.
.
.
.
.
.
.
Pov (Author)
Mira akan selalu pulang sekolah tepat waktu, tak pernah sekalipun ia diam-diam menyelinap pergi tanpa berpamitan, walau sebenarnya ingin. Karena jika ia sampai katahuan, semua keluarga dirumah akan jadi celaka, akibat kemarahan ayah. Biasanya supir pribadi Mira akan selalu stand bay di depan pintu gerbang sekolahnya 15 menit sebelum bel pulang berbunyi, tapi anehnya hari ini tidak, bahkan Mira sudah menunggu lebih dari satu jam. Sebenarnya Mira bisa saja naik bus bersama para rombongan siswa terakhir, tapi sejak tadi ayahnya tak bisa dihubungi untuk dimintai izin, jadi terpaksa Mira harus menunggu. Ketika hendak kembali menekan dial tuk menelpon, sebuah porsche hitam berhenti tepat di halte bus tempatnya duduk. Kaca mobil itu terbuka perlahan. Alis Mira mengerut, karena mempertanyakan keberadaan seseorang yang keluar dari mobil itu.
"Kenapa ahjussi ini kemari?"
Taehyung melangkah agak sedikit terburu, wajahnya juga terlihat gelisah namun tertutup oleh satu tarikan senyum yang ia layangkan pada Mira yang terlihat bingung.
"Maaf karena menunggu lama, ayo...."
"Ayo kemana?"
"Tentu saja pulang Mira."
"Apa ahjussi sedang menjemputku?"
"Tentu saja iya! Jika tidak, lalu untuk apa aku kemari?"
Mendengarnya, Mira hanya manatapnya datar selama beberapa menit. Setelah cukup dalam keheningan Mira langsung pergi melewati Taehyung, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Taehyung memutar balik tubuhnya, tangan kekar itu meraup lengan Mira cepat. Tubuh Mira yang masih dalam keadaan berjalan, terpaksa tertarik pelan menghadap Taehyung.
"Maafkan aku."
"Iya, ahjussi aku maafkan."
"Jangan pergi...."
"Apa aku tidak boleh pergi ke mobil?"
Mata Taehyung mengerjap berkali-kali, wajahnya terlihat bingung karena mendapati apa yang jadi pikirannya di jawab berbeda oleh Mira. Melihat laki-laki di hadapanya hanya diam kikuk dengan wajah mlongo, Mira tahu apa yang membuat terjadinya pemandangan seperti adegan pada film ini.
"Ahjussi pikir aku akan kabur_?"
Taehyung tak menjawabnya, hanya menganggukan kepala ragu.
Tawa Mira pecah seketika....
"Astaga ahjussi, aku ini sudah menunggu dari sejam yang lalu karena sopirku tidak menjemput. Melihat ahjussi yang datang tiba-tiba seperti ini, aku tahu__appa yang menyuruhmu kan?jadi untuk apa kabur. Sudah ah ayo cepat pulang, aku lapar."
Sekarang wajah Taehyung benar-benar merah seperti tomat rebus, entah karena menyadari betapa malunya ia karena salah memahami Mira, atau karena melihat tawa Mira yang begitu menggemaskan sampai membuat sebuah desir berbeda di hatinya.
"Mobilnya bagus, tapi harumnya tidak enak, terlalu menyengat. Kenapa ahjussi memilih pengharum rasa kopi untuk mobil, padahal baunya membuat mabuk."
Hening....
"Pasti wanita manapun yang naik mobil ini akan langsung minta turun."
Hening....
"Melihat selera ahjussi yang seperti ini, aku rasa ahjusii sering mengalami masa sulit ketika menjalin hubungan bersama wanita."
Tehyung tak berniat untuk merespon celotehan Mira, pandangannnya masih fokus pada jalanan yang cukup padat, lagi pula rasa sebal atas kejadian yang membuatnya malu tadi masih belum hilang. Mira yang merasa diabaikan bukannya berhenti, tapi malah terus megoceh dengan nada yang ditambah mengejek.
"Aaaa....ternyata benar kan? Sudah terlihat jika ahjussi itu tipe pria yang dominan dalam segala hal, dan juga overprotektif. Pantas saja hubungan ahjussi_"
Seketika Taehyung yang duduk di belakang kemudi langsung membanting stir ke arah kiri, membuat ban depannya menabrak trotoar pinggir jalan. Kedua orang yang ada di dalam mobil itu sedikit tersungkur, jika saja tak ada sealt beals yang menahan, mungkin jidat mereka berdua akan benjol karena membentur bagian depan.
