webnovel

- Api Dalam Sekam

Kota Luwuk, Kerajaan Banggai

Beberapa hari setelah pertemuan raya tahunan di Kesultanan Gowa, Sultan Ternate diam-diam berhasil menyelinap masuk ke Kerajaan Banggai. Sultan itu berlayar menggunakan kapal kora-kora miliknya dan telah mengundang pemimpin lain untuk ikut serta dalam pertemuan yang bersifat rahasia ini.

Di Istana Raja Banggai yang bergaya rumah panggung mewah, seisi ruangan menjadi tegang karena Raja seluruh Banggai yaitu Benteng Paudagar belum juga datang padahal mereka sudah menunggu lama sekali.

"Pak Tua, menurutmu ide gila siapa ini? mengadakan pertemuan rahasia di wilayah Kesultanan Gowa." tanya Sultan Amrullah Bagus Kesuma, Sultan Banjar sambil meminum kopi miliknya. 

"Kau diam saja, tidak mungkin tidak Raja Paudagar mengkhianati kita. Kami Bangsa Ternate yang menciptakan Kerajaan Banggai pertama kali sebagai Vasal dan penghasil kelapa," jawab Sultan Mandarsyah, Sultan Ternate.

"Haha begitukah pak tua? kejayaan kerajaanmu yang kalian yang hancurkan sendiri.  Dulu Ternate sempat menguasai wilayah Cebu (Filipina bagian tengah) sekarang menyedihkan sekali, tanaman rakyatmu sendiri kau bakar karena disuruh Belanda." ucap Kesuma dengan senyuman sinis.

"Diam saja itu strategi politik! bocah sepertimu tau apa masalah politik hah! yang terpenting luas wilayah Ternate kembali seperti dulu!" bentak Mandarsyah.

"Hoho sepintar-pintarnya kami, kami tak kan sepintar kalian membakar tanaman rakyat sendiri karena diminta oleh sekutu. Oh ya Kakek, Belanda itu sekutumu atau atasanmu."

"Ayah kita pulang saja setelah ini, Paudagar tidak kunjung datang. Tolong pikirkan baik-baik ayah apa demi merebut kembali Banggai dan Mongondow, kita harus meninggalkan ukhuwah islamiyah?" ujar Sibori, Putra Mahkota Kesultanan Ternate.

"Anak kecil diam saja, politik itu kejam!" balas Mandarsyah

"Aku Datuk Abdulrahman dari salah satu kota Mindanao, setuju dengan Sibori." sahut Datuk itu, belum terlalu mengenal Sibori.

"Cih siapa juga kau itu penguasa lemah. Kalian di sini ini kenapa ikut campur menasehatiku hah! seakan-akan paling pintar dan paling suci sendiri. Kau Sibori anak tidak tahu diri kau seharusnya di rumah saja kalau kau tidak setuju denganku!" teriak Mandarsyah seraya mengacungkan jarinya ke semua orang.

"Ayah tolong tenanglah malu banyak orang ini," ucap Sibori.

"Aku tidak peduli! Aku ini penguasa Nusantara Timur! aku sang penguasa sah seluruh Maluku dan Sulawesi!" bentak Mandarsyah tepat di wajah Sibori.

Meskipun sikap Sultan Ternate menarik perhatian semua orang, tiba-tiba semua mata yang hadir di pertemuan langsung tertuju pada Raja Banggai Benteng Paudagar dan Raja Bolaang Mongondow Loloda Mokoagow.

Mereka berdua duduk ditempat yang masih kosong dan tanpa menghabiskan waktu langsung memulai pembahasan.

"Sebentar aku ada satu pertanyaan sebelum kita memulai pembahasan Raja Banggai, apa kau bisa kami percaya?" tanya Kesuma.

"Jangan khawatir yang mulia Sultan Banjar, di atas lontara mungkin kami adalah Vasal Gowa tapi di dalam hati kami, kami akan selalu setia sampai mati kepada Ternate. Tanpa Ternate Banggai tidak akan pernah lahir." jawab Paudagar.

