Para Milisi Wajo tetap dibariskan dengan persenjataan seadanya berhadapan langsung ke arah musuh yang menggendangkan tabuh berukuran raksasa. Sullewatang yang memimpin di depan pasukan membalas penghinaan itu dengan mengacungkan tombaknya tinggi-tinggi ke langit seraya memutar kudanya ke belakang.
"Lihat Bangsawan itu Temmalara! Mario! Anakbatu! Lamboga! apa kalian berempat sudah takut!?" bentak Doraemonku.
"Tidak kapten lihat nanti aku akan menjadi Jendral terkuat di..." balas Lamboga.
"Ingat rencana! jangan jadi beban. Doraemonku itu hanya mengetes daya tangkap kalian saja." sanggah Sero, salah satu Anggota Gagak Hitam.
"Tapi bukankah rencana itu pengecut, Pak Sero!?" tanya Lamboga.
"Bocah bodoh mau pemberani ataupun pengecut kami tidak peduli. Kita berperang bukan untuk menjadi pemberani ataupun pahlawan tapi untuk uang bodoh! karena itu kita akan kabur dari medan perang ini. Lihat di depan kalian itu mau sekuat apapun kita melawan pasti akan kalah dan bayarannya juga rendah."
"I...ya benar Pak Sero, maaf...kan kami!" spontan sahut Mario agak gemetar.
"Haha jangan khawatir nanti kita akan jarah mayat-mayat yang tewas itu dan uang akan dibagikan rata. Namamu Mario kan kau kelihatan yang paling pintar diantara temanmu, kau pasti berfikiran sama denganku bukan." balasnya sembari mendekati Mario lalu menepuk pundaknya.
"I...iya benar paman," jawab Mario sambil menunduk.
"Lamboga kau ingin menjadi Jendral terkuat di Gowa kan, aku hargai itu. Tapi kau harus pintar agar impianmu itu terwujud!" sahut Doraemonku seraya memukul kepala Lamboga.
Brak!
"Aduh sakit Kapten, kenapa aku... arghhh lagi-lagi duh!" balas Lamboga yang tidak terima di pukul kepalanya berkali-kali oleh Doraemonku.
Brak!
"Kenapa kau tegang sekali, lihat itu dua sialan itu sedang bersenda gurau!" ujar Sero tersenyum sinis.
"Ya benar" balas Mario yang terlihat mulai ketakutan.
"Mario kau mulai kencing di celana ya hahaha."
"Bukan kencing lagi sero tapi mencret di celana." sahut Padada, Anggota Gagak Hitam lainnya ikut tersenyum sinis.
"Jiahaha lihat anak buahmu ini Doraemonku jauh-jauh dia datang dari Somba Opu ke Tanah Wajo hanya untuk kencing di celana. Hoy kau Tuan Perjaka berani juga menatapku seperti itu, mau kutikam dengan badik milikku ya?" tanya Sero menatap tajam Temmalara.
"Tikam saja dia Sero! jadikan dia jagoan konyol!" sahut Padada dengan antusias.
Temmalara yang tidak tahan dengan ucapan mereka berdua, langsung menghampiri mereka dan ingin sekali mendaratkan pukulan ke wajah Sero, tapi ia segera ditenangkan oleh Anakbatu yang mengikutinya di belakangnya.
"Kakak kita fokus saja!" ujar Anakbatu langsung menahan pundaknya.
"Sial hampir saja," balas Temmalara sambil memegang dada dan menarik nafas.
Seketika rasa amarah di dada Temmalara berubah menjadi rasa takut, ketika musuh yang berbaris dengan tatapan yang memuakan diseberang sana mulai memukul-mukul tombak dan perisai mereka.
Trang! Tong! Trang!
Panglima yang memimpin pasukan musuh terlihat berada paling depan dari barisan musuh. Ia terlihat lebih kekar dan berwibawa daripada Sullewatang Wajo yang berada paling depan di barisan pasukan.
Nyali pasukan menjadi ciut melihat panglima musuh. Namun Sullewatang didepan barisan itu tetap tegar membusungkan dadanya, ia harus mengambil langkah untuk membuat pasukannya kembali bersemangat.
Sullewatang itu menatap sekelilingnya dengan cermat, ia dapat membaca perasaan pasukannya yang kebanyakan diisi oleh rasa takut. Maka sekali lagi ia memacu-macu kudanya dan mengacungkan tombaknya lalu mulai menghadap ke belakang berteriak menyemangati pasukannya.
"Kita semua disini! berperang untuk mempertahankan Tanah Wajo! Mungkin diantara kalian ada yang merindukan anak dan istrinya. Akan tetapi ingat! Berperang demi kehormatan raja dan negara adalah kehormatan yang agung! kita tunjukan orang-orang Bone dan Soppeng itu! Wajo adalah Suku terkuat Bangsa Bugis! kita bantai para pengkhianat perusak ketentraman Negeri. Maju kalian bersamaku dan gapai kemenangan!"
