you are my world door. I can travel around this world by your heart. you're a cause of my euphoria
------------------------------------------------------------------------
Hye Jin menatap wanita didepannya dengan perasaan kagum luar biasa. Seperti karya seniman ia berdiri dengan wajah yang cantik namun menyiratkan ketegasan. Hye Jin mengakui pasti berat bekerja dengan seorang bos seperti Park Ji Min.
Min Young membungkukkan tubuhnya seraya memperkenalkan diru. Hye Jin merasa risih merasa terlalu dihormati seperti itu. Ia melempar tatapan bingung pada Jimin yang tidak terlihat terganggu sama sekali.
"Mulai sekarang kau harus bekerja lebih ekstra untuk Hye Jin juga", ucap Jimin memerintah tanpa menatap Min Young. Ia sedikit kecewa dengan sekretarisnya itu karena tidak ikut turut serta mengurus pernikahannya karena sibuk mengurus hubungan Jimin dengan Volturi. Tapi Jimin tidak dapat menentang Nam Joon.
Min Young adalah manusia biasa. Ia berhasil bekerja dengan keluarga Nam Joon karena keturunannya telah menjadi pelayan Nam Joon secara turun temurun jadi tidak ada alasan bagi Volturi untuk menghabisinya karena Nam Joon yang menjamin.
"Volturi menantikan kabar gembira mengenai nyonya Hye Jin", ujarnya dengan nada tenang.
Hye Jin merasa kerongkongannya kering namun ia berusaha untuk tidak memikirkan hal-hal aneh.
"Berapa lama waktu yang mereka berikan?".
"Secepatnya dan mereka menuntut untuk tidak mengulang kejadian pada Bella Swan dan juga Edward Cullen. Mereka tidak ingin ada hawa panas lagi".
Jimin tersenyum masam. Hubungan mereka berdua memanglah menjadi banyak inspirasi bagi para Vampire tak terkecuali bagi Jimin. Namun Jimin tidak ingin berharap terlalu banyak. Ia tahu bagaimana situasi pada saat itu sangat kacau dan memiliki anak dengan keajaiban seperti itu adalah hal yang mustahil.
Membawa Hye Jin ke dalam hidupnya sudah menjadi hal buruk bagi Hye Jin. Jimin tidak ingin membuatnya semakin menderita. Ia hanya ingin membahagiakan Hye Jin.
"Temanilah Hye Jin pulang ke apartemennya untuk membawa yang ia butuhkan untuk pindah kesini".
Hye Jin memang sudah siap sedari pagi menunggu kedatangan Min Young. Perempuan itu mengangguk lalu Hye Jin pamit pada Jimin.
"Aku pergi", ujarnya.
Jimin mengangguk tersenyum membiarkan Hye Jin pergi. Ia akan kembali bekerja diruangannya sebelum ia membuat planning mengenai bulan madu mereka walau lebih tepatnya hanya jalan-jalan karena Hye Jin masih seorang manusia.
-
-
-
Hye Jin dan Min Young sudah berada didalam rumah kira-kira lebih dari satu jam. mengepak semua barang yang ingin Hye Jin bawa.
"lalu bagaimana ya dengan sisanya?".
Min Young berfikir sejenak, "Kalau memang nyonya bersedia untuk membuangnya. Aku akan mengurusnya".
Hye Jin merasa berat karena ia membeli semua barang-barangnya dengan bekerja sendiri.
"tolong jangan dibuang. Kau boleh sumbangkan kepada yang membutuhkan ya?".
Min Young mengerti dan ia mengangguk lalu kembali merapihkan barang-barang yang akan dibawa.
Hye Jin merasa lelah, ia duduk sejenak dipinggir kasurnya. Ia menelusuri setiap sudut kamarnya. Banyak kenangan yang ia lakukan disini. Ia tidak menyangka bahwa inilah takdirnya. Tidak akan menjadi manusia lagi. Hye Jin merasa takut namun ia pun tidak ingin pergi dari kenyataan ini.
Hye Jin teringat para sahabatnya. Ia meraih handphonenya lalu menelfon Bo Young.
"JIN-AAAHHHHHH".
Hye Jin tertawa mendengar betapa Bo Young sangat histeris pada saat ia belum sempat berbicara.
"Bagaimana kabarmu?ah baru tiga hari kau libur dan menikah. Aku benar-benar merindukanmu", ujar Bo Young dengan nada suaranya yang sangat imut.
