so show me, I'll show you ....
____________________________________________________________________________________________
Selama dua hari Hye Jin dapat bernafas dan berfikir lega karena pasalnya ia tidak melihat makhluk gila disekitarnya. Ia tidak mendapati tatapan menusuk makhluk itu, Hye Jin juga tidak terganggu dengan dirinya harus keluar masuk ruangan Jimin hanya karena permintaan bosnya yang tidak-tidak.
Namun hubungannya dengan Taehyung belum juga membaik. Walaupun tempo hari mereka sudah mengobrol namun itu malah membuat Taehyung semakin menghindari Hye Jin.
Hye Jin hanya berani meliriknya dan berfikiran seakan-akan ia berbicara pada Taehyung. Dirinya sudah paham bahwa Taehyung dapat mendengar fikirannya namun wajah itu tetap datar. Hanya sesekali tersenyum atau mengangguk.
Ia juga berbicara jika ada keperluan saja. Hye Jin sebenarnya tidak masalah karena toh ia memiliki banyak teman di sini namun ia jadi tidak leluasa berbicara karena Hye Jin lebih sering bersama Taehyung dan Hoseok dibalik meja kasir dan mereka adalah barista yang sering menerima pesanan.
Hoseok bersikap biasa namun tetap saja rasanya canggung jika Taehyung hanya menyahut jika Hoseok yang mengajak bicara. Sedangkan Hye Jin bukan orang yang pandai memulai pembicaraan apalagi lelucon.
Setelah menerima pesanan dari tangan Taehyung, Hye Jin memberikannya pada seorang wanita karir yang tidak tersenyum sama sekali.
Entah ada apa dengan hari senin, semuanya terasa begitu memuakkan karena ekspresi wajah yang masam dan juga muram.
Hye Jin mengerang karena lelah telah banyak berusaha senyum tanpa dibalas. Antrian akhirnya selesai. Hye Jin duduk dikursinya dan memukul bahu belakangnya. Ia kelelahan beberapa hari ini dengan banyak kejadian yang menimpa dirinya.
"apa kau begitu lelah Jin-ah?", tanya Hoseok yang melihat wajah Hye Jin yang sedikit pucat.
Hye Jin mengangguk, "biasalah jika hari senin. Aku tidak mendapatkan energi positive dari pelanggan. Apa kau berfikir begitu?".
Hoseok menimbang dan menyandarkan tubuhnya dengan tangan melipat, "kau tau, aku tidak dapat merasa lelah", senyumnya menggoda Hye Jin yang memutar matanya karena malas.
Taehyung menghembuskan nafas dengan keras. Ia juga menaruh kain lap dan pergi meninggalkan Hoseok dan Hye Jin yang saling tatap. Hoseok menggoyangkan bahunya tanda ia tidak mengerti
Hye Jin mendekat, "apa Oppa tidak dapat membaca fikiran Taehyung?", Hye Jin sebetulnya penasaran apakah Hoseok sering membaca fikirannya atau tidak.
Hoseok merangkul Hye Jin, "biar kuberitahu. Setiap dari kami memiliki keahlian yang berbeda. Membaca fikiran bukanlah hal yang umum kau tahu", wajah Hoseok yang selalu ceria dan penuh canda berubah menjadi sangat serius, "keahlianku pun berbeda jadi kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan membaca fikiran kotormu saat melihat lelaki tampan", tawanya meledak karena menggoda Hye Jin yang langsung melepas rangkulannya dan memukul lengannya dengan keras.
"hah percuma, kau tidak tahu rasa sakit", Hye Jin cemberut.
Hoseok tertawa tapi tatapanbya berhenti dan ia pura-pura tidak berbicara lagi pada Hye Jin yang bingung. Ia memutar badannya dan menemukan Jimin sedang menatap mereka berdua dari meja kasir.
