"Oh jelas dong! Tentu saja aku sangat lucu, tapi yang tidak aku mengerti kenapa kamu bisa mudah melupakan masa kecil kita dulu, An? Padahal aku terus mencoba untuk mengingatnya bahkan selalu berharap agar kita kembali bertemu lagi," ucap Hans sembari tangannya mengobati luka di lutut Anna.
"Hey! Jelaslah aku tidak ingat, umurku saja masih begitu kecil jadi mana mungkin aku mengingatnya," sahut Anna dengan cepat.
Saat itu Hans tidak lagi menyahut ucapan Anna, justru ia semakin fokus dengan lutut yang sedang ia obati. Lalu setelah selesai dengan cepat-cepat Hans mengeluarkan ponselnya.
"An, berikan nomormu supaya aku bisa menghubungimu kapan saja," pinta Hans.
"Oh ya baiklah," sahut Anna serta anggukan.
Saat Anna sedang mengetikkan nomornya kedalam ponsel itu tiba-tiba saja seorang pria yang begitu Anna kenali sedang berdiri tidak jauh dari mereka.
"Waktunya kerja bukan pacaran! An, lihat begitu banyak pengunjung yang datang hari ini," ketus Nicole dengan memperlihatkan kekuasaannya.
Mendengar hal itu membuat Hans kesal, lalu ia bangkit dan menatap tajam kearah Nicole. Ia pun menjawab. "Dia sedang terluka jadi lebih baik izinkan dia untuk beristirahat atau bila perlu izinkan dia untuk pulang."
"Bukan urusanmu, dia adalah karyawan ku jadi hanya aku yang berhak mengaturnya,"
"Sudah, Hans. Jangan berdebat nanti tidak enak di lihat orang. Aku juga tidak apa-apa jadi tenang saja. Sebaiknya sekarang aku harus pergi," gumam Anna sembari melirik kearah Nicole.
Hans pun memutuskan untuk pergi meskipun dia menyimpan kekesalan seorang diri. Begitupun dengan Anna yang ingin juga beranjak dari sana. Namun, baru satu langkah ia berjalan tiba-tiba saja Nicole menarik bajunya.
"Masuk keruangan ku sekarang," perintah Nicole tanpa menatap kearah Anna.
Tidak ada bantahan, Anna langsung mengikuti jalan Nicole di belakang. Club' tempat milik Nicole tersebut cukuplah luas, bahkan tersedia beberapa kamar yang memang khusus dibuat untuk para pengunjung yang ingin menyewanya termaksud ada kamar khusus untuk beberapa pekerja meskipun kamar untuk pekerja tidaklah sebanding dengan mewahnya kamar para pengunjung. Begitupun dengan kamar Nicole, yang juga tersedia di sana, hanya saja kamar bos tersedia paling atas.
Anna terus mengikuti jalannya Nicole, hingga mereka sampai di ruangan milik Nicole. Setibanya di sana, Nicole menatap sahabatnya itu dengan tatapan yang membingungkan. Lalu ia pun berkata. "An, tolong buatkan kopi manis untukku, dan ingat jangan terlalu panas apalagi terlalu manis. Aku butuh secepatnya."
Tanpa menunggu lama, Anna langsung mengiyakan dengan anggukan. Dalam perjalanan menuju ke dapur, hatinya berkata. 'Sedang ada masalah apa dia sampai-sampai menyuruhku membuatku minum, padahal tugasku bukan melayaninya, dasar pria aneh.'
Sesudah menyiapkan apa yang diperintahkan oleh Nicole. Anna langsung mengantarnya. Tiba di sana, Nicole justru sudah ketiduran, membuat Anna kasihan di saat melihat wajah tampan itu terlihat kelelahan. Ingin rasanya ia mengelus dan mengusap wajah itu, tapi ia sadar bahwa perhatiannya tidaklah di butuhkan.