"hahaha kau ini... Aku baik. Bagaimana denganmu dan yang lain? cafe bagaimana?".
"nothing special except, Taehyung Oppa sudah kembali banyak bicara".
Hye Jin merasa senang mendengarnya, "Baguslah".
"Jin-aaahhh bagaimana menjadi nyonya Park?", suara Sa Ra terdengar diikuti dengan tawa Soo Jin.
Pasti mereka sudah berkumpul di rooftop.
"hmmm banyak hal yang tidak kuduga sebetulnya tapi aku menikmatinya. Baru juga tiga hari".
"Apa semuanya berjalan lancar hemmmmm bagaimana rasanya? hahaha".
Hye Jin tertawa. Ia sudah tahu pasti ini yang akan mereka tanyakan. Hye Jin bahkan tidak tahu apapun mengenai itu. Terlalu banyak hal yang harus dilakukan.
"rahasia... Aku akan pergi entah kemana bersamanya"
Tiga perempuan disebersng sana bersorak, "kuharap kau capet mendapatkan Jimin junior ya".
Hye Jin merasa sesuatu menyendat aliran pernafasannya. Ia tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Hye Jin terkekeh dengan nada aneh dan berusaha untuk membuatnya sewajar mungkin. Tapi Hye Jin tahu bahwa ia akan sulit menutupinya ketika ketiga perempuan ini seperti keluarga baginya. Hye Jin akan membicarakannya nanti bersama Jimin.
"Kalau begitu sudah dulu ya... Aku akan membawakan kalian oleh-oleh nanti. bye".
Ketiganya terdengar riang sebelum Hye Jin menutup saluran telfon. Hye Jin menghembuskan nafas.
-
-
Dirumah Jimin sedang tersenyum puas setelah mendapatkan apa yang Min Young fikirkan. Perempuan itu memang tidak pernah mengecewakan. Ia sudah mendapatkan dimana tempat yang sangat Hye Jin ingin kunjungi.
Sebetulnya Jimin bisa tahu hanya dengan membaca fikiran Hye Jin namun Jimin tidak ingin. Ia ingin mempekerjakan Min Young agar ia bisa dekat dengan Hye Jin dan Jimin tidak perlu khawatir jika nanti ia meninggalkan Hye Jin.
Jimin mencoba mencari sendiri penginapan yang sesuai dengan mereka. Jimin suka dengan suasana pegunungan atau hutan namun ia harus mengalah karena yang ingin didatangi oleh Hye Jin adalah salah satu pulau bernama Bali. Jimin tahu karena Bali memang sangat famous akan pantai-pantai terpencilnya yang indah.
Jimin mendapati sebuah pantai private yang dapat ia sewa sendiri. Mungkin jika Hye Jin suka ia bisa membelinya untuk hadiah pernikahan lagi bagi Hye Jin. Ia mengirim link pada Min Young untuk diurus.
-
-
Hye Jin akhirnya sampai dirumahnya. Ia selalu tertidur jika perjalanan. Padahal Hye Jin sudah menahan kantuk agar bisa mengetahui perjalanan namun itu sangat sulit karena kejauhan.
Ia turun dari mobil dan pengurus rumah langsung menyambutnya untuk membantu membawa masuk beberapa kotak barang yang ia bawa.
Hye Jin masuk kedalam rumah yang langsung terasa hangat. Ia terkejut saat Jimin sudah ada dibelakangnya dan membantunya membuka mantel.
"terlalu dingin ya?", bisiknya bertanya.
Hye Jin mengangguk dan ia merasa semakin dingin berdiri dekat dengan Jimin jadi ia bergeser.
Jimin paham dan ia menjaga jarak. Mereka masuk menuju ruang Tv. Jimin berinisiatif membuatkan Hye Jin segelas coklat panas.
Ia memberikan segelas coklat panas setelah siap untuk Hye Jin. Lalu Jimin duduk disofa yang berbeda.
"Kita akan pergi ke Bali untuk jalan-jalan",
Mendengar kabar itu membuat Hye Jin menyemburkan coklatnya dari mulutnya. Jimin terkejut dibuatnya.
"Jin-ah",
"mian. Apa aku tidak salah dengar?".
Jimin tersenyum dan mengangguk dengan yakin.
"wowww Kau memang selalu tahu apapun. Hahaha tapi aku sangat senang. Kapan kita pergi?".