"Lalu kalau begitu kenapa kalian menjadi bawahan Gowa? apa alasan kalian sebenarnya?" tanya Kesuma masih belum yakin.

"Demi prestise dan ketentraman rakyat Banggai, kami harus pragmatis yang mulia... bukankah Unifikasi Sulawesi di bawah satu panji yaitu Gowa adalah prestisius. Untuk apa Rakyat Banggai dikorbankan jika dengan tunduk sukarela mendapatkan keuntungan yang lebih besar," jawab Paudagar.

"Aku baru tahu jadi bawahan negara lain adalah suatu kebanggaan, bwahaha... orang licik sepertimu," ujar Kesuma.

"Aku takut... sarkasmu itu tidak terlalu lucu Yang Mulia," balas Paudagar.

"Maaf kalau begitu Raja Banggai. Menurut pantauan telik sandi kami, kemungkinan besar tahun ini dan kedepannya Kesultanan Gowa akan memperkuat militer mereka dan mencari sekutu baru di Nusantara. Jika Aceh sebagai Hegemon Barat bersekutu dengan Gowa, maka habislah kita semua," ujar Kesuma.

"Luar biasa, padahal Armada mereka sudah sangat tangguh mereka ingin menambah kekuatan lagi," balas Sibori.

"Benar apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Sultan Banjar Pangeran Sibori, karena itu mengapa kalian semua diundang Ternate dalam pertemuan ini. Posisi kita akan terancam oleh Hegemoni Gowa di Nusantara Timur dan Hegemoni Aceh di bagian Barat, apalagi Gowa dibawah pemerintahan Sultan Hasanudin dan Karaeng Karunrung," sahut Loloda, Raja Mongondow.

"Itu artinya sekarang kekuatan Armada dan kualitas Bala Tentara Gowa telah melampaui Majapahit, Hegemon yang konon pada zamanku berani menapakan kaki di Bumi Kalimantan," balas Kesuma

Seketika para Sultan dan pembesarnya yang ikut pertemuan itu kaget mendengar pernyataan dari Sultan Banjar, Bagaimana tidak semua orang pada pertemuan itu tahu seberapa besar dan menakutkannya kekuatan armada Majapahit.

Kerajaan Hegemon dimata mereka itu berusaha menyatukan Nusantara dibawah kepemimpinan mereka meskipun gagal.

"Semua yang ada disini kita akan meminta bantuan dari Belanda untuk mengalahkan Kesultanan Gowa. Kudengar ada satu pangeran yang meminta perlindungan pada VOC jelas bisa kita manfaatkan," sahut Mandarsyah.

"Maaf kalau saya lancang tapi pertimbangkan lagi yang mulia. Kita tidak bisa mengandalkan Belanda. Mereka berencana untuk merebut posisi Aceh dan Gowa sebagai Hegemon di Nusantara," ujar Paudagar.

"Dasar bodoh kalian semua! sejak Aceh dipimpin Wanita kekuatan mereka kian merosot, apa masih pantas menyebut mereka Hegemon!?" balas Mandarsyah.

"Kumohon tenang dulu Yang Mulia," sahut Paudagar.

"Tenang katamu!? Paudagar kau itu bawahanku, aku masih ingat saat Perang Huamual kau malah bertempur bersama Gowa. Kalau kau memang bawahanku yang setia, kau harus ikuti setiap ucapan Sultan Ternate. Kalau aku meminta bantuan Belanda nanti, kau harus setuju!" teriak Mandarsyah.

"Dimengerti Yang Mulia." 

"Rencana konyol, jadi ini rencanamu yang kau tulis di surat itu sebagai mahakarya Paudagar? yakni menjadi pesuruh Belanda. Sultan Ternate, sudah kuputuskan aku tidak mau terlibat dalam perang ini namun aku juga tidak akan membantu Gowa. Aku tidak sudi berperang dibawah kendali penjajah dari Eropa itu. Aku kira kita disini membahas strategi pamungkas untuk mengalahkan Gowa tapi kalian malah mempertontonkan kebodohan yang fatal!" sahut Kesuma, langsung berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan.