Tatapannya begitu lurus dengan dahi dikerutkan. Bibirnya mengulam senyum kesal. Hye Jin merasa ia harusnya tidak perlu terlihat bodoh, tapi sekarang ia sama salah tingkahnya dengan Hoseok yang sekarang memilih untuk pura-pura mengecek ketersediaan barang padahal mereka berdua sudah melakukannya tempo hari.
"Baru saja ku tinggal kau dua hari dan kau sudah beradegan mesra dengan Hyeongku sendiri", Jimin mendengus lalu ia pergi dari meja kasir dengan kesal.
Hye Jin berdecak, ia benar-benar takut dengan tatapan itu. "arghhh apa-apaan sih. Baguslah dia marah, bukan urusanku".
.
.
Jam makan siang akhirnya datang juga. Mereka menutup tokonya selama satu jam kedepan. Semenjak Jimin berada di cafe ia membuat beberapa peraturan yang menurut beberapa staff sedikit lucu. Seperti hari ini, Jimin meminta mereka semua makan siang pada waktu yang bersamaan.
Semua staff berkumpul menunggu makan siang yang dipesankan Jimin di rooftop. Jimin hanya duduk menatap mereka satu persatu. Kelemahannya adalah mengingat setiap nama manusia. Maka dari itu Jimin berfikir akan berusaha mengenal mereka satu persatu mulai dari makan siang.
Taehyung dan Hoseok terlihat gelisah duduk satu meja dengan Jimin.
"Apa kau gila, meminta kita bersama seperti ini?", bisik Hoseok mulai gemas dengan Jimin.
"Mungkin dia sudah bosan dan ingin kita menutup toko karena ketahuan tidak dapat makan siang seperti vampire", ujar Taehyung dengan nada datar.
"hey Park Ji Min", Hoseok mengguncang lengan Jimin.
"kalian semakin rewel. Kita dapat pergi setelah 20 menit dan makan diruanganku".
"itu berarti kita harus pura-pura membeli makan dan membuang makanan yang sudah kita beli diam-diam", Hoseok tidak setuju dengan ide itu, ia sangat menghargai apapun yang ia miliki.
"Aku tahu kita harus berikan untuk siapa makanan itu".
Lelaki tinggi yang membuka pintu itu membeitahu bahwa makanan sudah sampai. Ia salah satu pelayan di sini bernama Yohan.
Hye Jin akhirnya terlihat hidup kembali setelah menunggu makanan dengan rasa lapar. Ia kesal kenapa harus makan dengan menunggu pesanan yang lamanya seperti seabad. Ia dan teman-temannya biasa makan di warung makan atau convenience store terdekat namun Jimin yang terasa bangga membelikan makan siang membuatnya kelaparan.
Hye Jin baru saja ingin makan saat Jimin berdiri mendekat padanya, "nikmatilah makanan kalian. Hye Jin, ayo ikut denganku", Jimin menarik lengan Hye Jin.
Perempuan berkuncir kuda itu benar-benar merasa malu karena dituntun oleh bosnya sendiri dihadapan para karyawan yang menganga terkejut. Ia hanya merasa pasrah dan berjalan mengikuti Jimin dan diikuti oleh Taehyung dan juga Hoseok.
"betapa beruntungnya teman kita", ujar Sa Ra setelah memasukkan daging kedalam mulutnya.
Bo Young tersenyum, "kita juga beruntung karena makan makanan hotel bintang 5 secara gratis".
"Hye Jin bodoh jika menolak bos kita", Soo Jin mengerang.
Mereka bukan segelintir orang yang bergumam mengenai betapa beruntungnya Hye Jin tapi hampir semua karyawan berkata seperti itu. Mereka sangat iri dengan Hye Jin.
Hye Jin mengikuti mereka dengan diam namun seperti biasa fikirannya tidak berhenti mengutuk Jimin. Taehyung diam-diam tersenyum.
Sekarang ia duduk disofa dan tergeletak banyak makanan dihadapannya yang terlihat jauh lebih lezat.
