webnovel

15 : Paralyzed

I empty my drink but it gets filled with loneliness

I should've just given in, why did I argue all the time?

Even the trash bag thrown away on the street makes a lonely sound in the wind

All I did was color you in my white, blank paper

But then I realized, it already became a finished picture

You and I are like cell phones, when we're apart you know we'll be broken

Only your scent completes me

Hurry and hug me

I can only see you

I can only see you alone

Look, I'm fair with everyone else but you

Now I can't live a day without you,

Hold me tight, hug me

Can you trust me? Can you trust me? Can you trust me?

Pull me in tight

Hold me tight, hug me

Can you trust me? Can you trust me?

Please, please, please pull me in and hug me

- Hold Me Tight (eng vers)

-------------------------------------------------------------------------

Suara yang masuk kedalam telinga Jimin sama sekali tidak bergetar. Jimin berusaha jauh lebih fokus untuk mendengar fikiran perempuan yang sekarang sedang ia peluk namun kosong.

Jimin melepas pelukan itu. Ia merasa tubuhnya semakin lemas.

"Jimin-ah... Ada apa?", Hye Jin memutar tubuhnya lagi untuk mengecek ada apa dengan suaminya.

Membayangkan Hye Jin meronta-ronta menahan rasa sakit yang akan menghujamnya dan merubah hidupnya untuk dirinya. Itu adalah hal yang menyakitkan yang tidak pernah Jimin duga. Ia memindahkan Hye Jin kesampingnya dan berdiri.

Tepat pada saat ia ingin berkata, seseorang mengetuk pintu. Dengan gusar Jimin pergi ke arah pintu dan saat ia buka ternyata itu adalah layanan kamar khusus untuk membawa hidangan untuknya dan juga makan malam untuk Hye Jin.

Jimin memerintah sang pelayan untuk cepat. Sang pelayan perempuan itu menyadari bahwa mata Jimin sangat indah berwarna biru kehijauan. Namun Jimin membentaknya untuk keluar dan membanting pintu.

Hye Jin membatu disofa melihat sikap Jimin. Sudah lumayan lama Jimin tidak bersikap demikian.

Jimin yang hanya memakai kimono putih dengan gusar membuka penutup hidangan. Hye Jin jelas melihat bahwa itu adalah gelas dengan isi darah. Ia menenggaknya sekali teguk.

Jimin merasa begitu lapar dan juga marah. Ia menumpu badannya pada meja setelah menenggak habis semua hidangan darah untuknya malam ini. Ini sama sekali tidak membuatnya puas. Ditambah seharian ini memang menahan hasrat untuk pertama kalinya sekeras itu. Namun mendengar Hye Jin berkata ingin melakukan itu sekarang membuat Jimin jauh lebih marah.

Badan Jimin terasa panas. Cuaca dingin diluar tidak membuatnya merasa nyaman seperti biasa. Kimononya semakin berantakan karena sekarang Jimin di luar kendali.

Hye Jin berdiri melihat sang suami sekarang menunduk seperti menahan sakit pada kepalanya.

"Jangan mendekat!", kata Jimin dengan nada memerintah.

"Ada apa? Apa kau baik-baik saja?", Hye Jin melangkah pelan.

Dengan cepat Jimin sekarang sudah berada diatas tubuhnya. Ia membawa Hye Jin ke ranjang dengan keras hingga Hye Jin sedikit berteriak karena terkejut. Kimono Jimin semakin terbuka.

Detak jantung Hye Jin seperti berhenti. Ia merasa berat tubuh Jimin mendominasi tubuhnya. Melihat Jimin dari bawah, rahang lancipnya semakin mengeras. Bola matanya berubah seperti saat pertama kali mereka bertemu. Begitu dingin, menawan namun ternyata menakutkan. Rambut basahnya berantakan. Jimin menatap langsung ke mata Hye Jin.

Ia mendengus, Hye Jin tidak mengerti ekspresi apa itu. Jimin bangun dan duduk dipinggir ranjang. Hye Jin dengan awkward berusaha duduk, ia sedikit merasa nyeri pada tubuh dan tangannya karena Jimin terlalu keras membawanya ke tempat tidur.

Jimin tertawa dengan nada mengejek, "Kau bilang ingin melakukannya sekarang? haha".

Hye Jin tidak mengerti maksud pertanyaan Jimin dengan nadanya yang sangat dingin dan menyebalkan, "ya, lalu?".

"disaat kau masih merasa takut terhadap perubahanku? Bagaimana kau menghadapi perubahanmu? Ha?".

Hye Jin berusaha mendekati Jimin namun lelaki itu malah berdiri. Menaruh tangannya pada pinggang dan menatap Hye Jin dengan sangar.

"Jangan kau berkata bahwa kau akan berubah! Lebih baik aku bertarung dengan Volturi daripada melihatmu menjadi sepertiku! Ingat itu!".

Hye Jin ingin melawan namun Jimin terlihat begitu mengerikan. Ia memilih ke teras dan mengunci pintu dari luar. Jimin tidak ingin diganggu oleh Hye Jin disaat sekarang ia benar-benar membenci ide untuk merubah Hye Jin menjadi seperti dirinya.