Jimin puas melihat senyum berkembang diwajah Hye Jin, "malam inipun bisa".
Hye Jin pindah duduk didekat Jimin, "Aku tahu kau memang kaya raya. Tapi tolong jangan membuatku menjadi tidak tahu diri".
Jimin tertawa karena ia tahu sejujurnya Hye Jin ingin memeluknya namun Hye Jin berhasil menahannya dengan berkata ketus.
***
Keadaan bandara seperti biasa ramai. Banyak orang berlalu lalang dengan koper atau tasnya. Tidak terkecuali Hye Jin dan Jimin. Namun terlihat sangat berbeda karena Hye Jin berhasil hanya membawa satu tas ransel yang ia gendong namun Jimin membawa dua koper yang ia taruh di troley.
Hye Jin memang tidak banyak jalan-jalan namun yang ia tahu bahwa ia tidak suka bawa banyak baju ganti atau apapun itu.
Sangat berbeda dengan Park Ji Min. Lelaki ini sangatlah fashionable dan juga memperhatikan penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Hidup beratus-ratus tahun membuatnya selalu memperhatikan penampilannya sendiri. Walaupun Jimin sering berpindah tempat bersama para saudaranya namun mereka memang selalu memperhatikan penampilan mereka terutama Jimin.
Mereka selalu terlihat trendy dari waktu ke waktu. Itu yang membuat Jimin sekarang mendorong troley dengan dua koper besar miliknya.
"Apa kau tidak lelah menggendong tasmu itu? taruhlah di troley atau kau bisa taruh disini", ujar Jimin.
Hye Jin menggeleng, "tidak apa. kopermu sudah sangat berat. Aku bisa membawa barangku sendiri".
Jimin dan Hye Jin duduk pada ruang tunggu. Mereka menunggu sekretaris Young untuk membawakan tiket milik mereka.
Jimin melihat jam dan handphonenya bergantian. Lalu ia bernafas lega saat sang sekretaris sudah terlihat dipintu masuk. Ia hanya melambaikan tangannya.
Melihat itu Hye Jin mendengus sebal, ia berdiri dan melambaikan tangan agar Min Young dapat melihat mereka. Jimin menarik tangan Hye Jin.
"tidak usah berlebihan".
"Maaf tuan saya terlambat tapi masih jauh dengan waktu check in. Apa mau saya bantu untuk check in?".
Hye Jin langsung berdiri, "tidak usah sekretaris Young. Biar kami lakukan sendiri".
Jimin hanya diam. Memang Hye Jin harus terbiasa memiliki sekretaris sepertinya sehingga tidak perlu melakukan hal yang melelahkan.
Hye Jin membuka mata dan mulutnya besar-besar saat menerima tiket mereka.
"Kita naik bussines class?".
Jimin membenarkan kacamata hitamnya dan menarik sudut bibirnya. Namun ia terkejut saat tangan Hye Jin memukul bahunya.
"waee?", Jimin melihat bahwa Min Young langsung membalikkan badan. Belum pernah ada satu orang pun yang berani memukul Jimin seperti ini.
"kau gila? kau memang hobi membuang-buang uang ya?", Hye Jin melempar pandangan menyeramkan pada mata Jimin yang tertutup kacamata.
Jimin meletakkan tangannya pada kepala Hye Jin, "kita ini bulan madu jadi sebelum kau merasakan rasa sakit. Aku harus membuatmu nyaman bukan?", Jimin mengintip dari kacamatanya saat Ia berbicara seperti itu.
Hye Jin menelan salivanya lalu ia memutuskan untuk tidak menjawab karena tidak ada kata-kata yang lewat di otaknya.
-
-
Setelah kurang lebih 7 jam perjalanan. Hye Jin akhirnya menghirup udara tropis. Mereka sudah berganti baju dan menyimpan baju ditas ransel Hye Jin. Di Bali bukanlah musim dingin seperti di Korea namun hujan sudah turun menyambut Hye Jin dan Jimin yang sekarang sedang menunggu jemputan pribadi Jimin.
Sebuah mobil mewah sudah bertengger saat seorang dengan jas lengkap menghampiri Jimin dan mempersilahkan majikannya itu untuk mengikutinya.
Hye Jin memberikan tas ranselnya karena Jimin memberikan kode untuk tidak membawa apapun. Ia memutar bola matanya, tidak pernah mengerti mengapa Jimin bersikap sangat manja.