Seketika suara riuh berkumandang di laga itu, dan tanpa disadari Sullewatang itu sudah memacu kudanya ke arah musuh sendirian, pada saat itu pula saat yang ditakutkan oleh mereka bertiga telah dimulai.
"Ewako (Bahasa Bugis: Hidup) waktunya membantai orang-orang Bone dan Soppeng!" teriak salah seorang milisi Wajo mengikuti Sullewatang mereka dari belakang.
Uuuooohhh!
Kedua kubu berlari tumpah ruah di medan laga, pertempuran telah dimulai dan darah pertama sudah ditumpahkan. Milisi Wajo yang hanya bermodalkan bambu runcing berupaya untuk merebut parang dan tombak para pemberontak itu.
Salah satu kelompok milisi Wajo ada yang memegangi salah satu pemberontak yang terbaring di atas tanah.
"Ampun kita ini sama-sama orang bugis kan? to...tolong!"
Arrrggghhh!
Brak!
Milisi Wajo itu langsung menghantamkan batu besar ke kepala Pemberontak itu. Kepalanya seketika remuk mengeluarkan darah.
Kelompok Gagak Hitam yang sudah berencana untuk desersi, langsung berlari ke samping menuju pepohonan bambu. Mario yang tidak kuat melihat kejadian tadi langsung muntah. Temmalara dan Anakbatu segera menolongnya untuk masuk ke dalam pepohonan bambu yang lebat dan bersembunyi disana.
"Hahaha tidak mencret kau bocah, tapi muntah!" sahut Sero sambil memegang pundak Mario.
"..." - Mario hanya diam saja, Ia masih terkejut karena melihat musuh tadi dihantam oleh batu kepalanya sampai hancur.
"Apa maksudmu mengejek temanku, hah!" spontan sahut Temmalara.
"Jangan merasa sudah hebat kau perjaka! kau saja tidak berani merayu perempuan," balas Sero.
"Diamlah... kita awasi mereka dari sini," ucap Doraemonku.
Milisi Wajo perlahan-lahan kehilangan semangat tempur dan momentum serangan mereka. Kelompok Tentara Bayaran Sambaran Petir mulai berlarian ke arah persembunyian Gagak Hitam begitu pula Milisi lain yang mulai kabur dari perang karena takut mati.
Tentara Wajo yang tersisa dibunuh tanpa ampun oleh pemberontak, begitu pula Lamboga yang mengayunkan parangnya kesana kemari seperti orang yang hilang kendali. Lamboga menangkis dan membalas serangan-serangan para pemberontak, bahkan Sero dan Doraemonku terkejut ia bisa bertahan cukup lama.
"Aku akan menjadi Jendral terhebat di Kesultanan Gowa!" teriak Lamboga.
Tang! Ting! Set!
"Bunuh bocah itu!" teriak para pemberontak.
"Haaaaa! aku akan menjadi jendral terhebat di Kesultanan Gowa!"
Teriakan Lamboga dan semangatnya, tidak ada gunanya saat mengayunkan parangnya, Lamboga disambar oleh tusukan parang dari belakang. Serangan itu menembus dari punggung ke dadanya.
Kelompok Gagak Hitam secara langsung menyaksikan kematian Lamboga dari balik persembunyian.
Keringat mengalir deras dari pipi Temmalara. Dadanya sesak serasa paru-parunya akan pecah akibat jantungnya yang berdetak sangat cepat, ia tidak mau mati. Yang terlintas di benaknya saat ini hanya satu yaitu kabur dan bertahan hidup.
--
"Haha Kapten Perang semua musuh telah kita habisi, Bone menang tinggal konsolidasi kekuatan di Pitumpanua. Pajak dari Wanua ini akan cukup membiayai perjalanan Arung kita dari Buton." Ujar salah satu pemberontak.
"Memang tapi pertempuran belum berakhir. Sekarang kita akan bunuh semua yang kabur dari perang. Sampah-sampah tidak berguna itu harus mati demi membalaskan dendam Arung Tobala. Ewako Bone dan Soppeng!" Kapten itu sambil menaiki kudanya langsung memacunya ke arah pepohonan bambu.
"Kapten Perang! tunggu!" teriak bawahannya.
"Lamban kalian ikuti perintahku kau cari di desa, aku yang akan mencarinya di bambu-bambu. Keluar kalian pengecut! aku tahu itu tempat kesukaan bersembunyi para pengecut!" teriak Kapten itu sembari mengacungkan parangnya tinggi-tinggi.
Satu persatu pemberontak mulak mensusuri rumah Warga Wajo, mereka menawan perempuan, anak-anak serta laki-laki yang tidak ikut berperang. Sementara anak buah Kapten mereka tanpa ampun memenggal kepala milisi yang lari dari peperangan.
Sang kapten pemberontak terus memburu Pasukan Wajo yang berusaha kabur. Dari atas kudanya ia terus memberi arahan berteriak dan menyemangati pasukannya.
--
Kelompok Gagak Hitam dan Tentara yang selamat lainnya lari sekencang-kencangnya menjauh dari persembunyian. Salah satu dari mereka yang lari, terkena lemparan tombak para pemberontak.