Menjadi Vampire memang bukan hal yang Jimin sesalkan namun membawa manusia asli untuk menjadi Vampire hanya karena dirinya ternyata tidak semudah berkata "tolong aku" pada Nam Joon dulu.

Hye Jin merasa begitu sakit mendapat perlakuan seperti tadi. Ia hanya ingin yang terbaik untuk Jimin. Hye Jin tidak memiliki apapun didunia ini selain Jimin. Tidak pernah ia merasakan diprioritaskan, dipedulikan dan juga dicintai seperti dengan Jimin setelah orang tuanya meninggal.

Kenyataan bahwa Jiminlah malaikat pelindungnya adalah hal yang mengejutkan namun lambat laun hingga detik ini Hye Jin membuka hati perlahan-lahan.

Hye Jin mengerti niat awal Jimin namun lelaki itu begitu terbuka padanya sehingga Hye Jin merasa tidak ada gunanya ia menghindar jika memang rasanya seperti ditakdirkan bersama.

Dahulu saat Jimin menolongnya, dia bukanlah makhluk yang baik namun berkat sebuah perasaan yang aneh didalam hatinya. Jimin berhasil menggendongnya yang penuh dengan darah mengalir. Jimin menahan hasratnya begitu hebat untuk tidak menghabisi nyawanya.

Seharian menahan hasrat saja membuatnya lemas seperti tadi. Hye Jin tidak tahu bagaimana rasa sakitnya menahan untuk tidak meminum seluruh darah segarnya.

Namun sekarang melihat Jimin semarah itu, Hye Jin tidak punya kekuatan untuk melawannya. Hye Jin membaringkan tubuhnya. Menatap Jimin dengan dibatasi jendela kaca yang memperlihatkan Jimin sedang berdiri menatap laut diteras.

Jimin merasakan ribuan penyesalan dalam dadanya sekarang. Ia yang tidak pernah merasakan apapun semenjak menjadi Vampire sekarang mendadak menjadi begitu sensitive.

Laut didepannya seperti dirinya, begitu luas dan kuat dengan deburan ombak. Namun rintikan hujan adalah Hye Jin. Kecil namun intens jatuh pada air. Memenuhi setiap aliran. Sama seperti Hye Jin yang memenuhi setiap rongga hidupnya. Jimin semakin kacau. Ia akhirnya merasa bahwa hidupnya kini tidak adil. Andai Jimin tidak dapat membaca fikiran. Mungkin ia tidak tahu bahwa ketika manusia berkata mau tetap akan ada penolakan dan ketakutan. Jimin merasa ia memanglah makhluk terjahat dibumi ini.

***

Hye Jin berusaha bangun lebih cepat pagi ini. Ia ingin menyiapkan, paling tidak roti dengan selai olesannya walaupun Jimin tidak akan memakannya, namun Hye Jin tidak mendapatkan Jimin dimanapun. Yang ia ingat bahwa suaminya itu keluar dari teras dan Hye Jin jatuh tertidur seiring menatap Jimin yang memutuskan untuk berenang dibawah hujan.

Dada Hye Jin merasakan perasaan tidak nyaman karena sudah satu jam berlalu ia menunggu Jimin sambil bersila disofa empuknya namun tidak ada tanda-tanda Jimin datang.

Handphone Jimin bahkan ia geletakkan begitu saja dimeja kecil dihadapan Hye Jin.

Cuaca dihadapan Hye Jin tetap gelap dan hujan. Hye Jin semakin merasa sendu apalagi sekarang ia teringat bahwa Jimin memarahinya tadi malam.

Hye Jin memeluk lututnya dan meringkuk. Seseorang mengetuk pintu kamarnya. Hye Jin mau tidak mau berdiri dan berjalan menuju pintu untuk membukanya.

Seorang lelaki jangkuk, dengan kulit sepucat Jimin. Hidung yang tinggi membuatnya terlihat seperti peran antagonis. Rambutnya berwarna hitam dengan poni menutupi matanya yang menatapnya dengan dalam.

Hye Jin merasa kegelapan pada sosok didepannya mengerikan. Saat Hye Jin berinisiatif untuk menutup pintu namun tidak ada gunanya karena lelaki itu mendorongnya dengan keras hingga Hye Jin merasa pusing dan tubuhnya membentur sesuatu yang sangat keras sebelum ia tergeletak dilantai.

Ia merasa sesuatu mengalir. Itu darahnya, sosok yang Hye Jin lihat dengan samar-samar sekarang menyeretnya tangannya. Hye Jin meronta, merasa tangannya seperti ini lepas namun tetap tidak bisa dan membuat tubuhnya terseret.

Sekuat apapun Hye Jin berusaha, sosok gelap itu semakin kasar. Hye Jin merasa takut setengah mati namun ia tetap berusaha membuka matanya dan tidak ingin menyerah.

Ia menjerit didalam fikirannya berharap Jimin mengetahui fikirannya. Hye Jin percaya bahwa Jimin selalu memantaunya. Hye Jin berharap Jimin datang padanya seperti terakhir kali.

Hye Jin tidak ingin mati. Hye Jin ingin bersama Jimin.

Sekarang semuanya kembali gelap gulita.

***

follow @park.jiminot7 on IG to watch my amazing video edits about Jimin and BTS. show much love there. thankyou?

jmnchrstncreators' thoughts