Dari bandara mereka harus menempuh perjalanan sekitar 3 jam. Hye Jin seperti biasa tertidur. Jimin memindahkan kepala Hye Jin yang terus terbentur di jendela dan menghasilkan suara jedotan ke pundaknya. Setelah Hye Jin selalu mengelak, dengan kuat Jimin membawa badannya untuk rebah di paha Jimin.
Hye Jin berusaha bangun tanpa membuka matanya. Ia takut merasa tak nyaman.
Jari jemari Jimin mengusap kepala Hye Jin dan kening perempuan yang sedang mengerutkan dahinya. Ia mengusap jarinya dengan lembut. Hal itu membuat kerutan didahi Hye Jin menghilang dan tertidur kembali dengan nyaman.
-
-
Lagi-lagi saat sampai Jimin tidak tega membangunkan Hye Jin. Ia menggendongnya kembali namun kali ini Hye Jin sama sekali tidak sadarkan diri.
Ini kali pertama Hye Jin naik pesawat dan ia merasa benar-benar lelah karena segala urusan diimigrasi dan juga berada dipesawat. Ia pun merasakan jet lag sehingga sekarang tidur adalah obat satu-satunya yang Jimin dapat berikan. Jimin tidak merasa keberatan jika harus menggendong Hye Jin terus menerus.
Jimin menyukai saat mata Hye Jin terpejam. Bulu mata perempuan itu sangat panjang dan juga cantik. Jimin membopongnya pelan-pelan dengan arahan sang asisten sementara Jimin di Bali. Ia bernama Jeong Bum. Orang korea yang sudah lama tinggal di Indonesia ini bekerja pada perusahaan penyedia jasa body guard yang memang bekerja sama dengan perusahaan Jimin.
Jimin tidak asing dengan beberapa negara, karena memang ia selalu berpergian untuk bisnisnya maupun untuk tinggal demi mengalihkan isu. Namun Indonesia adalah tempatnya untuk berbisnis karena udara indonesia tidak tepat baginya.
Jeong Bum menutup pintu dibelakang Jimin yang sudah masuk kedalam sebuah kamar yang berinterior dari kayu dengan konsep outdoor. Rintik hujan menemani mereka dari jendela luas yang langsung menghadap laut biru. Jimin dan Hye Jin dapat berenang secara private.
Hye Jin sudah direbahkan dengan tenang dikasur putih besar. Wajahnya semakin terlihat nyaman saat Jimin menyelimutinya. Jimin mengusap kepalanya dan dengan nakal melihat apa yang Hye Jin impikan.
Jimin tersenyum, wajahnya memerah. Ia pun berusaha menahan diri dan masuk kedalam kamar mandi agar tidak menganggu Hye Jin yang sedang bermimpi indah.
***
Matahari sudah muncul dengan ceria. Hujan berhenti tepat saat pagi hari. Dahan-dahan pohon tropis masih sedikit basah namun keadaan pasar sudah mulai ramai.
Hye Jin merengek untuk keluar dari hotel dan bepergian ke pasar terdekat. Hye Jin penasaran dengan kehidupan orang Bali yang ia ketahui sangatlah ramah dan juga welcome terhadap para turis asing.
Jimin dengan setelan santai hari ini membuat dirinya terlihat semakin mencolok dengan kulit putih bersihnya. Ia hanya memakai baju lengan buntung dengan bolongan lengan yang besar. Memperlihatkan tangan dan juga sayap lengannya yang kokoh. Tattoo yang berada dirusuk sebelah kanan menyembul keluar saat baju bergoyang mengikuti langkah kakinya yang dipercepat untuk mengejar Hye Jin.
Hye Jin dengan dress bunga-bunga berwarna kuning nampak nyaman dengan dua sandal jepit yang sengaja ia bawa. Ia menyampirkan tas kecil dan juga membawa payung mini ditangannya. Langkahnya begitu enteng melihat sekitar.
Setelah mencoba beberapa jajanan pasar Hye Jin beralih mencari toko pernak-pernik karena dari yang ia baca, bali dengan keeksotisannya memiliki beragam pernak-pernik lucu terutama yang dibuat dari kayu.
Hye Jin melambaikan tangan agar Jimin dapat melihathya.
"Kau jalan sangat cepat. Aku tidak mau khilaf dan malah membuat semua orang disini terkejut melihatku menyusulmu tahu".