"Yaa ahjussi apa yang kau_"
"Kenapa dengan hubunganku?!"
Mira menarik senyum tipis, hampir tak kentara
"Emmm.....berakhir dengan eonni itu," ada sedikit nada mengejek juga menantang pada ucapannya.
Emosi Taehyung yang tadinya hampir memuncak, kini seketika luruh. Ia menyadari gadis nakal yang ada di hadapannya sedang mencoba memprofokasinya. Mira memang pandai dalam mempermainkan orang, tapi Taehyung lebih licik untuk membalasnya. Ekspersi Mira yang begitu menanti penuh harap dengan senyum teresembunyi itu seketika berubah kecut, saat melihat respon Taehyung yang malah tersenyum lebar ke arahnya. Harapan Taehyung akan menyuruhnya keluar dan meninggalkanya di pinggir jalan lenyap seketika. Mira geram sendiri, ia langsung menarik tangan Taehyung yang hendak menyalakan mesin mobil kembali.
"Kenapa ahjussi tak marah?," tanya Mira sedikit membentak
"Kenapa aku harus marah? Hubunganku memang sudah berakhir kan?"
"Ya ahjussi kau itu sungguh_"
Mira menggantung ucapannya, karena tak tahu kalimat apa yang harus dikatakan.
"Sungguh apa Mira, hmm...?"
Taehyung benar-benar berusaha menahan tawanya sendiri.
"Ah sudahlah aku mau turun saja."
Dimana Mira dengan cepat membuka sealt beatnya dan hendak membuka pintu mobil, di situ juga sebelah tangan Taehyung langsung meraih lengan Mira untuk tetap duduk, dan sebelahnya lagi menarik pintu mobil yang sedikit terbuka. Namun kini posisi meraka agak berbeda, posisi yang membuat otak Mira membeku. Tangan Taehyung yang telulur panjang di hadapannya seakan mengunci semua pergerakan Mira, dan entah kapan Mira menyadari jika wajahnya begitu dekat dengan wajah ahjussi itu, bahkan hangatnya hembusan nafasnya begitu terasa menerpa wajah Mira.
"Dengar Mira, hubunganku dengan Yera memang telah berakhir. Tapi__bukankah aku akan memulai yang baru bersamamu?__Oh dan tadi kau bilang aku pria dominan kan, itu tepat sekali, mari kita lihat seberapa dominannya aku nanti."
Otak Mira yang tadinya sudah terasa terbakar, kini sepertinya akan benar-benar meledak mendengar kalimat barusan. Ditambah suara dalam Taehyung yang terdengar begitu serak juga seksi secara bersamaan terasa begitu menggelitik, entah menggelitik apa Mira tak begitu yakin. Mira membutuhkan beberapa menit untuk menarik kembali kesadarannya, memikirkan respon apa yang akan ia tunjukkan, umpatan atau langsung tamparan saja ke wajah Taehyung. Namun nyatanya Taehyunglah yang lebih dulu membungkam Mira dengan satu tiupan kecil ke arah mata Mira yang membulat penuh. Membuat poni-poni tipis yang menjutai di dahi Mira bergerak menggelitik kesadarannya.
"Berkediplah Mira. Aku tahu, aku ini tampan, tapi jangan biarkan bola matamu copot."
Taehyung tersenyum smirk.
Kali ini rasanya bukan meledak, tapi tubuh Mira sudah seperti air yang telah tumpah kemana-kemana.
"Kena kau gadis nakal...."
****
(Pov Author)
Tepat sekali diluar sedang hujan, jadi itu mampu meredam segala tingkah grusak-grusuk Mira yang melempar segala benda di kamarnya ke seluruh rungan, sambil terus mengomel.
"Oh tidak kenapa aku tak bisa melupakan itu"
"Wajah itu..."
"Berani sekali dia?"
"Oh...tapi bukankah dia tampan?"
"Tidak...apanya yang tampan."
"Lihat mata coklatnya....rahang yang tegas, sangat maskulin...Senyum yang indah."