Srat!
Temmalara telah terkepung di hutan itu, Sekarang pemberontak-pemberontak itu telah berada di depan mata. Mereka sudah berhasil mengejar dan menjebak mereka, tidak ada jalan untuk kabur dari perang ini.
Temmalara dan yang lainnya langsung mengeluarkan golok serta parang, tangannya gemetar ini adalah situasi antara hidup dan mati. Doraemonku memerintahkan seluruh Gagak Hitam dan yang lainnya untuk bertarung.
Kelompok Sambaran Petir juga ikut membantu Gagak Hitam, mereka menghantam-hantamkan perisai dengan parang lalu pertumpahan darah terjadi dan potongan tubuh serta darah mulai melayang di udara.
Srat!
Aaarggghhh!
Temmalara, Mario, dan Anakbatu, mereka bertiga hanya terdiam kaku melihat kedua tentara itu saling bunuh satu dengan yang lain. Tanpa sadar air mata Anakbatu tumpah karena ketakutan dan Mario muntah lagi.
Kapten Musuh dan anak buahnya mulai berdatangan untuk membantu temannya. Mario spontan membuang bambu runcingnya dan berlari sekencang-kencangnya tak mempedulikan apapun. Anakbatu dan Temmalara langsung mengikuti langkahnya.
Mereka akan bebas sepertinya, musuh mulai tak nampak akan tetapi jalan menjadi makin curam dan semak-semak berduri menghalangi jalan mereka. Mario berbelok mencari jalan lain yang terlihat, yaitu tanjakan curam disana yang agak tinggi namun harus masuk ke kembali ke area pepohonan bambu yang rimbun.
Mereka bertiga berusaha memanjat tanjakan yang agak curam menyerupai bukit tersebut. Temmalara dan Anakbatu sudah sampai di atas namun ketidakberuntungan menimpa Mario. Pemuda itu terpleset jatuh ke bawah.
Brak!
Tanpa pikir panjang, melihat kawannya terjatuh Temmalara langsung turun ke bawah untuk menolong temannya dan menarik lengan tangannya.
"Hoy ayo Mario! aku akan menggendongmu. Sedikit lagi kita bisa lari dari perang ini dan menjadi kaya bersama-sama iya kan!" teriak Temmalara dengan panik.
"Kabur saja Temmalara sudahlah cepat! kau sudag punya anak dan istri. Tidak apa aku mati masih perjaka," - Mario langsung menepis tangan Temmalara.
"Cih! lihat kakiku ini sudahlah cepat Temmalara aku akan jadi pengalih perhatian!" bentak Mario sembari melihat luka yang menganga di kakinya itu semakin banyak mengeluarkan darah.
"Justru karena itu biarkan aku membantumu!" teriak Temmalara.
Kulit di kakinya sobek parah, terlihat daging yang terkelupas akibat terjatuh dari tanjakan tadi terkena salah satu batang bambu yang runcing. Temmalara langsung menggendong Sahabatnya itu ke atas.
Ia tidak ingin kehilangan orang yang ia sudah anggap kakaknya sendiri dan berusaha sekuat tenaga akan segera memanjat tanjakan itu lagi.
"Mario dengar aku tidak akan membiarkan Saudaraku mati!" tegas Temmalara.
"Kita ini tidak punya hubungan darah dasar... sudahlah turunkan aku!" bentak Mario seraya terus mengguncangkan tubuhnya.
Tiba-tiba dari belakang Kapten pemberontak yang mengikuti jejak kaki mereka bertiga mulai turun dari kudanya. Tatapannya tajam dengan Parang terhunus dalam genggaman. Mapten itu memandangi Temmalara, begitu pula Temmalara menurunkan Mario perlahan.
Woosh!
Temmalara telah beberapa kali melemparkan batu ke arahnya namun dapat ditangkis dengan mudah. Ia langsung mengacungkan parang berkarat miliknya ke arah musuh itu. Kapten itu memandang rendah Temmalara, karena terlihat jelas ia gemetaran.
Temmalara ingin sekali lari namun ia harus melindungi Mario apapun caranya, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Hanya ada satu hal yang pasti akan ada pemenang dan pecundang di duel hidup dan mati ini.
"Tolong!" teriak Temmalara
Seketika parang dipegang oleh Temmalara terjatuh ke tanah, dan badannya sudah dikunci Kapten itu yang bergerak sangat cepat. Parang langsung terhujam ke samping kepalanya. Rupanya ia tidak terburu-buru ingin menghabisinya.
"Jangan diambil hati kalau aku membunuhmu. Kau hanya kurang beruntung anak muda," ucap Kapten itu
"Haha benar tidak mengapa Paman. Ya mau bagaimana lagi," balas Temmalara sudah pasrah.
Dor!
Asap putih keluar dari terakol bersumbu kunci asli buatan Kesultanan Gowa-Tallo. Suaranya menggema kemana-mana memekakan gendang telinga orang yang berada pada jarak tembaknya. Tidak disangka-sangka yang menembakan terakol itu adalah Karaeng Galesong.