Menyusuri bagian mansion yang ada di belakang, Rei pun membawa Aria ke perpustakaannya. Normalnya Aria mungkin akan merasa terperangah melihat ruangan yang luasnya bukan main bahkan sampai terdiri dari 2 lantai dan dipenuhi oleh rak buku di mana-mana itu.
Tapi untuk sekarang kepalanya masih belum bisa memproses hal lain selain rasa kesalnya pada Rei karena sudah memecat Julie begitu saja. Juga karena membuatnya jalan nyeker sejak tadi, bahkan meski kakinya memang terasa lebih baik.
Tapi bukannya meladeni Aria, Rei malah pergi ke salah satu rak dan mencari-cari sesuatu dari sana. "Hal pertama yang perlu kau tahu adalah, sampai kau benar-benar masuk ke akademi, kita masih harus pura-pura tidak kenal." Katanya.
"Jadi saat bertemu dengan Loir besok, jangan mengatakan hal yang macam-macam dan bilang saja kalau kita cuma ketemu di kapal tuan Bishop."
Aria hanya diam, jadi dia pun melanjutkan. "Soalnya kalau ada yang tahu kau adalah bawahanku, nanti orang-orang di akademi akan curiga ini-itu padaku dan mungkin mempersulitmu juga." Lanjutnya. "Walaupun… Aku juga tidak jamin mereka tidak akan melakukannya, haha." Tambahnya getir sendiri.
Tapi karena Aria masih saja mengalihkan wajahnya dan diam, Rei pun mulai kehilangan kesabarannya. Sehingga akhirnya dia memutuskan untuk mendekati Aria dan menatapnya lekat-lekat. "Kalau kau tidak ingat… Kau sudah setuju jadi bawahanku. Kau tidak bisa bersikap menyebalkan terus seperti ini." Katanya tajam.
"..." Untuk sesaat, Aria sempat kelihatan goyah mendengar itu. Soalnya kalau diingat-ingat, yang dia lakukan seharian ini memang cuma protes dan banyak membangkang perintahnya.
Itulah kenapa Irigen juga sempat bilang kalau dia tidak kedengaran seperti pelayannya. Aria bahkan sudah tidak ingat sejak kapan cara bicaranya pada Rei jadi tidak formal lagi--meski yang pasti itu ada hubungannya dengan insiden penculikannya hari ini.
Tapi terlepas dari semua itu, Rei masih membawanya ke sini.
"A-Aku minta maaf." Kata Aria akhirnya. "Tapi tolong jangan pecat Julie. Dia hanya mau membantuku tadi."
Alis Rei masih berkerut tidak senang, tapi akhirnya dia cuma menggertakkan giginya pelan. "Baiklah, terserah." Katanya kemudian.
"Benarkah? Terima kasih! Kalau begitu biar Aku beritahu Julie--"
"Nanti." Potong Rei sambil menahan lengannya. "Yang penting, lihat ini dulu." Lanjutnya sambil menunjukkan kertas yang dia ambil tadi.
Dan ternyata kertas itu merupakan poster buronan dengan sketsa wajah Irigen di tengahnya. Gambar mata dan hidungnya sedikit terlihat aneh, tapi laki-laki dengan rambut gimbal itu sudah pasti Irigen.
"Seperti kata Loir, kita memang sial sekaligus beruntung karena sudah bertemu dengan Irigen. Buronan dengan harga setinggi itu tidak banyak, kau tahu." Tambahnya dengan senyum yang agak menjijikkan.
Tapi selain tulisan 100 koin emas di bawahnya, Aria tidak menemukan ada hal lain yang aneh di poster itu. "Seratus koin, kau sudah mengatakannya tadi."
"Bukan koinnya. Tapi tanda bintang di bawah namanya." Kata Rei. "Dia punya 5."
"Artinya...?"
"Dia adalah buronan tingkat 5." Jawabnya lagi. Tapi karena Aria malah kembali terdiam, Rei pun harus melanjutkannya. "Itu artinya kau bukan hanya akan dapat imbalan uang, tapi juga emblem emas."
"Emblem emas…" Ulang Aria. "Maksudmu emblem penghargaan yang biasanya diberikan pada orang-orang yang berjasa pada kerajaan?"