Hye Jin hanya bisa tersenyum lebar. Ia kembali lanjut tenggelam kedalam happy shoppingnya. Hye Jin sangat senang dengan harga murah yang ia dapatkan.
Matahari sudah jauh lebih panas. Membuat wajah Hye Jin memerah. Jimin tidak merasakan apapun. Ia tetap terlihat putih pucat.
"Ayo kita kembali ke mobil", ujar Jimin dengan tangan yang penuh barang belanjaan Hye Jin.
Hye Jin menoleh sesaat kebelakang, "Haruskah?".
"Apa tunggu kau pingsan karena kepanasan dan aku harus menggendongmu lagi? Kalau memang kau senang ku gendong. Baiklah", Jimin melempar tatapan nakal dan menjilat bibirnya.
Hye Jin menaikkan sebelah alisnya, "hajja!", ia berjalan cepat menuju mobil. Hye Jin lupa bahwa ia tetap Park Ji Min yang menyebalkan.
Selama perjalanan, Hye Jin tidak melepaskan pandangannya pada pemandangan dari luar jendela. Pemandangan disini sangat jauh berbeda dengan korea pada bulan februari. Korea sedang sibuk ditutup salju namun disini panas atau basah.
Bau tanah menyentuh hidung Hye Jin saat hujan mulai turun lagi.
"jangan buka jendela. Kan sedang hujan", pinta Jimin.
"Aku suka bau hujan".
"mengapa begitu?".
"Karena dulu genteng kamarku sering sekali rusak. Akan ada air terjun dikamarku. Ayah akan selalu membereskan itu dan aku menunggunya diteras", Hye Jin otomatis tersenyum ketika ia bercerita tentang masa lalunya.
"Maka dari itu aku sangat menyukai musim hujan. Banyak kenangan manis yang ku miliki".
Jimin mengangguk, "kita bertemu saat musim dingin. Apa kau juga akan ingat itu sebagai kenangan manis?".
Mendengar ucapan Jimin, Hye Jin langsung menoleh dan tidak bisa berkata apa-apa. Jimin tidak merubah ekspresi wajahnya, Hye Jin berharap ia tidak sibuk membaca fikirannya sekarang.
-
-
Mereka sudah sampai disebuah restaurant yang terlihat ramai dari luar. Hye Jin merasa excited dengan yang mereka lakukan hari ini. Jeon Bum selalu tersenyum melihat ekspresi wajah Hye Jin yang selalu berterima kasih.
"saya sudah pesankan ruangan private untuk anda tuan", ujar Jeon Bum.
"Mengapa private? maksudmu kita akan berada didalam ruangan? oh ya?", Hye Jin menatap Jimin dengan tatapan yang tajam dan bibirnya maju berapa senti kedepan.
Jeon Bum mengangguk karena yang ia tahu bahwa Jimin sangat membenci keramaian.
Jimin mengangguk, ia tahu sepertinya Hye Jin lupa bahwa kenyataannya suaminya ini bukanlah manusia.
"batalkan. kita akan makan ditempat biasa", kata Jimin dengan tenang.
Hye Jin meninju udara, "yessss".
Semua orang menatap kearah dua orang korea yang berjalan dengan santainya atau lebih tepatnya menatap Jimin yang terlihat seperti bintang idol masa kini. Terutama para perempuan yang langsung sibuk bisik-bisik.
Jimin dapat mendengar semua ocehan mereka. Beruntung kacamata hitam setia menutup matanya agar ia tidak terlihat sedang menatap tajam.
Aroma-aroma yang membangunkan hasrat Jimin seolah-olah ia usir. Walaupun pada kenyataannya Jimin berjuang. Sebelum semua ini, Jimin tidak pernah berada dikhalayak ramai. Ia membenci hal itu karena sulit baginya untuk menahan hasratnya. Terlebih jika bau darah menusuknya entah dari seseorang yang terluka atau apapun itu.
Namun melihat Hye Jin menebarkan senyum dan selalu berterima kasih membuat Jimin merasa ia punya kekuatan lebih untuk menekan hasratnya itu.
Jeon Bum beserta para body guard tetap stand by. Ia mengetahui tentang Jimin dan keluarga Bangtan. Sehingga ia harus berhati-hati pada situasi ramai yang dapat memancing hasrat haus Jimin.
Hye Jin memilih satu meja yang berada diluar ruangan. Ia bebas mencium udara hujan yang menyatu dengan tanah sembari menikmati makanan baru yang akan mereka pesan nanti.
