Malam semakin larut, suasana semakin ramai. Semua Alumni sudah berada di Resto-Bar tersebut. Aroma alkohol tercium pekat di setiap sudut ruangan.
Beberapa orang turun menikmati musik yang dimainkan seorang DJ ternama. Mereka tampak menikmati setiap hentakan musik tersebut.
Raydan memilih duduk di sebuah kursi di sudut ruangan dengan pandangan yang tak lepas dari Ralisya. Ralisya tengah duduk di kursi Bar dengan ditemani kekasihnya.
"Ray! Turun, yuk!" ajak Gerry.
"Kamu saja. Aku akan duduk di sini," ucap Raydan.
"Ah, tak asik sekali. Lihatlah, kamu bisa memilih wanita-wanita cantik diantara mereka untuk menemanimu," ucap Gerry menunjuk pada wanita-wanita yang berada di lantai dugem.
Raydan melihat wanita-wanita itu, seksi memang dan terlihat cantik tetapi dia tak tertarik pada wanita-wanita itu.
"Mereka bukan tipeku," ucap Raydan.
"Bukankah kamu menyukai wanita Asia? Mana mungkin tak ada yang menarik perhatianmu," ucap Gerry.
"Aku menyukai wanita Asia, tetapi tak semua. Hanya yang masuk ke dalam kriteriaku saja," ucap Raydan tersenyum.
"Ah, gila! Orang tampan, sih, bebas saja. Kalau begitu aku akan turun," ucap Gerry dan diangguki oleh Raydan.
Raydan kembali melihat Ralisya. Pikirannya jauh teringat pada saat dia masih menjalin hubungan dengan Ralisya. Hubungan yang terbilang singkat, karena Ralisya lebih dulu tahu pengkhianatannya dan memilih memutuskan hubungan keduanya.
Kini Ralisya terlihat bahagia bersama kekasihnya.
Raydan melihat kekasih Ralisya pergi meninggalkan Ralisya sendiri di Bar setelah mendapatkan sebuah panggilan telepon. Entah kekasihnya akan pergi ke mana tetapi Raydan tak peduli dengan itu. Dia beranjak dari duduknya dan menghampiri Ralisya. Dia duduk di kursi yang sebelumnya diduduki oleh kekasih Ralisya.
"Hai," sapa Raydan.
"Hai." Ralisya tersenyum melihat Raydan sekilas.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Raydan.
"Aku baik, sangat baik," ucap Ralisya.
Raydan mengangguk.
"Bagaimana kuliahmu? Apa sudah selesai?" tanya Raydan.
"Hm ... Aku bekerja sekarang," ucap Ralisya.
"Oh, ya? Di mana?" tanya Raydan.
"Di Rumah Sakit. Aku Dokter di sana, aku mendirikan sebuah Rumah Sakit kecil," ucap Ralisya tersenyum.
Raydan kembali mengangguk. Ralisya membuatnya semakin penasaran. Dia tak menyangka seorang Dokter akan datang ke tempat seperti itu. Ah, memang Ralisya berada di sana pun untuk acara reuni. Lagi pula, Raydan melihat gelas Ralisya bukan berisikan minuman alkohol.
Lagi pula, semenjak kembalinya Raydan ke Indonesia, mereka tak pernah sekalipun bertemu. Keduanya sibuk dengan pekerjaan masing. Baik Raydan maupun Ralisya benar-benar tak pernah lagi berkomunikasi semenjak Raydan kembali ke Jerman saat itu. Keduanya pun tak pernah saling menanyakan kabar melalui Rayna maupun Kevano. Keduanya benar-benar menjalani kehidupan masing-masing.
"Ngomong-ngomong, ke mana kekasihmu? Kenapa dia membiarkanmu sendirian di sini?" tanya Raydan.
"Dia pergi karena ada pasien darurat yang harus ditangani," ucap Ralisya.
"Jadi, dia meninggalkanmu demi pasien itu? Apa dia juga seorang Dokter?" tanya Raydan.
"Ya. Begitulah pekerjaan kami para Dokter. Harus siap dalam kondisi apapun jika ada pasien darurat yang harus segera ditangani. Nyawa mereka harus segera diselamatkan," ucap Ralisya.
Raydan kembali mengangguk. Dia merasa canggung, entah apa lagi yang akan dia katakan. Sementara dia pun tak ingin beranjak dari kursi tersebut.
"Kamu tidak ingin minum?" tanya Raydan.
"Tidak. Ini jus," ucap Ralisya menunjukan gelasnya.
Raydan tersenyum. Dia terus memperhatikan wajah cantik Ralisya yang tengah melihat ke arah lain. Pandangannya mengarah pada bibir mungil Ralisya. Dia pernah merasakan bibir mungil Ralisya ketika itu. Kini pandangan Raydan beralih menuju kedua milik Ralisya dibalik dress cantiknya. Dia pun pernah menyentuh milik Ralisya saat mereka masih menjadi sepasang kekasih dulu.
"Ehem ... Sya!"
"Ya?" Ralisya melihat Raydan.
"Kamu tak ingin turun ke sana?" tanya Raydan mengarahkan pandangannya ke lantai dugem.
"Tidak. Aku di sini saja. Jujur saja, ini pertama kalinya aku datang ke tempat seperti ini, jadi aku tak terbiasa," ucap Ralisya.
