I want to protect you one more time before tears run down your face. Even after hundred years, I want to live with you. Can I be your one? - crystal snow
------------------------------------------------------------------------
Kilauan sinar membuat mata yang terasa lengket itu terbuka perlahan-lahan karena tidak tahan dengan kemilaunya. Terasa hangat ketika sinar itu menyentuh kulit Hye Jin saat seseorang membuka gorden perlahan.
Hye Jin mengerjapkan matanya. Penglihatannya sedikit-sedikit menjadi jelas dan ia mendapati Jimin sedang berdiri membelakanginya dan melihat keluar jendela besar didepannya.
Tubuh Hye Jin tidak bekerja seperti biasa. Ia tidak terkejut dengan keberadaan Jimin karena ia ingat jelas kejadian tadi malam dan itu membuatnya merasa aman berada disekitar Jimin.
Jimin tidak mendengar suara ribut yang biasanya ia dengar dari fikiran-fikiran jahat perempuan yang semalam tertidur saat ia gendong menuju kamar ini. Senyum Jimin merekah saat ia membalikkan badannya dan mendapatkan Hye Jin yang merapatkan kembali selimutnya hingga sampai dagu dan ia menguap besar.
"Pemalas. Sudah siang. Ayo bangun!", katanya sembari tersenyum dan membuat matanya menghilang.
Jimin melemparkan sebuah handuk yang mendarat sukses diwajah Hye Jin, "mandilah dan kau harus sarapan hari ini. Palliwaa!!", perintahnya lalu menutup pintu kamar.
Hye Jin masih ingin melekat pada kasur. Kapan lagi ia bisa tidur hingga siang pada saat harusnya ia sedang bersiap-siap untuk membuka cafe.
Tidak lama Jimin muncul lagi membuka pintu "jika kau tidak keluar dalam dua puluh menit, akan ku pastikan kau menyesal karena aku yang akan menggendongmu kekamar mandi".
Hye Jin langsung saja terduduk saat Jimin kembali menghilang, ia memang orang yang menyebalkan. Hye Jin kembali pada dirinya seperti semula.
.
.
.
Rambut Hye Jin basah dan ia berusaha mengeringkan dengan sebuah handuk putih besar yang ikut bersandar pada tubuhnya yang masih menggunakan kimono berwarna putih.
Ia duduk dikursi bar yang menghadap langsung ke arah Jimin yang sedang menyiapkan sesuatu didapur.
Jimin diam-diam menikmati pemandangan didepannya. Rambut basah Hye Jin meneteskan air yag membuat dirinya semakin sempurna dimata Jimin.
Sebuah piring berisi potongan buah segar dan juga satu gelas besar susu coklat berada didepan mata Hye Jin.
"makanlah. Kau harus mengisi tenagamu".
Hye Jin menuruti Jimin yang sekarang duduk disampingnya. Ia menopang dagu dengan sebelah tangannya.
"Apa kau merasa lelah?", tanya Jimin.
Hye Jin mengangguk, "tapi tidak terlalu sih. Aku tidur dengan nyenyak tadi malam".
Jimin tersenyum. Ia ingat betul bagaimana Hye Jin tidur dengan cara bar-bar nan urakan. Beberapa kali wanita itu mengigau membuat Jimin harus membelainya dan mengirimkan mimpi-mimpi indah. Beruntunglah Hye Jin bahwa Jimin memiliki keahlian bermain dengan fikiran. Jadi jelas saja bahwa Hye Jin tidur dengan nyenyak selama ada Jimin disampingnya.
"dimana kita sekarang?", tanya Hye Jin sembari melihat sekelilingnya dan ruangan itu tidak asing baginya.
"ini adalah rumah pertamaku dan kau adalah manusia pertama yang ku perbolehkan kesini".
"kenapa begitu?".
"karena kau telah mengetahui semua tentang diriku", Jimin tersenyum sembari mengusap tengkuk belakangnya, ia baru pertama kali merasa salah tingkah didepan seseorang.
Hye Jin memalingkan pandangannya dari wajah Jimin dan tangannya meraih susu coklatnya lalu meminumnya hingga habis setengah gelas.
"kenapa kau tidak memakiku lagi?" tanya Jimin penasaran.
"jangan terlalu percaya diri. Ini masih pagi dan perasaanku tidak selalu buruk setiap detiknya", Hye Jin melahap satu besar potongan apel sekaligus.
Jimin berdiri namun Hye Jin menghentikannya saat ia hendak beranjak.
"ada apa?".
"Aku hanya ingin ditemani untuk saat ini".
Jimin kembali duduk dengan perasaan bingung. Apa strateginya benar-benar berhasil dengan Hye Jin? Ia menarik garis senyumnya.