"ige woeya?", Hye Jin tidak mengerti bahwa mereka bertiga duduk disofa bersamanya namun menyedikan banyak makanan, "oh pasti kalian sangat gemar sushi, daging dan lainnya ini seperti Jung ... siapa itu? aku tidak ingat, ia memakan odeng mungkin 50 tusuk".
Jimin tertawa, "kau kira semua vampire itu sama. Aku, Taehyung dan Hoseok Hyeong tidak dapat memakan makanan manusia. Kita hanya dapat meminum sari yang manusia sudah...".
"Cukup Jim", akhirnya Taehyung membuka suara.
Hye Jin mendapati wajah Taehyung yang mengeraskan rahangnya dan menatap Jimin dengan tegas.
Taehyung berusaha menahan rasa amarahnya namun Jimin membuatnya sesak nafas kali ini dihadapan Hye Jin.
"Bukankah Hye Jin sudah tahu bahwa kita peminum darah manusia yang lezat?", Jimin melontarkan kalimat yang membuat Hye Jin kehilangan nafsu makannya.
Hal itu semakin membuat Taehyung terlihat sangat marah, Ia menumpukan badannya pada lututnya dan mengusap wajahnya. Ia tidak suka bahwa rahasia yang ia tutup terlalu rapat membeludak semau yang Jimin suka tanpa alasan yang jelas karena Jimin semakin handal menutup fikirannya dari Taehyung.
Sebaliknya Jimin yang terlalu memahami perasaan Taehyung dari awal mereka bertengkah membuatnya semakin ingin menggoda Taehyung.
"Apa kau sebegitunya membenciku Jim setelah banyak yang kulakukan untukmu?", suaranya bergetar.
Jimin duduk dengan sombong dibalik mejanya menatap lurus ke arah Taehyung.
"Aku tidak pernah memintamu".
Hoseok menangkap wajah ketakutan Hye Jin yang takut mereka akan melakukan baku hantam seperti waktu itu.
"Sudahlah kalian harus berhenti melakukan pertikaian didepan Hye Jin", Hoseok memohon dan menatap keduanya bergantian.
"Katakanlah pada saudaramu yang sangat berusaha menghindari kenyataan", gumam Jimin mengarahkan matanya dari Hoseok ke Taehyung yang sekarang berdiri.
Taehyung mendengus dan berkacak pinggang. Ia benar-benar merasa seperti mempemalukan dirinya. Ia benci seperti ini.
"Biasanya kau selalu menikmatinya Tae, mengapa sekarang kau sangat gusar".
Taehyung berjalan keluar meninggalkan ruangan yang penuh dengan aura Jimin yang memojokkan dirinya. Ia tahu bahwa Jimin memang tidak pernah menyukainya, apapun yang sudah ia lakukan selama ini. Jimin tidak suka berhubungan secara langsung dengan Taehyung.
"Apa kau selalu memperlakuksn Taehyung Oppa begitu?", tanya Hye Jin dengan nada menuduh.
Mendengar bibir itu memanggil Oppa bukan untuk dirinya Jimin mulai merasa kesal juga terhadap Hye Jin
"Bukan urusanmu".
Hoseok menatap Hye Jin, "sudahlah Jin-ah. Mereka memang begitu. Makanlah, jangan hiraukan mereka berdua", Hosoek berkata dengan khawatir Hye Jin kelelahan jika tidak mendapatkan energi.
Hye Jin berusaha menuruti apa kata Hoseok dan ia sama sekali tidak melihat ke arah Jimin. Kini ia merasa semakin khawatir terhadap Taehyung.
.
.
.
Laki-laki yang sekarang telah terlentang ditengah-tengah hamparan hutan yang sepi dan gelap, ia hanya dapat menangis. Ia merasakan sakit yang amat dalam tatkala seseorang yang ia tidak kenal selalu mengacak-ngacak memorinya. Mencari-cari hal yang sebelumnya ia tidak tahu.