"Tidak...tidak itu wajah pria tua."
"Ahhh...tapi bibirny juga seksi?"
"Berhenti Mira!!!"
Sekarang Mira sedang bergelut dengan otaknya sendiri, menyangkal dan membenarkan setiap asumsi yang merusak cara kerja berpikirnya. Ini salah!!!Mira begitu yakin ia tak menyukai dan tak akan pernah menyukai Taehyung. Ia telah merencanakan segalanya dengan begitu matang, persiapan kaburnya untuk menggapai seluruh mimpinya. Jadi tak akan Mira biarkan pikiran bodoh seperti ini menganggu otak.
Tapi ternyata cara kerja hatinya tak sesuai, jika berhasil berkompromi dengan dirinya sendiri, tak mungkin ingatan tentang kejadian mobil satu bulan yang lalu masih melekat kuat di ingatannya. Setiap helaan napas dari suara Taehyung, masih dapat ia hapal, bahkan senyum smirk sekilas yang Taehyung tunjukkan.
"Oh tidak Mira, ini sungguh gila....."
Hening....
"Jeikei, benar.....Jeikei adalah orang yang tepat untuk aku hubungi saat ini."
(Pov Mira)
"Kau memanggilku? selarut ini? hanya untuk menemanimu makan ramyeon? di depan toko 24 jam? bahkan perjalananku kemari harus menerjang hujan, lihat bajuku basah semua!!!kau bilang ada urusan mendesak, jadi ini urusan mendesaknya?"
"Yaa, berhentilah mengoceh, pencernaanku bisa sakit jika makan sambil diomeli."
"Kenapa kau bisa keluar, bukankah ayahmu tak akan membiarkannya?"
"Appa sedang lembur di kantor, jadi aku kabur. Aku hanya punya waktu 2 jam."
"Hehhhh.....baiklah makanlah dengan benar, lalu cepat katakan apa yang sedang mengganggumu."
Aku tak tahu pasti kenapa laki-laki di hadapan ku ini suka sekali memakai pakaian serba hitam. Hoddie hitam, topi hitam, bahkan sepatunya pun berwarna hitam. Melihatnya sungguh menambah suasana hatiku yang sudah suram semakin kelam. Namun, pada nyatanya dialah teman bicara yang dapat membuat sedikit ketenangan ketika keadaanku sedang tidak baik. Panggil dia Jeikei, dari namanya saja terdengar begitu asing untuk dikatakan sebagai nama orang korea, terlebih saat mata biru itu menatapku penuh ketenangan. Jeikei adalah satu-satunya teman pria yang kumiliki, karena sugguh temanku hanya dua, Yuri dan Jeikei.
Aku ini tidak pandai bergaul, bukan karena aku anak sombong atau anti sosial, tapi aku harus ingat diriku bukan sepenuhnya milikku, tapi keluarga Chu. Appa selalu mengawasi kegiatan yang kujalani dengan sangat ketat, apa yang ku pakai, ku makan, bahkan hubungan pertemananku pun harus appa yang memutuskan, sungguh__ aku muak sekali. Tapi pointnya bukan itu, stigma negatif tentang putri donatur tetap yang begitu arogan sudah merambah ke seluruh penjuru sekolah. Fakta telak jika aku yang dijauhi, bukan yang menjauhi.
Tapi Jeikei, siswa yang baru pindah di tahun kedua dengan segudang kepribadian buruknya, membuatku yang ketika itu begitu kalap, langsung menjambak rambut dan menendang bokongnya. Bagaimana aku tak marah, dia memanggilku dengan sebutan gadis kayu, bahkan itu menjadi julukan paten yang membuat siswa satu sekolah mengejekku dengan sebutan itu. Kepribadian anggun dan bermartabat yang menjadi cerminanku di sekolah terpaksa harus berubah jadi berandal dalam satu hari, ketika Jeikei membuatku menggila. Aku tak begitu peduli, toh nyatanya beginilah diriku, tapi appa__aku harus menerima hukuman karena itu. Appa bilang aku ini sangat memalukan, dan saat itu aku tak diijinkan untuk masuk sekolah selama sebulan, setelahnya.
Ku pikir Jeikei adalah anak yang sungguh tak punya perasaan, tapi mengetahui apa yang ku alami, ia langsung meminta maaf padaku, dan dengan sikap sok dekatnya pada siapapun, itu mampu menarikku pada ikatan pertemanan yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya.
