Selama berada di dalam mobil yang melaju ke arah bandara memecah jalanan ibu kota, Rania tadi merebut ponsel milik Ardhan untuk mengirim foto pria yang menolak dan tidak jadi menggunakan jasanya.
Saat ini, ia tengah memandangi foto pria tampan yang diketahuinya bernama Axel Alcatraz. "Ternyata pria ini lebih tampan darimu, Ardhan. Kamu tidak merasa khawatir jika Zelyn jatuh cinta padanya?"
Ardhan yang dari tadi fokus menatap ke arah jalanan saat mengemudi, kini melirik sekilas ke arah Rania. "Arzelyn Selena bukan wanita murahan, tetapi dia adalah sosok wanita sempurna yang sangat menjaga harga dirinya. Dia tidak pernah tergoda dengan para lelaki karena sangat setia padaku. Karena itulah, satu bulan lagi kami akan menikah."
Merasa tersindir dengan perkataan Ardhan, refleks membuat Rania langsung mengarahkan tinjunya ke lengan kekar itu. "Sialan, kamu Ardhan! Apa kamu sedang menyindirku dan ingin mengatakan kalau aku adalah wanita murahan?"
Meskipun tidak merasakan sakit pada lengannya, Ardhan merasa kesal saat merasa apapun yang dikatakannya salah di mata sahabatnya semasa kuliah tersebut, sehingga ia kini hanya geleng-geleng kepala menanggapi kemarahan dari Rania.
"Astaga, bukankah kamu yang tadi menanyakan tentang calon istriku? Kenapa sekarang kamu marah setelah aku menjawabnya. Aku hanya menjawab pertanyaanmu mengenai Zelyn. Masalah kamu tersindir atau tidak, bukan salahku."
"Lebih baik kita hentikan pembahasan mengenai wanitaku. Daripada kamu kesal sendiri dan menjadikan aku sebagai sasaran kemarahanmu."
Saat sekilas menatap Rania yang sama sekali tidak membawa apapun, Ardhan mengerutkan kening. "Tunggu, kamu mau ke Bali, tetapi tidak membawa apapun. Apa kamu hanya ingin mengerjaiku?"
Rania yang saat ini tengah mencari keterangan dari Axel Alcatraz di media sosial, merasa sangat kecewa tidak berhasil menemukan informasi dari pria yang akan dirayunya. Niatnya adalah ingin mencari apa yang menjadi kesukaan dari pria berkebangsaan Amerika tersebut, agar mempermudah untuk menjalankan misinya, yaitu merayu pria tampan yang sangat mempesona di matanya.
Dengan beralih menatap ke arah Ardhan, ia yang merasa sangat penasaran mengenai semua hal dari Axel Alcatraz, mencoba mengorek informasi dari sahabatnya tersebut.
"Aku nanti bisa membeli pakaian dan semua yang aku butuhkan di Bali. Alasan aku tidak membawa apapun karena aku belum mengetahui selera dari pria itu. Apakah dia suka dengan pakaian terbuka seperti bikini atau pakaian menerawang seperti lingerie."
Rania mengedipkan sebelah matanya pada Ardhan dan senyuman mengembang terukir di wajahnya. "Karena itulah aku ingin mencari tahu terlebih dahulu. Ngomong-ngomong, apa kamu tahu media sosial pria itu?"
Ardhan refleks langsung menepuk jidatnya begitu mendengar pertanyaan konyol dari wanita yang terlihat sangat terobsesi dengan rekan bisnis keluarganya.
"Astaga, aku bukan keluarganya, Rania. Mana aku tahu. Apa di mesin pencarian tidak menyebutkan apapun tentangnya setelah mengetik nama Axel Alcatraz?" Ardhan berbicara masih dengan fokus menatap ke arah jalanan yang sebentar lagi sampai di area bandara.
Sedangkan Rania yang merasa sangat kecewa dengan jawaban Ardhan, hanya menggelengkan kepala. "Kalau ada, mana mungkin aku bertanya padamu tadi. Dasar pria tidak peka. Untung saja bukan aku yang menjadi istrimu karena aku tidak suka dengan pria yang tidak mengerti perasaan seorang wanita."
Puas mengejek Ardhan, Rania membuka tas miliknya, meraih bedak dan juga lipstik untuk merias wajahnya agar terlihat semakin cantik. Berharap pria yang diincarnya akan tergoda pada pesonanya.
Berbeda dengan Ardhan yang lagi dan lagi harus selalu bersabar pada tingkah sahabatnya yang baru saja berbicara konyol padanya. Dengan sibuk mengumpat di dalam hati untuk melampiaskan kekesalan.
'Kalau bukan karena kasihan padamu, mana mungkin aku masih bersahabat dengan wanita sepertimu, Rania. Bisa-bisanya dia berkata konyol seperti itu. Bahkan mungkin tidak ada pria yang mau menikah dengan wanita sepertimu karena semua pria di dunia ini lebih menyukai wanita baik-baik daripada wanita murahan. Bukan hanya pria baik saja, tetapi pria berengsek pun ingin mendapatkan seorang istri yang baik juga," batin Ardhan di dalam hati.
Beberapa saat kemudian, mobil mewah milik Ardhan sudah berbelok pada area bandara dan ia mengemudikan mobilnya menuju ke arah tempat parkir. Begitu mobil terparkir rapi di tempatnya, kaki panjangnya sudah menapak di tanah begitu keluar dari mobilnya.