Semua terasa menyakitkan setiap kali mata hijau Taehyung menatapnya dan seperti otaknya bekerja dengan cara yang tidak wajar.
Semenjak Jimin diselamatkan oleh Nam Joon Hyeong dan ia bukanlah manusia lagi. Ia lupa akan memorinya yang dahulu namun entah mengapa saat Taehyung berusaha masuk kedalam fikirannya. Ia menemukan setiap potongan yang begitu menyakitkan.
Hari ini ia seperti menonton kehidupan masa lalunya yang begitu menyakitkan. Jimin benar-benar tidak tahan menahan rasa sakit yang membuncah hebat dijantungnya yang sudah tidak berdetak. Kepalanya terasa panas seperti meledak.
Nafasnya memburu akibat ia berlari dengan kecepatan gila dan terjerembab ditengah hutan belantara yang gelap ini. Air matanya sudah mengalir deras. Ia benar-benar membenci Taehyung yang membuatnya tahu akan hidup melaratnya sebagai manusia.
Jimin belum lama menjadi Vampire dan ia merasakan haus teramat dalam. Ia tahu bahwa Nam Joon Hyeong mungkin mencurigai dirinya karena rasa hausnya yang tidak dapat dibendung.
Sebagian dirinya mengerti mengapa mereka harus tahu latar belakang Jimin namun sebagian diri Jimin tetap menyesal untuk mengingat kehidupan kelamnya.
Jimin tidak akan bisa memaafkan Taehyung yang dengan gigihnya mengacak-acak memorinya. Membuat Jimin mengetahui itu semua. Membuat Jimin merasakan hancur entah sampai kapan. Ia benar-benar membenci manusia yang ia sebut ayah itu, ia pun tidak menyukai manusia yang ia sebut ibu karena terlalu bodoh dan tidak dapat melindungi dirinya sendiri maupun Jimin yang ternyata menjadi korban dari kejahatan Ayah dan kebodohan Ibunya.
Hutan belantara yang gelap ini setia mendengar tangisan Jimin. Gelapnya merasuk hingga relung hati Jimin yang dingin. Sesekali suara burung gagak maupun binatang lainnya terdengar bersautan dengan gelegar tangis Jimin yang memecahkan keheningan.
Ia menutup kepalanya. Membenamkan dirinya pada tanah, berharap bumi menelannya detik ini juga. Ia menyesal untuk hidup abadi jika rasa sakitlah yang ia ingat.
.
.
.
Hye Jin kembali bekerja dalam diam karena Taehyung benar-benar membisu. Bahkan semua perintahnya ia berikan pada Hoseok untuk disampaikan pada Hye Jin maupun pelayan yang lain.
Seorang customer meminta air panas pada Hye Jin. Ia dengan sigap pergi untuk mengambilkan air panas. Hye Jin berdiri disamping Taehyung yang sedang membuat espresso.
Wajah itu begitu serius. Dua bola mata yang berwarna hijau pekat begitu lurus menatap cairan hitam yang ia hasilkan sendiri.
"AUWWW!!!", jerit Hye Jin yang ternyata tidak sadar bahwa gelas itu sudah penuh terisi air panas yant akhirnya tumpah menyiram tangannya sendiri.
Taehyung reflek menaruh tekonya dan membawa Hye Jin ke westafel, ia langsung memerintahkan Hoseok Hyeong memberikan air panas untuk sang customer.
Tangan Hye Jin yang memerah dimasukkan kedalam ember berisi air keran oleh Taehyung. Hye Jin merasakan tangannya kepanasan namun air keran sejuk ini membuat denyutan ditangannya lebih melembut.
"Bagaimana kau bisa seceroboh ini Hye Jin", Gumam Taehyung sembari memeriksa tangan Hye Jin didalam ember.
"mianhe".