Menaruh kopi lalu duduk tepat di samping Nicole, ia pun bergumam. "Hay, Sahabatku. Tidak terasa ya persahabatan kita sudah terjalin lama, tapi ... aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini aku merasa kalau kamu terlihat berbeda dari biasanya. Padahal aku selalu berharap agar sahabatku tidak pernah berubah walaupun aku juga menginginkan hubungan kita ... lebih dari seorang sahabat."
Anna memberanikan dirinya untuk mengungkapkan isi hatinya walaupun ia hanya bisa mengungkapkan semua itu di saat Nicole tidak menatapnya. Tetapi Anna tidak mengetahui bahwa saat itu Nicole dapat mendengar semua ucapannya barusan sebab Nicole baru saja tertidur dan ingin bisa merasakan jika ada seseorang disampingnya.
Tiba-tiba Nicole membuka matanya sampai Anna terkejut bahkan matanya melotot sempurna saat menyadari bahwa Nicole terbangun dan sedang menatap kearahnya.
"Ehem! Apa yang baru saja kamu ucapkan? Coba diulang, An?" pinta Nicole seolah-seolah tidak mendengar apapun.
"Eee tidak bilang apa-apa. Memangnya apa yang kubilang? Lihat aku baru saja mengantarkan kopi untukmu, nikmatilah." Anna terlihat buru-buru sampai tidak menatap ke wajah Nicole saat berbicara.
Lalu Anna bergegas berbalik arah, tapi dengan cepat Nicole menahan tubuhnya dan menarik tubuh mungil itu sampai terjatuh keatas tubuhnya. Sikap Nicole waktu itu sampai membuat Anna gugup bahkan lebih gugup dari waktu pertama mereka tidur seranjang.
"Nicole, lepaskan aku," pinta Anna seraya mencoba bangkit.
Nicole menjawab dengan gelengan kepalanya sembari berkata tanpa melepaskan tangannya dari perut Anna. "Berdiamlah di sini sebentar, An. Aku hanya ingin memelukmu saja hanya itu tidak lebih."
Ingin pergi, namun Anna juga menyukai perlakuan Nicole terhadapnya meskipun ia sedikit kebingungan dengan sikap Nicole saat itu. Raut wajahnya sampai kemerahan bak kepiting rebus sampai batinnya berkata. 'Aduh ... kenapa Nicole bersikap seperti ini? Bisa-bisa aku tidak move on untuk tidak mencintainya.'
Pelukan erat yang Nicole perbuat begitu menghangatkan tubuh Anna. Sampai ia lupa bahwa hubungan mereka hanyalah status sahabat, lalu tiba-tiba tanpa aba-aba Nicole memegang wajah mungil itu dan akhirnya satu kecupan mendarat di bibir mungil Anna. Matanya sampai melotot melihat Nicole yang tiba-tiba menciumnya dengan begitu lembut bahkan berbeda dengan ciuman sewaktu mereka berhubungan.
"An, menikahlah denganku," ucap Nicole dengan tiba-tiba. Membuat Anna benar-benar keheranan bahkan sampai menatap wajah Nicole tanpa berpaling.
"Menikah?! Kenapa kita harus menikah?" sahut Anna seraya bertanya.
"Yah ... kita akan menikah bukankah kita sudah pernah berhubungan dan aku sudah ... mengambil barang yang paling berharga di tubuhmu jadi tunggu apalagi mari kita menikah," ucap Nicole dengan sangat enteng tanpa melepaskan pelukan itu.
Anna belum menjawab permintaan Nicole, justru ia berbisik dengan hatinya. 'Kenapa tiba-tiba dia ingin menikahi ku? Padahal dia tidak mencintaiku. Jika seperti ini maka aku tidak bisa lagi menahan perasaanku ini. Apa mungkin ini takdir jalan hidupku? Jika aku menolak pasti tidak akan ada kesempatan untukku.'
"Baiklah aku mau," sahut Anna dengan ceria.