"kenapa aku harus menikah denganmu hanya untuk membuka hatiku?", Hye Jin teringat ucapan Taehyung kemarin yang membuatnya kesal dan menghindari Taehyung untuk pertama kalinya.
"Karena racun yang ada didalam tubuhmu", Jimin menatap Hye Jin dengan lekat, "Apa kau sudah selesai makan?".
Hye Jin mengangguk setelah menghabiskan susunya.
Hye Jin tidak mengerti dimana mereka berada. Saat waktu Taehyung membawanya pulang, ia sama sekali tidak menyadari bahwa ia berada ditengah hutan seperti ini.
Pohon-pohon ini mengelilingi sebuah rumah besar, mewah dan juga indah. Hye Jin mengikuti langkah kaki Jimin untuk menyusuri hutan yang langsung menyambut mereka saat mereka keluar dari pagar tinggi berwarna hitam itu.
"Ini adalah tempat dimana aku menukarkan jantungku yang berdetak, melupakan kenangan buruk dan menjadi abadi".
Hening dihutan ini membuat telinga Hye Jin menjadi lebih peka untuk mendengar suara serangga maupun burung yang jauh seperti back sound sesungguhnya.
"Vampire adalah makhluk yang beragam, mencintai keabadian dan harus terus beradaptasi dengan perubahan jaman yang manusia ciptakan. Tapi aku selalu bersembunyi disini dan melakukan semuanya dari hutan ini sehingga aku menjadi kaya dan memiliki segalanya".
Jimin berhenti didepan sebuah pohon besar dengan ranting yang tebal dan kuat. Ia mendekati Hye Jin dan merangkul pinggang wanita itu. Dengan mudah mereka naik ke atas pohon dengan satu lompatan tinggi Jimin.
Hye Jin memejamkan matanya dan memegang bahu Jimin dengan sangat kuat. Aura dingin tubuh lelaki itu memeluknya dan mereka terduduk didahan kokoh tersebut.
"Semua keluargaku tahu bahwa aku tidak pernah bisa beradaptasi. Aku juga tidak pernah menunjukkan keinginanku dengan jelas. Bahkan Taehyung ingin aku memakinya namun aku lebih memilih diam sampai aku bertemu denganmu yang dewasa".
Hye Jin benar-benar memakukan pandangannya pada Jimin yang bercerita sembari menatap ke arah didepannya.
"Sekeras apapun ia berusaha menyembunyikanmu. Pada akhirnya kau muncul pada saat yang tepat".
"Mengapa begitu?".
Jimin menggedikkan bahunya, "Aku tidak dapat membaca takdir siapapun walaupun aku tahu semua yang kau fikirkan".
Jimin merasa satu persatu es didalam dirinya mencair seiring ia menceritakan cerita yang selalu ia pendam sendirian. Hye Jin juga mendengarkan dengan baik. Jimin merasakan rasa nyaman yang ia tidak pernah rasakan dari siapapun.
"Jika kau tidak mencintaiku , racun itu akan menghilang dari tubuhmu seperti aku yang harus menyerahkan diriku pada Volturi".
Matahari semakin bersinar. Hye Jin pernah menonton sebuah film bahwa Vampire akan terbakar jika terkena matahari.
Jimin tertawa kecil dan menatap Hye Jin, "jangan percaya dengan para pembuat dongeng khayalan. Itu berlaku hanya untuk Vampire zaman dahulu. Sudah kubilang bukan bahwa kami beradaptasi? Ada Vampire yang akan berkilau karena cahaya matahari, ada pula yang tiba-tiba menghilang, dan ada juga yang memang membencinya namun tidak bagi keluargaku. Kami tidak keberatan dengan cahaya matahari, itu mengapa semua keluargaku bebas berkerliaran".
Hye Jin berusaha mengerti semua cerita Jimin.
"oh ya apa maksudnya Volturi?".
"hmmm mereka pembuat aturan yang menyebalkan. Kurasa mereka sudah tahu bahwa aku memiliki manusia yang ku pilih jadi aku hanya memiliki sedikit waktu".
"Apa kau akan mati?".
Jimin tertawa mendengar ucapan Hye Jin. Ia memanglah seorang yang pandai menyimpan perasaan. Ia membenarkan tubuhnya untuk menghadap Hye Jin.
"Aku menunggumu terlalu lama hingga kau dewasa. Sejak saat aku menyelamatkanmu, maafkan aku yang tidak berhasil menyelamatkan orang tuamu namun aku telah membereskan permasalahan itu", Jimin meraih tangan Hye Jin, "Sejak saat itu aku menyiapkan hari untuk bersamamu hingga saat aku melihatmu dari Taehyung tapi aku tidak menyangka bahwa kita bertemu secepat ini. Kau akan memiliki semua milikku".
