi, aku ingin berbagi padamu," katanya lagi.
Lena menerima pemberian itu dengan senyuman kecil. "Terimakasih," ucap Lena. Namun, belum dia pergi dari sana, Lena masih memperhatikan presensi Mina yang berdiri didepannya. Teman satu kos-nya itu terlihat malu-malu menatap Lena, bahkan dia juga menyingkirkan rambut yang menutupi telinganya. Selang beberapa detik, akhirnya Mina berjalan kembali ke kamarnya.
Kedua bola mata Lena bergerak acak penuh kebingungan. Entahlah, tingkah Mina yang baru saja dia lihat ini sangat menggelikan untuk Lena. Tapi, ya sudahlah, Lena tidak ingin ambil pusing. Lantas dia tersenyum melihat makanannya, sembari berjalan masuk ke dalam kamarnya. Kebetulan sekali, malam ini dia memang tidak memiliki makanan, beruntung teman satu kos-nya ada yang berbaik hati memberikan makanan padanya.
Lena perhatikan, jumlah makanan yang dia dapat ini cukup banyak. Dia tidak bisa menghabiskan semuanya dalam waktu satu malam. Dirinya hanya akan mengambil beberapa saja, dan sisanya akan dia panaskan untuk sarapan besok pagi sebelum dia berangkat ke kampus.
Jika Lena perhatikan, makanan yang dia dapat ini juga terbilang makanan baru. Bahkan, beberapa makanan yang juga berada di atas nampan ini masih tersegel. Ini adalah pertama kalinya dia mendapat makanan dari teman satu kos-nya. Terutama Mina, dia itu baru beberapa bulan berada di kos ini. Lena sangat berterimakasih pada gadis itu.
"Selamat makan," ucapnya pada diri sendiri.
Dirinya terduduk tepat disebelah kasurnya, memakan makanan yang dia dapat. Ah, setidaknya Lena tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk makan malamnya.
Suapan pertamanya sedang dia kunyah, Lena meletakkan kembali piringnya dan memikirkan sesuatu dengan apa yang sedang dia alami. Singkatnya, Lena sedang menghitung semua biaya yang akan dia butuhkan untuk mengganti rugi pada dua laki-laki itu. Kunyahannya melambat setelah dia memperkirakan biaya keseluruhan. Helaan nafasnya keluar begitu saja.
"Mereka terlihat seperti orang kaya. Tapi, kenapa masih meminta ganti rugi pada orang yang tidak memiliki apa-apa sepertiku?" tanyanya dengan mata yang mengerjap beberapa kali meratapi nasibnya.
Satu tetes air mata terjatuh ke atas kakinya, dengan cepat Lena menghapusnya. Menangis tidak akan menyelesaikan masalahnya, dan yang ada semakin membuat hatinya perih ketika menyadari perubahan hidup yang drastis. Akhirnya, gadis itu kembali mengambil piringnya dan segera melanjutkan acara makan malamnya. Dengan sekuat tenaganya, dia menenangkan diri serta hati.
"Jangan menjadi gadis yang cengeng," jedanya sembari memasukkan satu suapan lagi ke dalam mulutnya. "Kau hanya perlu kuliah dan mencari uang yang banyak. Dan kau bisa merubah kehidupanmu dimasa depan nanti," lanjutnya.
Kedua bola mata Lena menatap keluar kamar dan tepat terarah pada bulan purnama malam ini, serta kedua alisnya tertekuk, seolah dia sedang berharap pada bulan itu untuk membantunya mewujudkan apa yang dia inginkan saat ini. Semoga bulan juga mendengar semua harapannya. Karena hanya dirinya sendiri yang akan melangkah, tanpa ditemani oleh siapapun.