"Um, mau apa, An? Ayo dong jawab yang jelas," goda Nicole seraya mencolek dagu Anna.
"Mau menikah denganmu! Ihhh ... kamu ini." Begitu manja Anna menjawab sampai menepuk bahu Nicole dengan perlahan lalu memeluk pria itu seraya membenamkan wajahnya karena malu.
"Ha-ha-ha terima kasih wanitaku," ucap Nicole sembari memberikan kecupan di kening Anna. Bagaikan mimpi saat tidur, Anna begitu bahagia. Dia bahkan tidak berhenti untuk terus tersenyum di dalam pelukan Nicole.
"Oh ya, An. Aku keluar sebentar ya ada sesuatu yang perlu kuambil. Kamu tunggu di sini tidak apa-apakan?" Nicole berpesan, yang langsung disambut oleh Anna hanya menjawab dengan anggukan.
Selepas Nicole keluar dari ruangan tersebut, Anna bangkit dari duduknya sampai membuatnya begitu kegirangan bahkan ia sampai loncat-loncat sendiri sangking bahagianya ia. Kebahagiaan yang selama ini ia idam-idamkan akhirnya tercapai meskipun ia belum sepenuhnya percaya bahwa hari ini Nicole sampai melamarnya meskipun dengan cara yang belum ia duga-duga sebelumnya.
Di lain sisi, Nicole berpamitan kepada Anna, ia berjalan menuju ke suatu tempat di mana tidak ada seorangpun yang tahu. Lalu Nicole mengambil ponselnya dan menghubungi Ricard, sekretaris pribadinya sekaligus tangan kanannya. Orang yang selama ini setia terhadap setiap perintah yang diberikan oleh Nicole.
"Ric, datang ke ruangan rapat sekarang dan jangan lupa bawakan kabar tentang kepulangan Jenny, aku tunggu sekarang," perintah Nicole.
"Baik, Tuan Nicole," sahut Ricard dengan cepat.
Tidak perlu waktu lama, Ricard yang juga memang berada di suatu tempat meskipun sedikit berjauhan membuatnya begitu cepat untuk langsung berhadapan dengan tuannya. Setibanya di sana, Nicole langsung membuka percakapan yang akan ia bahas.
"Kau tahu tidak jika aku sudah melamar Anna menjadi istriku," ucap Nicole, yang langsung disambut dengan bulatan mata yang tajam oleh Ricard.
"Melamar Anna? Tuan, apa aku tidak salah mendengarnya? Setahuku dia adalah sahabatmu, Tuan," sahut Ricard dengan raut wajah kebingungan.
"Tentu saja tidak, aku hanya kasihan dengannya karena malam itu aku telah merenggut mahkotanya jadi kupikir jika sebaiknya aku menjadikan dia istriku meskipun aku akan tetap mengejar Jenny menjadi milikku. Lalu apa ada kabar baik mengenai Jenny ku?"
Ricard mengangguk mengiyakan lalu menjawab. "Ada, Tuan. Tapi, kabar ini tidak cukup membaik karena menurut yang kudengar Jenny kembali kesini bersama dengan seorang pria, dan pria itu adalah mantan kekasihnya."
"Mantan kekasih?! Apa kamu punya gambar pria itu?" tanya Nicole begitu penasaran sampai alisnya menyatu begitu dalam.
"Ada, Tuan. Ini albumnya," jawab Ricard sembari memberikan sebuah map.
Nicole mencoba melihatnya, baru lembaran pertama ia melihat gambar itu sudah membuat amarah keluar dari dalam dirinya. Pria yang berada di dalam gambar tersebut adalah pria yang pagi tadi ia temui saat bersama dengan Anna. Lalu dengan tiba-tiba ia lemparkan gambar tersebut sembarang sembari mengumpat. "Dasar! Pria ini sudah kutemui tadi pagi, apa mungkin dia sudah kenal lama dengan Anna?"