"Ya. Dan orang yang memiliki 3 emblem itu, status sosialnya akan dianggap setara dengan masyarakat tingkat 3."
Perlahan memahaminya, mata Aria pun melebar. "Ada cara seperti itu?" Sahutnya tidak percaya, sekaligus senang karena itu artinya dia tidak perlu menikahi bangsawan aneh yang entah siapa dan dari mana.
Jadi itu maksudnya saat Rei menyebut mereka sial sekaligus beruntung karena sudah bertemu dengan Irigen tadi.
"Kalau kau dapat emblem platina, kau hanya butuh satu. Tapi kau harus jadi pahlawan perang untuk itu. Jadi ini sudah yang paling bagus."
"Itu sebabnya kau minta dia untuk tidak kabur dari penjara dulu?"
Tidak langsung menjawab, Rei memainkan bibirnya sejenak. "Yah, sebenarnya kalaupun dia berhasil kabur, mereka tetap harus memberikannya padamu. Tapi daripada memberi mereka alasan untuk tidak memberikan emblemnya, lebih baik kita jaga-jaga." Balasnya kemudian.
Tapi karena Aria malah kembali terdiam, Rei pun kembali bertanya. "Kenapa? Kau tidak mau mengunjunginya?"
"Tidak, Aku tidak terlalu masalah. Aku juga khawatir apa lukanya sudah sembuh atau belum."
"…" Tapi Rei malah kelihatan tidak senang lagi mendengar itu. "Kali ini memang terpaksa, tapi dalam keadaan normal kau tidak boleh dekat-dekat orang berbahaya sepertinya. Aku jamin akan merepotkan setengah mati ke depannya." Katanya mengomel.
Dan karena Aria terdiam, Rei pun melanjutkan. "Orang seperti Loir dan bangsawan lainnya juga. Orang-orang seperti mereka sangat pandai mengorek informasi dari orang kampungan sepertimu. Kalau tidak kuhentikan tadi, dia bahkan sudah akan ikutan ke sini."
Tidak bisa membalas, seketika itu Aria malah jadi merasa canggung sendiri mendengarnya. Soalnya omelan seperti itu dulu juga sering dikatakan oleh Leyna, kalau katanya dia kurang waspada pada orang lain yang tidak dia kenal.
Walaupun Aria tetap saja merasa aneh mendengarnya dari orang yang juga mencurigakan. "Setidaknya mereka tidak menculikku." Celetuknya lagi, yang seketika langsung membuat Rei melebarkan mulutnya tidak terima.
"Hah?! Kan sudah kubilang kalau temanmu yang duluan membawamu--Hh, lupakan. Lupakan!" Tapi sayangnya tenaganya sudah tidak cukup untuk dipakai berdebat, jadi dia pun menyerah dengan cepat.
"Daripada itu, masih ada satu hal lagi." Lanjutnya kemudian. "Mulai besok kau juga akan tinggal di rumah yang kupinjamkan pada tuan Bishop dan bocah itu. Soalnya akan aneh kalau ada yang tahu kau tinggal terlalu lama di sini." Katanya lagi.
Tapi karena Aria cuma diam seakan tidak tertarik dengan informasi itu, suasana di ruangan pun seketika jadi hening.
"...Apa tidak ada yang ingin kau tanyakan?" Tanya Rei akhirnya.
"Kau sudah selesai? Kalau begitu Aku bisa temui Julie sekarang?"
Rei kembali mengerutkan alisnya. "Tidak. Aku minta kau bertanya sesuatu."
Dipaksa bertanya, Aria pun terdiam beberapa saat untuk memikirkan hal yang masih ingin dia tanyakan. Tapi ternyata tidak banyak yang bisa dia pikirkan sekarang. "Kalau begitu bagaimana cara mendapatkan sisa emblemnya?"
"Mm, kupikirkan besok."
Tapi karena Rei kelihatannya masih ingin ditanya, Aria pun berpikir lagi. "Mm, itu, kalau mengenai ujian masuk akademinya?"
"Akan kuberitahu besok." Balasnya lagi. "Setelah kau pergi menemui Loir dan urusanku selesai, kita mungkin bisa latihan sedikit sebelum matahari terbenam."
"...Apa ada hal lain yang kira-kira bisa kau beritahu sekarang?"
"Mm… Baiklah, kau boleh cari pelayan tadi."