Hye Jin sudah lama tidak berkomunikasi pada orang didepannya ini. Ia menatap Taehyung dan merasa lega bahwa Taehyung masih peduli terhadapnya.
"lebih baik kau tidak banyak memikirkanku lagi", kata Taehyung yang tahu isi fikiran Hye Jin.
"kenapa?", Hye Jin tidak akan menghindar karena ia tidak mau terlihat semakin bodoh.
"Kau harus memikirkan dirimu dan juga Jimin. Kalian tidak bisa begini terus".
Hye Jin merasa ini bukan waktu yang tepat menyebut makhluk tidak punya fikiran itu.
"Ini bukan masalah waktu lagi Hye Jin", Taehyung menjawab sebelum Hye Jin mengeluarkan suaranya.
"Menikahlah dengannya, cobalah buka hatimu untuknya".
Hye Jin sontak melepaskan tangan Taehyung dan mengeluarkan tangannya dari ember. Membuat cipratan air kemana-mana.
"maafkan aku Jin-ah".
"aku tidak percaya. Kau sama saja!", Hye Jin pergi dari hadapan Taehyung. Ia merasa dadanya terbakar mendengar ucapan Taehyung yang memintanya untuk menerima seorang Vampire gila yang seenaknya memasukkan racun atau apalah itu ke tubuhnya, menciumnya, memeluknya, dan menariknya mengetahui kenyataan-kenyataan gila mengenai dunianya yang berbeda.
Hye Jin berdiri kembali didepan meja kasir, tidak mempedulikan telapak tangannya berdenyut-denyut. Ia akan melupakan omongan Taehyung tadi dan kembali bekerja dengan pikiran kosong. Hye Jin berharap ia bisa hilang ingatan sekarang.
.
.
.
Sekarang sudah waktunya pulang. Jimin tahu pasti para karyawan sedang membereskan cafe. Ia sudah bertekad untuk menemui Hye Jin dan memberi tahunya apa yang harus Hye Jin ketahui namun saat ia berdiri didepan pintu, butuh berapa kali coba karena ia sangat ragu-ragu.
Hal yang paling ia benci ketika seseorang mengetahui masa lalunya. Siapapun itu terutama Taehyung. Ia pun khawatir bahwa Hye Jin akan mengolok-oloknya. Wanita itu tidak punya perasaan sama sekali terhadapnya.
Jimin meyakinkan dirinya satu hari ini bahwa ia harus jujur apapun yang terjadi dan ini pun demi keseleamatan perempuan itu. Siapa yang sangka setelah beratus-ratus tahun, Jimin menemukannya pada saat ini. Ia sudah menunggu terlalu lama untuk hari ini. Terutama saat ia tahu bahwa memang Hye Jinlah yang ia cari selama ini tanpa ia sadari. Hye Jin pun harus mengetahui hal itu.
Jimin berhenti dari mondar-mandirnya. Ia membenarkan kemejanya dan menggulungnya hingga bagian siku. Ia melangkah keluar dari ruangannya dengan mantap.
Cafe sedikit lagi sudah siap di tutup. Keadaan sudah gelap namun Jimin dengar bahwa Hye Jin masih berada dibalik meja kasir. Masih mencatat.
Jimin menaruh kembali satu kursi yang sudah diletakan terbalik dimeja, ia duduk dan memperhatikan Hye Jin yang masih tidak sadar bahwa Jimin ada disana.
Beberapa karyawan sudah berpamitan pulang. Hye Jin akhirnya menyadari, saat Bo Young pamit padanya dan juga pada Jimin, keberadaan Jimin.
Ia hanya meliriknya sekilas. Hye Jin lupa akan janji Jimin.
Hye Jin mendesah dan ia menutup buku catatannya. Ia sudah selesai mengenai laporan hari ini. Namun senyumnya luntur saat Jimin masih berada dikursi dan memperhatikannya. Ia keluar dari meja kasir dan bergegas ke ruang ganti karyawan.
