webnovel

...Kalau Begitu Tolong

"Pwehehe!" Celetuk beberapa tahanan yang berusaha untuk tidak tertawa terlalu keras. Soalnya setelah usaha panjang mereka untuk membuka kunci penjara dengan sebuah lidi, akhirnya mereka pun berhasil.

"Bos, pintu kami sudah bisa terbuka! Biar kubuka juga pintumu." Kata mereka ke penjara sebelah, di mana kapten mereka ditahan.

"Hh, tidak usah pikirkan Aku. Kalian pergi saja duluan sebelum para penjaga itu kembali." Sahut Irigen yang masih terduduk lemas di ujung ruangan. Tidak seperti para bawahannya, bukan cuma dikurung, dia juga dirantai dan dipasung supaya tidak bisa menggunakan sihirnya.

"Tidak apa!" Sahut bawahan yang gendut dan pendek. "Mantan istriku tadi sudah memberikan obat tidur ke para penjaga itu, jadi mereka tidak akan bangun sampai sore!"

"Tapi kalian butuh waktu sampai malam untuk membuka pasungku juga." Kata Irigen lagi. Tapi karena anak buahnya masih saja serius mengakali kunci pintu itu, dia pun menaikkan suaranya. "Sudah kubilang tidak usah, bodoh!" Teriaknya. "Kalau Aku kabur sekarang nanti Aku tidak bisa ketemu perempuan itu lagi!"

Dengan wajah bingung, tiga bawahannya itu pun saling memandang. "Bos, kenapa kau jadi naif begitu? Kau lupa kalau bangsawan tidak pernah menepati janji mereka?"

Tapi Irigen malah tersenyum. "Tapi perempuan itu bukan bangsawan."

"Tapi dia pacarnya seorang bangsawan!"

"Tentu saja bukan." Sahut Irigen masih keras kepala. "Dilihat dari cara mereka bertengkar, mereka pasti saling membenci."

"Aku dan istri keduaku juga bertengkar setiap hari, tapi nyatanya dia malah menerima lamaranku!"

Mendengarnya dari orang yang punya 3 istri, Irigen pun goyah. "Apa benar begitu?"

"Tentu saja begitu! Dalam waktu 2 hari, mereka pasti akan langsung menikah!" Balasnya lagi. Dan begitu mereka bisa membuka kuncinya, mereka pun langsung masuk ke penjara Irigen untuk mulai melepaskan pasungnya juga.

"Woi, kakiku tidak usah!" Seru Irigen kemudian. "Lepaskan saja pasung di tanganku supaya Aku bisa menggunakan sihir--"

Tok Tok. Tapi tiba-tiba saja malah kedengaran ada orang yang mengetuk kerangka besi di pintu. Itu Loir!

"Siapa sangka kau punya bawahan yang baik begini? Padahal bawahanmu yang lama saja langsung meninggalkanmu." Katanya, yang kemudian mulai mengeluarkan pedang dan mengacungkannya pada 3 bajak laut payah itu. "Ah, atau mereka hanya belum tahu sifat aslimu."

Tapi bukannya meladeni ocehan Loir, pandangan Irigen sudah terpaku duluan para perempuan yang berdiri di luar pintu. "Kau datang!" Serunya. 'Dan dia bahkan terlihat lebih cantik sekarang!'

Meski yang menyahutnya tetap saja Loir. "Yaa, dia khawatir kalau lukamu belum sembuh. Jadi dia ingin memeriksanya." Katanya, dan dia pun beralih ke arah Aria. "Sudah kubilang dia baik-baik saja. Terlalu baik malah."

Tapi karena Aria masih memasang wajah khawatir, Loir pun mendesah pelan. "Baiklah, kau boleh memeriksanya. Selagi Aku merantai mereka." Gerutunya sambil mulai menggiring 3 bajak laut itu untuk kembali ke sel penjara mereka.

Dan setelah memastikan Loir sudah agak jauh, Aria pun berjalan memasuki sel Irigen dan memelankan suaranya sepelan mungkin. "Maafkan Aku. Kalau saja Aku datang lebih siang, kau dan anak buahmu mungkin sudah bisa kabur dari sini." Katanya tidak enak.

Sehingga tentu saja Irigen jadi kebingungan. "Bukannya justru kau yang akan dapat masalah kalau Aku kabur?"

"Mungkin." Sahutnya getir. "Daripada itu, apa lukamu sudah tidak sakit lagi? Walaupun lukanya sudah menutup, bekas kutukan pedangnya mungkin masih terasa."

"Uhh, tentu saja! Rasanya masih sangat perih malah!" Balasnya.

Aria tahu kalau Irigen mungkin sedang melebih-lebihkannya, tapi dia tetap saja memeriksanya. Meski daripada bekas lukanya, yang lebih mengkhawatirkan adalah pasung yang mengekang kedua tangannya.

Soalnya tidak seperti pasung biasa, yang ditahan bukan pergelangan tangannya melainkan seluruh tangannya sendiri. Bahkan sepertinya pasung itu juga memiliki pengaturan yang akan langsung melukai tangannya kalau-kalau dia berusaha menggunakan sihirnya.