Tanpa menunggu Rania atau pun berniat untuk membukakan pintu, Ardhan sudah buru-buru berjalan menuju ke arah terminal keberangkatan. Beberapa saat berjalan, ia bisa melihat sosok wanita yang sangat dicintainya terlihat tengah berbicara dengan seorang pria yang sama sekali tidak dikenalnya.
Merasa sangat penasaran, ia mempercepat langkah kakinya dan ingin segera memberikan kejutan pada Zelyn. Ia sudah tidak sabar melihat ekspresi wajah bahagia dari calon istri yang akan berpisah dengannya selama satu bulan karena pekerjaan.
"Sayang," teriak Ardhan dengan melambaikan tangan. Tidak lupa senyuman mengembang terukir dari bibirnya saat melihat wajah terkejut Zelyn.
Saat Zelyn baru saja menolak uluran tangan dari pria yang tidak sengaja menabraknya, ia refleks langsung menoleh ke arah sumber suara yang sangat dikenalnya. Begitu melihat pria yang sangat dicintainya berjalan semakin mendekat, ia sudah mengerjapkan mata berkali-kali untuk memastikan apakah yang dilihat adalah calon suaminya.
"Ardhan! Kamu datang? Jadi, kamu ingin memberikan aku sebuah surprise? Aku terharu," ucap Zelyn yang langsung memeluk tubuh sixpack pria yang sangat dicintainya. Bahkan matanya sudah berkaca-kaca karena merasa terharu dengan kejutan dari Ardhan.
Sementara itu, Ardhan hanya tertawa kecil saat melihat tingkah Zelyn yang terisak di dadanya, sehingga ia sibuk mengusap rambut hitam berkilat wanita yang sudah memeluknya dengan sangat erat.
"Aku ingin melihatmu tersenyum, tetapi kamu malah menangis seperti ini. Kalau tahu begini, aku tadi tidak datang."
Zelyn yang masih sibuk menangis di dada bidang Ardhan, semakin berat untuk pergi meninggalkan pria yang satu bulan lagi akan menikahinya tersebut. Seolah ia merasa seperti tidak akan bisa bertemu lagi dengan pria yang sangat berarti untuknya tersebut.
"Awalnya aku berpikir sangat berat pergi tanpa melihatmu terlebih dahulu, Sayang. Akan tetapi, sekarang aku baru sadar bahwa ini jauh lebih berat. Namun, meskipun begitu, aku sangat bahagia bisa melihatmu sebelum pergi. Terima kasih, Sayang. Aku sangat mencintaimu."
Saat Ardhan tengah memeluk Zelyn, kedua matanya ber-sitatap dengan netra pekat dari sosok pria yang baru pertama kali ditemuinya, sehingga ia mencoba untuk tersenyum sebagai sapaannya.
Tidak hanya itu, tatapannya beralih pada pria yang tadi berbicara dengan kekasihnya. Merasa sangat penasaran, Ardhan mengeluarkan pertanyaannya.
"Aku juga mencintaimu, calon istriku yang cantik. Oh ya, kamu tadi berbicara dengan siapa? Memangnya siapa pria itu?" Menatap tidak suka pada pria yang sudah beranjak pergi setelah tersenyum padanya
Merasa malu ada banyak orang yang melihatnya, Zelyn melepaskan pelukannya dan membersihkan sisa air matanya. "Pria itu tadi tidak sengaja menabrakku. Jadi, aku tadi mengomel saja. Terima kasih, Sayang. Karena sudah datang dan memberikanku kejutan."
Baru saja Zelyn selesai berbicara, dilihatnya sosok wanita yang memakai pakaian super ketat dan terbuka, berjalan mendekat. Dengan mengerutkan kening karena tidak mengenal wanita yang sudah tersenyum ke arahnya, Zelyn menatap menyelidik pada Ardhan begitu mendengar nama kekasihnya disebut.
"Ardhan, kenapa tidak mengenalkan aku pada calon istrimu?" tanya Rania yang sudah menampilkan senyumannya untuk mencari perhatian pria tampan yang berdiri tak jauh dari hadapannya.
"Wanita ini ...." Zelyn tidak melanjutkan perkataannya saat Ardhan langsung menyahut.
"Dia wanita yang rencananya akan menemani pria itu, Sayang. Dia tidak mau uang, tetapi menginginkan pria tampan yang pergi bersamamu." Ardhan berjalan mendekati Axel Alcatraz yang tak jauh dari hadapannya.
Begitu sampai di hadapan pria tampan yang berpenampilan sangat rapi dan terlihat sangat maskulin itu, ia mengulurkan tangannya. "Selamat datang di Jakarta, Tuan Axel. Maaf baru bisa menyapa, Anda."
Sebenarnya Axel merasa muak melihat interaksi dari Zelyn yang tadi terlihat sangat mesra dengan tunangannya. Dirinya yang berniat pergi, melihat siluet wanita cantik di belakang Ardhan dan membuatnya mendapatkan sebuah ide di otaknya.
"Wanita itu pasti adalah wanita yang kemarin dicarikan oleh Zelyn. Ini semakin menarik saat melihat dia ternyata sangat dekat pria ini. Baiklah, aku bisa memanfaatkan wanita itu untuk membuat Zelyn kesepian saat melihatku bermesraan. Permainan yang sebenarnya akan segera di mulai," batin Axel Alcatraz yang langsung menyambut uluran tangan dari Ardhan.
TBC...