Hye Jin sedikit bingung, "termasuk Magic Shop?", matanya terbuka lebar saat Jimin dengan mudahnya mengangguk.
"rumah mewahmu tadi?".
Jimin mengangguk lagi.
"semua perusahaanmu?".
Jimin tertawa, "Kenapa kau terlalu serakah? apa kau bisa mengurus semua bisnisku?".
Hye Jin menggeleng, "aku hanya tidak mengerti mengapa kau mempercayai semuanya semudah itu".
Jimin menggedikkan bahunya, "Aku juga tidak tahu. Sudahlah jangan bicarakan semuanya. Nanti kau pingsan lagi. Ayo kita pulang".
Jimin berdiri dengan mudah dan seimbang diatas dahan pohon kekar ini lalu iya menggendong Hye Jin dan mereka kembali turun dengan mudah dan mendarat mulus. Jimin tetap membiarkan Hye Jin berada didalam gendongannya.
"Aku sudah menghubungi Nam Joon Hyeong untuk mengurus pernikahan kita minggu depan".
Hye Jin membulatkan matanya lalu ia meronta, "Apa maksudmu? Mana mungkin kau bisa memutuskannya semua sendiri?".
"sebagai imbalan atas kehormatanmu mengetahui semua tentangku dan aku tidak punya pilihan. Aku tidak mau mati tanpa usaha".
Hye Jin menutup wajahnya, ia benar-benar kesal. Kakinya menendang-nendang namun Jimin terlalu kuat dan tidak menghiraukan gerakan Hye Jin.
.
.
.
Hoseok terkejut mendengar ucapan Nam Joon. Ia menatap ke arah Taehyung namun lelaki itu seperti tidak mendengar apapun. Ia tidak membuat reaksi apapun mengenai kabar dari Nam Joon bahwa mereka harus membantu pernikahan Jimin dan Hye Jin.
"Taehyung, gwaenchana?", tanya Nam Joon yang masih duduk dengan jubah hitam panjangnya.
Taehyung tersenyum, "beruntunglah Jimin bahwa Hye Jin hanya tinggal sendiri didunia ini".
"Dia tahu melebihimu Tae", ujar Nam Joon, "kau harus mendukungnya apapun yang terjadi. Kita keluarga bukan?".
"walaupun Hye Jin harus berubah menjadi seperti kita?", suara meremehkan Taehyung keluar.
"Tidak buruk bukan menambah satu keluarga setelah berpuluh-puluh tahun kita menutup itu".
Taehyung mendengus, ia tidak mencerna dengan baik semua ucapan Nam Joon akhir-akhir ini mengenai Jimin. Ia berdiri dengan gusar lalu pergi meninggalkan Nam Joon dan juga Hoseok yang kebingungan dengan situasi disini.
"Hyeong... Apa ini ide baik?".
Nam Joon mendesah, "Tidak untuk Taehyung tapi sudah kuperingatkan padanya saat ia bercerita memiliki seseorang yang dia suka".
"Maksudmu?".
Hoseok menyusul Taehyung. Ia tahu persis kemana lelaki itu akan pergi saat suasana hatinya tidak baik. Taehyung selalu membutuhkan sinar matahari jika merasa risau. Tempat terdekat di Magic Shop adalah rooftop.
Keadaan siang memang tidak mengundang banyak pelanggan untuk menghabiskan diri dirooftop karena sinar matahari.
"Kenapa dari jutaan manusia di Korea, harus Hye Jin yang ia pilih?", Taehyung menatap sepatunya. Air mataya menetes.
Hoseok mengelus punggung Taehyung. Ia tidak pernah mengira bahwa selama ini Taehyung sangat pandai menyimpan perasaannya pada Hye Jin. Bahkan Hoseok pun tidak menyadari apapun mengenai hubungan mereka karena Taehyung tidak pernah keluar batas mengenai perasaannya.
"Kenapa kau menyesalinya sekarang? Mengapa kau tidak lebih dulu melangkah?".
Taehyung melihat ke arah dimana gedung-gedung bertebaran, jalanan ramai dipenuhi manusia berkeliaran dengan jaket tebalnya. Matahari yang menyorot tidak menurunkan rasa dingin yang tetap memeluk para manusia.
"Aku tidak ingin menjebaknya menjadi abadi seperti kita Hyeong".
Hoseok tersenyum, "kenapa kau sama seperti Nam Joon. Tidak semua makhluk abadi tersiksa dengan keabadiannya sepertimu, Jimin atau Nam Joon".