Raydan mengangguk. Dia sudah menduganya. Sejak Sekolah dulu, Ralisya memang dikenal gadis yang baik.
Suasana kembali canggung, mereka tampak diam dan hanya melihat beberapa teman lainnya yang masih tampak berdugem ria.
Hingga waktu berlalu, dan 10 detik lagi waktu menunjukan pukul 00.00 wib. Artinya, sebentar lagi tahun akan berganti.
Semua tampak diposisinya masing-masing dengan sebuah botol minuman yang masih tertutup di tangan Mereka. Ralisya dan Raydan ikut bergabung dengan mereka. Namun, Ralisya dan Raydan hanya memegang segelas minuman. Ralisya memegang gelas jusnya, sementara Raydan memegang gelas minuman berisikan wishkey.
Sepuluh!
Sembilan!
Delapan!
Tujuh!
Enam!
Lima!
Empat!
Tiga!
Dua!
Satu ...!
Semua tampak serentak berteriak menghitung mundur detik waktu dan musik semakin kencang terdengar, mereka serentak membuka tutup botol minuman yang mereka pegang masing-masing hingga keluarlah busa minuman tersebut. Mereka tampak riuh bersuka cita merayakan kegembiraan mereka memasuki tahun yang baru.
Semua kembali bersenang-senang, Ralisya dan Raydan pun larut di dalamnya.
Ralisya kembali duduk di Bar, dengan ditemani oleh Raydan.
"Aku akan ke toilet," ucap Ralisya dan turun dari kursi Bar.
Tek ...
Ralisya terkejut saat tiba-tiba saja sepatu heels yang dia kenakan patah dibagian haknya.
"Ya ampun!" keluh Ralisya.
Raydan melihat ke arah kaki Ralisya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Raydan.
"Sepatuku sepertinya patah," ucap Ralisya.
Raydan terkejut dan bergegas melihat kaki Ralisya.
"Hei! Kamu mau apa?" teriak Ralisya terkejut.
"Hanya melihat kakimu, terluka atau tidak," ucap Raydan.
Ralisya menelan air liurnya melihat kepala Raydan tepat berada di depan kaki bagian atasnya. Dia menurunkan dress-nya agar membuatnya lebih nyaman karena posisi Raydan seperti itu.
Raydan yang menyadari hal itu hanya tersenyum tipis dan membantu melepaskan tali sepatu heels yang Ralisya kenakan. Dia membuka sepatu itu.
"Ini sudah tak bisa lagi dipakai. Sebaiknya lepaskan saja yang satunya," ucap Raydan.
Ralisya mengangguk dan kembali duduk, dia melepaskan sepatu heels satunya dan menjinjingnya.
'Duh ... Memalukan sekali sampai terjadi seperti ini. Mana aku tak membawa sepatu cadangan,' gumam Ralisya.
"Apa kamu tak membawa sepatu lagi?" tanya Raydan.
"Tidak, aku tak tahu jika sepatuku akan rusak seperti ini," ucap Ralisya.
Raydan mengangguk. Sementara Ralisya terpaksa tak memakai sepatu. Dia juga tak mungkin meninggalkan acara tersebut lebih dulu karena merasa tak enak hati pada teman-teman lainnya.
"Kamu tidak jadi ke toilet?" tanya Raydan.
"Aku malu jalan tanpa sepatu menuju toilet," ucap Ralisya.
"Kenapa harus malu? Tak ada yang akan memperhatikamu. Lagi pula, di sini ada sebuah toilet. Kamu tak perlu keluar dari sini," ucap Raydan.
Ralisya mengerutkan dahinya. Raydan tahu di sana ada sebuah toilet, itu artinya Raydan pernah datang ke tempat itu, atau mungkin sering datang ke tempat itu. Entahlah.
Tanpa mengatakan apapun, Ralisya pergi menuju toilet. Dia tak tahan ingin segera buang air kecil. Dalam dunia kesehatan pun, menahan buang air kecil amat sangat tak baik.
Selesai membuang air kecil, Rasliya kembali duduk di kursi Bar. Kakinya merasa tak nyaman karena tak memakai sepatu seperti itu.
***
Satu jam berlalu, satu persatu orang-orang di sana mulai meninggalkan tempat tersebut. Rayna dan Kevano pamit terlebih dahulu pada Raydan dan Ralisya sebelum akhirnya mereka pergi dari tempat tersebut.
"Apa kamu membawa mobil?" tanya Raydan.
"Tidak, aku akan naik taksi. Tadi aku datang bersama kekasihku, aku naik mobilnya," ucap Ralisya.
Raydan melihat jam tangannya. Waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari.
"Ini sudah pagi, Sya. Tak baik wanita pulang sendirian di jam seperti ini," ucap Raydan.
"Ya, mau bagaimana lagi? Hanya itu cara satu-satunya agar aku sampai ke rumah. Aku tak mungkin jalan kaki," ucap Ralisya.
"Aku akan mengantarmu pulang," ucap Raydan.
"Apa?" Ralisya terkejut mendengar ucapan Raydan.
"Ya, ayok!" Raydan mengambil sepatu heels Ralisya yang rusak tadi dan menjinjingnya keluar dari Resto-Bar.
Ralisya terdiam sejenak, sebelum akhirnya menyusul Raydan keluar dari Resto-Bar tersebut.