Keberuntungan memang berpihak pada Hye Jin karena memiliki Jimin. Bahkan lelaki didepannya ini bisa berbahasa indonesia untuk sekedar percakapan ringan.
Jimin sibuk memesan beberapa makanan untuk Hye Jin yang hanya memperhatikannya dengan perasaan kagum.
"Ini gunamu hidup sangat lama ya", bisik Hye Jin saat sang pelayan sudah pergi.
Jimin mengangguk setuju.
"Berapa bahasa yang kau kuasai?".
Jimin mengedikkan bahunya, "tidak pernah ku hitung".
-
-
Jimin merasa hari ini ia lelah. Lelah karena menahan hasratnya sendiri untuk tidak memburu disaat aroma-aroma segar menusuk indra penciumannya. Saat sudah sampai di hotel, Jimin langsung membuka bajunya.
"Hiaaaaa!!!Apa yang kau lakukan sih?".
Jimin melempar bajunya menutupi wajah Hye Jin lalu ia masuk kedalam kamar mandi. Hye Jin merasa kesal namun ia tidak bisa melakukan apapun karena Jeon Bum datang membawakan belanjaan miliknya.
"nyonya, nanti akan ada pelayan yang membawakan hidangan untuk tuan".
Hye Jin mengangguk, "baiklah. Terima kasih Ahjussi".
Jeon Bum membungkuk lalu lenyap dari balik pintu. Hye Jin duduk disofa dan meluruskan kakinya. Kakinya terasa lelah. Hari sudah sore dan sinar sore yang indah terlihat jelas didepan mata Hye Jin. Ia menikmatinya dengan damai.
Jimin keluar dari kamar mandi setelah ia berendam air panas. Ia mendapati Hye Jin sedang menatap keluar jendela.
Hye Jin sedikit terkejut saat seseorang memeluknya dari belakang. Jimin melingkarkan tangannya ke pinggang Hye Jin yang langsung membatu.
Jimin mengangkat Hye Jin dan mengambil alih sofa. Sedikit Hye Jin ingin keluar dari pelukan Jimin namun lelaki yang bukanlah manusia ini jauh lebih kuat.
"sebentar saja", ucap Jimin lirih membenamkan wajahnya di bahu Hye Jin.
"Ada apa?".
"Aku lelah".
"Mengapa bisa? Kau berlari dihutan denganku, kau tidak lelah", Hye Jin terkejut karena nafas Jimin pun hangat tidak seperti biasanya.
"Aku berbeda dengan saudara-saudaraku yang memang terbiasa berada dikeramaian. Mereka sudah lihai menahan hasrat mereka tapi tidak denganku".
Hye Jin melonggarkan tangan Jimin dan menoleh menatapnya, "Apa maksudmu kau tidak bisa seperti itu?".
Jimin mengangguk pelan, "Maaf".
"kenapa kau tidak bilang?".
Wajah Jimin terlihat lesu namun ia tetap tersenyum agar Hye Jin tidak terlalu khawatir.
"Kau sangat bersemangat. Tempat ini adalah salah satu keinginan terbesarmu. Maaf karena kau pergi denganku".
Hye Jin menggeleng, "Jangan begitu Jimin-ah. Sekarang kita sudah menikah, kau harus memberitahuku. Agar aku tidak salah".
Sesuatu bergetar didada Jimin mendengar suara yang biasanya memakinya kini berbicara dengan sangat lembut. Ia pun tidak lagi menghindari sentuhan dan pelukannya. Jimin hanya bisa mensyukuri hal itu.
Jimin memutarkan tubuh Hye Jin kembali, "seperti ini ternyata nyaman", Jimin kembali memeluk Hye Jin dari belakang dan membenamkan wajahnya pada bahu perempuan ini.
Hye Jin hanya bisa diam. Ia merasa bersalah telah bersenang-senang sendiri sedangkan Jimin sangat berusaha menahan diri dan juga tetap tersenyum tanpa merusak suasana sedikitpun. Ia juga sibuk mengambil foto atau video untuk Hye Jin. Jimin bersikap sangat bahagia namun Hye Jin tidak menyangka bahwa selelah itu ternyata hingga sekarang wajahnya terlihat sangat lesu.
"Jimin-ah".
"wae?".
"Apa kau mau melakukannya sekarang?".
*
*
*
> To Be Continue <