Merasa dipermainkan dengan amarah yang memuncak, Sultan Banjar pergi meninggalkan pertemuan dan langsung bertolak balik ke Keratonnya dengan kapal dayung besar miliknya. Seperti yang ia katakan tadi, Banjar akan tetap netral jika seandainya perang pecah antara Ternate dan Gowa.

"Yang mulia aku dan Paudagar akan melemahkan hubungan Kesultanan Gowa dengan Kesultanan lain. Gowa memiliki hubungan yang erat dengan Kesultanan Bima dan Kesultanan Banten. Dan aku yakin sebenarnya Kesultanan Bima itu diam-diam dikontrol oleh Kesultanan Gowa sekalipun mereka tak mengakuinya," ujar Loloda.

"Benar Yang Mulia daerah utara Sulawesi kebanyakan tidak setia pada Kesultanan Gowa. Jangan khawatir, Sultan Hasanudin masih percaya kepadaku. Kita bisa memanfaatkannya," sahut Paudagar.

"Haha, aku kagum dengan pemikiran dan kesetianmu. Tapi apa yang harus dilakukan, mereka masih akan memperkuat militernya Paudagar," ucap Mandarsyah seraya bertepuk tangan.

"Tenang saja Baginda, Kebijakan yang dibuat oleh Sultan Hasanudin dapat diibaratkan sebagai bumerang. Semakin kuat ia memperkuat Armada Gowa maka akan semakin paranoid negeri tetangganya."

"Tapi tetap saja mereka bertambah kuat, dari tadi pembahasan kita hanya berputar-putar saja,"

"Tidak Baginda, Sultan Hasanudin dan Karunrung berpikir bahwa Gowa adalah penguasa terkuat di Nusantara saat inu. Mereka pikir kita dan yang lainnya hanya akan diam saja melihat kekuatan militer yang dahsyat," ucap Paudagar terseyum licik.

"Tenang Baginda kami adalah Patriot Ternate sejati," sahut Loloda.

"Karena itu Baginda aku mohon, pertimbangkan kembali. Jangan sampai Ternate meminta tolong pada Belanda. Biarkan kami berusaha terlebih dahulu untuk menebarkan rasa takut pada para Sultan di tempat lain dan menghasut Raja-Raja di Sulawesi," balas Paudagar.

"Baiklah kalau begitu tapi aku akan tetap meminta bantuan Belanda jika sudah saatnya. Jangan naif Paudagar," ucap Mandarsyah.

Segera setelah semua permasalahan selesai dibahas, Paudagar pergi ke istananya. Ia ingin beristirahat penuh untuk bisa melanjutkan aktivitasnya secara maksimal pada esok harinya.

"Pelayan!" teriak Paudagar.

"Iya Tuan," sahut salah satu Pelayan mendekatinya.

"Antarkan surat-surat ini kepada bawahanku."

Sebelum pertemuan ini, Paudagar telah membentuk bawahan khusus yang siap menjalankan segala tugas yang diberikan olehnya. Setelah surat itu disampaikan kepada mereka, para bawahan itu langsung berlayar dengan kora-kora menuju tempat yang sudah diperintahkan oleh Sang Raja Banggai.

Paudagar kemudian menulis surat untuk Sultan Hasanudin dengan alasan ingin mempererat tali silaturahmi sekaligus proyek untuk mengembangkan perkebunan kelapa di Banggai.

Paudagar tahu watak dan sifat Sultan Hasanudin itu seperti apa, karena pernah bertempur bersamanya saat Perang Huamual di Maluku dahulu. 

Ia juga diam-diam telah menjalin kerjasama dengan salah satu petinggi Gowa yakni Karaeng Laiya dengan memberikan keuntungan 3/4 dari hasil penjualan Kelapa Kerajaan Banggai untuk Laiya, Jika Laiya mau membantunya membocorkan beberapa rahasia penting Gowa. 

Dengan perencanaan yang matang, Paudagar yakin bisa Gowa bisa ditumbangkan tanpa perlu melibatkan Belanda.