"Aku tidak begitu paham, Tuan. Hanya kudengar bahwa pria itu bersama dengan Nona Jenny pernah menjalin kasih hampir setahun, dan seperti yang kutahu mereka berpisah karena orang ketiga. Tapi, sekarang entah kenapa mereka bisa kembali dari luar negeri bersama, tapi Tuan jangan khawatir aku akan mencari tahu fakta yang sesungguhnya," ungkap Ricard dengan jelas.
"Bagus, cari, dan berikan jawaban secepat mungkin. Juga jangan lupa berikan pernyataan tentang pria itu serta tempat tinggalnya."
"Oh jika itu saya sudah tahu, Tuan. Pria itu bernama Hans, dia tinggal di komplek perumahan Grihana. Selebihnya saya belum tahu, Tuan," ucap Ricard dengan jelas.
"Ya sudah kalau begitu cukup untuk hari ini. Oh ya nanti siapkan persiapan untuk pernikahanku, tapi tidak perlu terlalu mewah. Aku juga tidak ingin terlalu banyak tamu yang datang sebisa mungkin buat acara sesederhana dan tertutup karena aku tidak ingin sampai pihak media datang untuk meliputnya. Kalau begitu kamu sudah bisa keluar, Ricard." Dengan sangat jelas Nicole berkata.
Ricard mengangguk lalu keluar dari ruangan tersebut. Berbeda dengan Nicole yang memutuskan untuk kembali ketempat Anna berada. Terlihat saat itu jika Anna sedang memakai serum diwajahnya, lalu Nicole dengan tiba-tiba memeluk tubuh mungil itu dengan erat sampai membuat Anna terkejut.
"Kamu membuatku terkejut, Nicole," ucap Anna seraya menoleh ke belakang.
"Oh ya? Um, An. Setelah kita menikah nanti kamu ingin kita honeymoon di mana?" tanya Nicole tanpa melepaskan pelukannya.
"Menurutmu bagusnya kemana? Aku akan ikut kemanapun itu, tapi bagaimana dengan usahamu di sini?" jawab Anna sembari bertanya kembali.
"Itu hal yang mudah, aku bisa mengurusnya melalui Ricard, jadi tidak perlu hiraukan itu. Cukup kamu melakukan tugasmu saja untuk melayaniku, Sayang." Nicole berkata semanis mungkin sampai membuat Anna tersipu malu.
'Apa aku tidak salah mendengarnya? Dia baru saja memanggilku sayang? Ya ampun ... dia sangat manis.' Hati Anna berbunga-bunga saat Nicole tersenyum. Sungguh membuatnya ingin terus berada diposisi seperti ini.
Plak! Pukulan kecil mendarat di pipi Anna, saat dirinya terus menatap wajah tampan pria itu tanpa ingin berpaling sedikitpun. Saat itupun Nicole menepuk pipi tembem Anna.
"Hey! Wajahku sangat tampan ya sampai kamu tidak berhenti untuk menetap ku? Ayo jujur saja padaku, jika tidak maka aku akan ... menggelitik perutmu! Ha-ha-ha," goda Nicole seraya melakukan apa yang ia katakan. Sampai-sampai membuat Anna tertawa terpingkal-pingkal.
"Aduh ... cukup, Nicole. Ini sangat geli, aw! Um, Nicole, bolehkah aku bertanya satu hal? Tapi ini serius," pinta Anna, yang langsung dijawab anggukan oleh Nicole.
'Apa aku harus menanyakan tentang ini? Tapi, jika aku tidak bertanya maka aku tidak akan tahu jawabannya. Aduh ... sebaiknya aku bertanya sajalah agar hatiku bisa lebih tenang.' Anna bergumam dengan hatinya terlebih dahulu. Hatinya bimbang harus memulainya darimana.
Melihat Anna terdiam sembari menatap wajah Nicole tanpa berkata apapun sampai membuat Nicole terheran hingga ia berkata. "Hey, apa yang ingin kamu tanyakan? Apa sekarang sudah lupa?"