"Jei, sungguh tak apa jika aku ikut bersamamu setelah lulus?"
"Jika memang itu keputusanmu, jadi silahkan saja. Tapi pastikan jika ayahmu tak akan membunuhku jika kau ketahuan."
"Jika appa sugguh membunuhmu bagaimana?"
"Kalau begitu tak akan ku biarkan kau tertangkap. Biar aku saja yang dibunuh, kau pergilah capai mimpimu setingi yang kau bisa."
"Jei, aku serius tolong jangan mulai lagi..."
"Aku juga serius Mira...Aku tak mau usaha kabur yang dipersiapkan begitu matang harus sia-sia. Setidaknya biarkan salah satu dari kita selamat, kau ini belajar ilmu perhitungan tidak sih? Harus ada yang dikorbankan untuk mendapat apa yang kita inginkan, di dunia tak ada yang di dapat dengan cuma-cuma. Kau ini anak seorang pengusaha kan, harusnya kau tahu tentang hal seperti ini."
"Aku rasa itu bukan perumpamaan yang tepat, bagaimana mungkin aku mengorbankan temanku sendiri."
"Mungkin saja jika kau pergi dengan orang yang salah."
Selaan dari suara berbeda membuatku menengok kanan-kiri mencari sumbernya, perasaanku tidak enak karena aku begitu yakin jika aku mengenal suara itu. Benar saja seseorang yang berdiri bersender di salah satu tiang listrik itu tengah tersenyum menyeringai ke arahku. Orang ini__orang yang menjadi alasan teracak-acaknya pikiranku.
"Oh sungguh, kenapa pria itu kemari?"
"Bagaimana dia tahu aku disini?"
Jeike mengikuti arah pandangangan ku yang menujukkan seseorang di sana yang kini mulai berjalan mendekat ke arah kami berdua. Pandanganku teralih pada Jeikei yang mengerutkan kening, kemudian balik menatapku, tanpa suara "Siapa" Mungkin kata itulah yang ku tangkap dari pikiran Jeikei, aku menjawabnya dengan anggukan pelan.
"Ahhhh...."
Jeikei mengetahui ini.
"Hallo, apa aku menganggu rencana kabur yang sedang kalian rancang?"
"Ya ahjussi_"
"Sepertinya iya," sela Jeikei cepat
"Aku rasa sudah larut, ini waktunya Mira untuk pulang."
"Aku bisa pulang sendiri, jadi ku mohon pergilah ahjussi!!"
"Ayahmu tahu."
"Sial."
"Pergilah Mira, kita bisa bicara besok di sekolah."
"Jei, tapi_"
"Aku tak mau kau kena marah lagi."
Aku sungguh benci situasi macam ini, terlebih pada ahjussi tua yang terlihat pongah dengan sikap diktatornya, bahkan dia terlihat seperti appaku. Dengan langkah kasar aku sengaja menabrakkan bagian samping tubuhku ke lengan ahjussi itu.
***
(Pov Taehyung)
"Kau marah?"
Hening
"Aku tahu anak ini marah."
"Mau jalan-jalan?"
"Ahjusii tadi menyuruhku pulang!!!"
"Ah akhirnya dia menanggapiku."
"Jika kau mau, kita bisa mencari udara segar sebentar."
"Tidak perlu, nanti aku akan dimarahi appa."
"Ayahmu tak tahu, aku tadi bohong."
"Ya ahjussi, kau benar-benar menyebalkan. Turunkan aku sekarang juga!"
"Kita perlu bicara Mira."
"Aku tidak ingin bicara apapun dengan ahjussi."
"Tapi aku ingin!"
Tak ada tempat yang cukup baik menjadi pilahanku untuk mengbrol dengan gadis muda yang wajahnya sedaritadi ditekuk. Tak ada restoran yang buka di jam hampir tengah malam seperti ini, jadi pilihanku jatuh pada taman bermain yang letaknya di belakang sekolah menengahku dulu. Hening begitu terasa menyita waktu kosong antara kami berdua, angin malam juga mulai berhembus agak kencang menyapa kulit-kulit sampai bergidik. Bahkan rasa dinginnya masih menembus coat coklat panjang yang ku kenakan. Namun gadis di sampingku masih terdiam seribu bahasa, bahkan tak ada suara menggigil yang terdengar, walau ku tahu dia menahannya.
