"Setelah kembali ke kantor, siap kan lagi proyek kerja sama kali ini." Snapp berjalan di sisi Silia, gadis itu masih tidak percaya persentasi nya bisa membuah kan hasil kerja sama, kalau tidak, tidak hanya pekerjaannya yang terancam, namun reputasi nya di hadapan pria yang tak mudah di tebak itu bisa hancur.
"Baik." Tenyata pria itu tak seburuk yang Silia kira.
"Meskipun negosiasi kali ini berhasil, tapi kau kali dalam tugas, ini juga kenyataan."
Baru sedetik tadi Silia memujinya, pria itu kembali menunjukkan sifat asli nya.
"Ya!"
Apa pria itu sengaja ingin membuat ku terus merasa bersalah, setidak nya hargai sedikit usaha ku, apa tidak bisa?
Namun tentu saja Silia hanya bisa merutuk dalam hati.
"Tuan muda Snapp, semua sudah berlalu, lagipula Silia pasti tidak akan mengulangi nya lagi kan?" Jo mengambil posisi di tengah-tengah antara Silia dan Snapp, merangkul pundak Snapp yang masih memasang wajah kaku, "Lagipula, kerjamu tadi sangat hebat, kau sangat mengesankan." Jo menoleh pada Silia yang ada di sisi nya dan mengedipkan sebelah matanya.
"Terimakasih Manager Jo, kalo bukan VCR yang kau berikan, aku juga tidak mungkin mengingat semua garis besar nya." Wajah Silia berubah kemerahan dan itu membuat wajah Snapp justru menghitam seperti pantat panci.
"Aduh, itu urusan sepele, sudah seharusnya." Rasa gembira dan suasana penuh keakraban terpancar di antara kedua nya. Snapp tak bisa menahan diri dan hanya bisa mengepalkan tangan nya dengan erat, aura pantat panci menyeruak ke seluruh ruangan.
"Dadah...."
Setelah Jo keluar dari lift, kini tersisa Silia dan Snapp, suasanya berubah sedikit canggung. "Kalian akrab, ya?"
"Em... Siapa?" Silia merasa bingung dengan pertanyaan Snapp yang tiba-tiba.
"Ya... kau dan Jo."
"Oh... Manager Jo? Ya lumayan, manager Jo orang nya sangat lugas, dan berwawasan, selain itu juga sangat ramah dan hangat..."
"Hem...."
Entah kenapa Silia seolah tak ingin melanjutkan kalimat nya lagi, ia bahkan tak berani menatap wajah Snapp yang mendadak berubah dingin.
Silia memikirkan hal lain di kepalanya, tentang ucapan terimakasih apa yang layak untuk manager Jo yang telah membantunya tadi, mungkin dengan mentraktir pria itu makan. Silia berpikir mungkin itu ide yang bagus.
Di sepanjang keheningan yang menyelimuti keduanya, pintu lift akhir nya terhenti di lantai tujuan. Sekertatis Hana terpaku melihat Silia dan Snapp yang datang bersamaan, dia hendak ke lantai bawah dan tanpa sengaja malah berpapasan.
Melihat wajah Silia yang begitu tenang, sekertaris Hana merasa penasaran dan tidak tahan untuk bertanya, "Silia..."
"Ya..."
Di lihat nya punggung Snapp yang sudah berlalu dan menjauh, Sekertaris Hana kembali menatap Silia dengan memasang senyum palsu, "tadi kau minta file cadangan padaku, apa terjadi sesuatu?"
"Oh... itu, sudah tidak apa-apa."
Apa?
Sekertaris Hana berharap mendengar hal lain, berharap gadis itu menangis tersedu karena di permalukan, nyata nya sekarang dia sendiri yang terlihat seperti orang bodoh.
"Sekertaris Hana, kau kenapa? Apa ada masalah?"
"Ah... tidak," Sekertaris Hana kembali menarik sudut bibir nya, meskipun rasa kesal sudah memenuhi seluruh kerongkongan nya, "syukur lah kalau tidak terjadi apa-apa."
Silia menaut kan kedua alis nya merasa sedikit heran, tapi dia memilih untuk tidak menaruh curiga pada senior nya itu. "Oh... begitu ya? Aku kira ada apa?" Kata Silia sedikit canggung.
***
"Alya, kau dimana? Aku sudah di bawah, jadi kan kita makan malam bersama."
Silia sedang bicara dengan seseorang di ujung telepon. Alya adalah teman nya saat masih berada di devisi keuangan, apa kalian ingat? Dia adalah gadis berambut Bondol yang sangat tergila-gila pada Snapp.
Tin....
Suara klakson mobil mengalihkan perhatiannya, Silia menoleh bertepatan dengan sang pemilik mobil yang bersiap membuka kaca mobil nya.
Snapp....
Entah Silia harus menamai pertemuan kali ini sebagai anugrah atau musibah. "Sendirian?" Selain sulit di tebak, Snapp tipe tidak suka basa basi.
Silia merasa kenapa pembicaraan ini terdengar akrab. Dia berdehem sedikit dan menjawab, "tidak."
Setelah memberi jawaban itu apa nyawa nya akan terancam? Ah... ini konyol sekali, bukan kah dirinya memang sedang berkata jujur.
"Sudah ada janji?"
Pria ini terlihat dingin dan sombong, namun sekaligus terlihat tidak suka menyerah, apalagi di tolak.
"Iya, janji sama teman untuk makan bersama." Jawab Silia lagi sembari sedikit memejam kan mata.
"Pria atau wanita?"
Silia membelalakkan matanya, pertanyaan pria ini makin tidak masuk akal. Apa urusan nya dengan nya?
"Wanita," meski terasa canggung, Silia tetap menjawab nya. Ia masih ingat dengan apa yang di katakan Alya beberapa bulan yang lalu, mencari masalah dengan tuan muda Snapp bearti mati. Tiba-tiba Silia merinding hanya dengan membayang kan nya saja.
"Silia...."
Terdengar suara Alya yang baru saja keluar dari lobi, gadis itu terlihat bersemangat saat hendak menghampiri Silia, dan menjadi semakin tak terkendali saat mendapati siapa yang tengah bicara dengan Silia saat ini. "Tuan muda Snapp!"
Sekujur tubuh Alya seakan membeku di tempat, saking senang nya ia sampai membungkukkan badan nya beberapa kali.
"Kalian mau kemana? Biar ku antar."
Wajah Silia mendadak berubah pucat, "tidak usah...."
"Wah... terimakasih tuan muda Snapp!"
Namun jawaban Alya yang antusias membuat suara Silia seolah tenggelam, dan ia terpaksa menuruti keinginan Alya.
Bersambung.