"...Tidakkah ini menyakitkan?"

"Iya! Dan kau tahu apa yang lebih buruk? Aku tidak bisa menggaruk kepalaku yang gatal!" Balas Irigen. Jawabannya sedikit meredakan kekhawatiran Aria, tapi dia juga tahu kalau Irigen tidak berbohong.

"Baiklah, nona Aria." Tapi kemudian Loir pun kembali. "Sudah waktunya kembali. Kelihatannya dua temanmu membuat masalah di atas." Katanya.

"Oh, ka-kalau begitu sampai ketemu lagi!" Teriak Irigen sebelum Loir benar-benar menarik Aria pergi.

Dan begitu keduanya kembali ke lobi, pemandangan yang menyambut mereka malah sosok tuan Bishop yang sedang menarik kerah salah satu prajurit--dan Feny yang sedang menggantung di lehernya seakan berniat mematahkan leher prajurit itu.

"A-Apa yang sedang kalian lakukan?" Panggil Aria yang buru-buru lari mendekati Feny untuk menariknya turun dari prajurit itu.

Meski di kesempatan itu tuan Bishop malah kembali melancarkan protesnya. "Di poster kan jelas tertulis 100 koin emas. Kenapa ini malah cuma 50?!" Keluhnya sambil membanting kantong uang di tangannya ke meja. "Berikan 50 sisanya!"

"Orang kampungan seperti kalian mungkin tidak tahu, tapi itu yang namanya pajak!" Balas seorang prajurit botak di situ. "Dan bahkan kudengar, bukan kalian yang benar-benar menangkapnya." Tambahnya.

Semua orang langsung menoleh ke arah Aria. Jadi dengan gemetar, dia pun menyahut, "Ta-Tapi bukankah pajak biasanya hanya sepersepuluh?"

"Sudah naik jadi per dua puluh." Balas prajurit itu. "Dan ditambah dengan biaya pengurusan Irigen dan semua anak buahnya yang lebih dari 20, sisanya ya segitu."

"Dan kenapa kami yang harus menanggung itu?" Protes Feny.

"Karena kalian yang membawanya ke sini!"

"Mana bisa begitu?!"

Untuk beberapa saat, semua orang langsung kembali berdebat dan teriak satu sama lain. Saking ramainya, Aria bahkan tidak bisa menyela sedikitpun. Rei memang sudah mengatakan kalau mereka tidak akan memberikannya dengan mudah, tapi siapa sangka mereka akan sampai saling tarik rambut begini.

Meski saat panik begitu, tiba-tiba saja Loir malah menepuk pundaknya pelan dan tersenyum kecil. "Mereka keras kepala sekali. Apa kau janji akan memberikan bagian kalau mereka membantumu?" Tanyanya, meski Aria cuma bisa diam.

Dan setelah terdiam sejenak, dia semakin melebarkan senyumnya. "Kalau begitu mau kubantu juga? Asal kau bersedia makan malam denganku nanti."

"..." Aria tahu dia harus menjawab tidak. Tapi dalam keadaan seperti ini, ditolak juga rasanya tidak boleh. Dan karena dia juga sedang tidak bisa memanggil Feny untuk minta tolong, Aria pun terpaksa memikirkan caranya sendiri. "Anu, itu, tapi Aku ada urusan lain nanti sore."

"Kalau begitu mau langsung setelah ini? Aku setidaknya bisa mengajakmu keliling tentang cara menghabiskan uang sebanyak itu."

"..." Aria juga sebenarnya sudah berencana akan membantu pekerjaan tuan Bishop setelah ini, lalu dilanjutkan dengan pindahan ke rumah sewaan Rei. Tapi, yah, tidak akan ada yang protes padanya kalau dia mengundur rencana itu, kan?

"...Kalau begitu tolong." Kata Aria akhirnya, meski dia sudah punya firasat kalau dia mungkin akan menyesalinya.

Dengan senyum puas, Loir pun berjalan ke arah teman botaknya. "Mereka benar, kau tahu." Selanya memulai. "Pengurusan tahanan tidak seharusnya dibebankan kepada mereka. Soalnya kalau iya, gaji kita harusnya dipotong juga setiap kita memasukkan orang ke penjara."

Dengan keheningan yang tajam, ekspresi temannya langsung terlihat berkerut kelam. "Tuan Gerard tidak akan menyukai sikapmu."

"...Ya, apa yang beda?" Sahut Loir asal, yang kemudian kembali mengeraskan suaranya. "Ditambah, potongan pajak sebenarnya sudah duluan dihitung sebelum kita menuliskannya di poster. Hadiah aslinya hampir 130, jadi 100 koin sudah merupakan uang bersihnya." Lanjutnya.

"Sudah kuduga!" Seru tuan Bishop.

Prajurit botak itu masih kelihatan kesal dan seperti berniat memukul Loir. Tapi kemudian Loir malah duluan tersenyum dan menepuk pundaknya. "Tinggal berikan saja uangnya tidak masalah kan? Tidak seperti pakai uang kita juga."