"Pakailah ini"
Ku lepas coat yang kugunakan dan membalutkannya di tubuh gadis ini, tak ada penolakan. Hanya saja raut wajah dinginnya tak berubah jadi hangat.
"Cepat katakan apa yang ahjusii mau?"
"Kau benar-benar ingin menolaknya?"
"Haruskah ku ulangi lagi? Aku sungguh tidak menginginkannya. Pernikahan bodoh ini!!!"
"Apa yang membuatmu berpikir jika ini pernikahan bodoh?"
"Karena kalian semua bertindak sesuka hati. Bahkan aku tak di beri tahu apapun sebelumnya, bukankah kalian benar-benar keterlaluan?"
"Jadi bukan karena aku tua kan...?"
"Itu termasuk salah satunya."
"Tapi bukankah aku masih tampan?"
"Berhentilah bercanda ahjusii!!"
"Baiklah, kau tak mau bertanya apa alasannya?"
"Aku sudah tahu, ini semua tentang bisnis kan? Pernikahan atas dasar penguatan kerja sama, memperluas jaringan, semua tentang uang kan?"
"Mungkin iya, tapi rasanya ayahmu memiliki alasan yang lebih mendasar."
Aku tak tahu tepatnya dimana, namun ku rasa ada yang salah dari ucapanku. Melihat bagaimana gadis ini yang sorot matanya begitu berani tiba-tiba berbinar mengembun air mata, raut wajah nyalang berubah seperti bayi yang sedang merengek. Kedua bibir rapatnya dimannyunkan, dan seketika itu juga suara tangisan pecah dan air mata telah bercucuran kemana-mana.
"Hua....hua...hua...ahjusii aku lelah, aku sungguh lelah."
"Hei kau kenapa?"
Aku menepuk-nepuk pipinya pelan berusaha menenangkan.
"Aku lelah, jika terus menerus menjadi boneka appa, mengikuti semua hal yang tidak aku inginkan. Semua yang terjadi dalam hidupku harus sesuai peraturan appa, bahkan aku tak bisa memilih pakaian atau makanan yang aku ingin. Rumah terasa seperti penjara bagiku....aku ingin keluar dari sana."
"Tenang Mira, tenanglah....."
Gadis ini benar-benar terlihat kacau, tak ada yang hal lain yang mampuku lakukan selain membiarkannya tenggelam pada pelukanku. Ku harap setidaknya tercipta sebuah ketenangan agar ia dapat mengendalikan dirinya. Isakan tangisannya benar-benar pilu membuatku tak percaya, bagaimana selama ini ia bisa terlihat begitu tegar dan berani, seperti menantang dan mengejekku. Aku benar-benar tak tahan, aku menariknya dari pelukanku, langsup menangkup kedua pipi yang memerah dan bersimbah air mata itu.
"Dengarkan aku Mira. Jika kau tak menginginkannya, kau harus bicara dengan ayahmu. Kabur bukanlah pilihan terbaik, kau tahu kan ayahmu tak mudah untuk mengampuni siapapun?"
"T-ttapi aku takut ahjusii...."
"Aku akan menemanimu. Jika ayahmu masih keras kepala, kumohon ikuti saja permainan ini. Setidaknya bersamaku kau akan bebas."
"Tapi ahjussi_."
"Ku mohon Mira, percayalah padaku."
Entah dari mana ucapan penuh keyakinan itu muncul, yang ku tahu saat ini hatiku begitu sakit, sangat sakit, sampai rasanya sesak. Aku bukanlah pria yang peduli terhadap hal-hal kecil yang mengusik, tapi saat ini semua itu berubah hanya karena melihat tangisan dari gadis muda yang bahkan ku anggap menganggu. Awalnya semua ini hanya ku anggap sebagai permainan, terlebih mendengar jika Mira tak ingin menjalaninya bersamaku, semuanya akan beres dengan cepat. Jika pun aku harus tetap menikah, aku tak merasa dirugikan, aku telah memilki segalanya. Tapi kini telah berubah, ada rasa yang tak dapat ku jelaskan, tentang keinginan untuk melindungi gadis ini.
Melindungi Mira.....