Taehyung merasa tercekat dengan ucapan Hoseok. Sosok disampingnya adalah salah satunya. Ia tidak pernah merasa menyesal menjadi Vampire. Hoseok memang menginginkan keabadian merasuk dalam hidupnya karena menjadi manusia adalah hal yang paling ia benci.
"Lagi pula semenjak kejadian Edward Cullen dan istrinya beberapa tahun lalu, kita memiliki sedikit kelonggaran untuk mengencani manusia bukan?".
Taehyung mengangguk, "Jangan membuatku semakin menyesal Hyeong".
Hoseok mengeratkan rangkulannya, "Jangan menyesal. Kita lihat saja kedepan, kau masih memiliki banyak waktu untuk menunggu keputusan Hye Jin mengenai Jimin".
Taehyung tidak merasa itu hal yang baik. Dirinya tahu bahwa Jimin membencinya dan ia tidak ingin lelaki itu semakin membencinya didunia ini.
.
.
.
Hye Jin masih tidak dapat menerima semua ucapan Jimin mengenai pernikahan mereka. Walaupun ia tidak memiliki satu pun keluarga didunia ini tapi tetap saja menikah dengan makhluk apapun itu bukanlah hal yang mudah bagi manusia biasa seperti Hye Jin.
Ia tidak berfikir bahwa mengetahui semua hal tentang Jimin lewat fikirannya justru membuat Hye Jin semakin terseret pada makhluk itu.
Jimin berusaha menahan diri saat Hye Jin bolak-balik dihadapannya dengan fikiran-fikiran yang penuh akan dirinya. Wanita itu sibuk menyalahi Jimin dan memikirkan bagaimana kehidupannya ke depannya.
"jika kau ingin bertanya, aku sama sekali tidak melarangmu", ujar Jimin akhirnya dan itu menghentikan gerakan Hye Jin yang langsung menoleh dan duduk disampingnya.
Hye Jin menyilangkan kakinya, "kenapa kita harus menikah?".
"Karena kita harus tinggal bersama dan aku harus membuatmu jatuh cinta padaku".
Wajah Hye Jin seketika memanas dan Jimin tersenyum saat semburat merah muncul dikedua pipi Hye Jin.
"Walaupun di Korea tidak melarang kita hidup bersama bahkan tanpa menikah tapi aku bukan berasal dari kehidupan modern dan aku tidak ingin membuatmu hidup seperti ibuku".
Hye Jin menelan salivanya saat mengingat bagaimana keadaab Ibu Jimin difikiran itu.
"Kau tidak memiliki satu pun keluarga karena Ayahmu adalah anak satu-satunya sedangkan Ibumu adalah yatim piatu".
Hye Jin memang selalu percaya bahwa Jimin bukanlah manusia. Mungkin hanya orang gila yang dapat menganggapnya manusia.
"Hye Jin-ssi... Aku tidak pernah merasakan kasih sayang, aku tidak ingin tahu apa itu cinta", Jimin mendekatkan tubuhnya pada Hye Jin, "Hanya kau satu-satunya wanita yang ada dibenakku. Aku benci dengan Vampire wanita. Sejak aku menolongmu, aku tidak ingin lagi bertemu wanita selainmu karena aku mengingat ibuku setiap aku melihat wanita yang tergila-gila padaku. Aku membenci itu karena Ibuku juga tergila-gila pada Lelaki jahat itu".
Hye Jin merasakan tangan sofa menahannya saat Jimin tetap mendekatinya.
"Apapun yang kau lakukan. Kita akan tetap menikah dan kau tidak akan bisa lari dariku kecuali jika aku yang melepaskanmu".
Jimin menopang badannya dengan tangannya yang kuat. Ia menghirup aroma manis dari vena milik Hye Jin yang berada dilehernya yang mulus. Jimin bangun dari posisinya dan pergi meninggalkan Hye Jin yang lemas.
Ingin rasanya Hye Jin menjambak Jimin, melepas rambut yang selalu berganti warna setiap hari. Membuatnya semakin merasa jengkel setiap kali ia harus mengusir rasa kagumnya. Ketampanan Jimin membuat dirinya berada diatas jurang. Ia tidak ingin melompat karena tahu bahwa tidak ada tempat berpijak untuk menyelamatkannya namun masuk kedalam pelukan Jimin membuatnya lebih takut setengah mati.
Masih banyak hal dari Jimin yang misterius bagi Hye Jin. Namun lelaki itu selalu menghentikan obrolan mereka semaunya. Hye Jin bertanya apa salah nenek moyangnya sehingga ia menerima kenyataan aneh dan menyeramkan ini. Hye Jin membenci dirinya yang bodoh dihadapan Jimin.
***