Semua karyawan sudah pulang dan hanya Hye Jin dan Jimin yang masih berada didalam. Malam ini adalah tugasnya Hye Jin mengunci pintu dan karena penjualan lumayan ramai maka Hye Jin selesai terakhir.
Setelah menunggu 20 menit akhirnya perempuan itu keluar. Ia memakai kaos putih polos; dibalut dengan mantel tebal berwarna kuning dan juga celana jeans biru. Hye Jin mengikat rambutnya dengan tinggi. Penampilannya membuat Jimin merasa semakin salah tingkah. Perempuan ini semakin cantik dimata Jimin.
Dari balik syalnya yang menutupi setengah wajahnya untuk menghalau rasa dingin, Hye Jin berdiri tepat didepan Jimin yang sudah siap dengan kunci mobilnya.
Hye Jin tidak dapat menolak lelaki didepannya ini karena percuma ia pasti tetap melesat masuk lagi kedalam kamarnya. Dan itu lebih berbahaya.
Setelah mengunci semua cafe, Jimin juga ikut membantu. Mereka masuk kedalam mobil mewah Jimin berwarna putih.
"Besok kau boleh libur karena malam ini aku akan mengajakmu ke suatu tempat".
Hye Jin hanya mengangguk pasrah. Ia sudah lelah berdebat hari ini. Hye Jin hanya sibuk mengosongkan pikirannya disamping Jimin.
.
.
.
Hembusan nafas lembut dengan aroma mint membelai wajah dan penciuman Hye Jin yang akhirnya terbangun. Matanya membulat sempurna karena wajah berkilau didepannya kini benar-benar dekat.
Hye Jin ingin mundur namun tangan Jimin terlalu kuat merengkuh tengkuknya dan sekali lagi Hye Jin harus jatuh dalam ciuman makhluk gila ini.
Namun Hye Jin merasa berbeda karena sekarang ia tidak melihat wajah menyebalkan didepannya. Ia mendapati dirinya berada disebuah lorong yang sangat gelap.
Jimin dengan pakaian dan topi lusuh mengajaknya menyusuri lorong gelap itu hingga ia berada diujung jalan. Lelaki itu sangat berbeda dari terakhir yang Hye Jin ingat. Ia juga tidak bersikap bahwa seperti melihat Hye Jin. Matahari cerah menyinari sebuah rumah yang lebih terlihat seperti pondok.
Jimin .asuk kedalam rumah dan tidak menoleh lagi pada Hye Jin yang mengikutinya. Hye Jin melihat seorang ibu yang sedang menyiapkan makanan diatas meja kecil yang berada dihalaman. Setumpuk anyaman jerami tersusun rapih. Sepertinya tidak ada yang menyadari kehadiran Hye Jin.
Senyum ibu itu sangatlah ceria walaupun Hye Jin yakin lebam diwajahnya pastilah akibat kena pukul sesuatu.
"Jimin-ah, jangan sentuh. Itu untuk Ayahmu".
Hye Jin menahan nafasnya, ia benar-benar berada didalam memori Jimin namun lelaki itu tertutup oleh banyak kotoran dan pakaian lusuh serta topinya yang terlalu besar menutupi hampir setengah wajahnya.
"Kita boleh makan setelah Ayahmu selesai makan".
Jimin menunduk, bahunya terguncang, saat Hye Jin tengok, ia menangis dan tangannya mengusap perutnya. Pasti ia sangat lapar namun aura dirinya tidak memancarkan untuk melawan ucapan sang Ibu
Namun berapa lama ia harus menunggu karena hari sudah semakin sore. Senyum diwajah tua itu juga sudah luntur dan orang yang ia sebut Ayah belumlah pulang.
"Eomma".
"Tidurlah. Saat Ayah pulang, Ibu akan memanggilmu dan memberimu dua mangkuk nasi".
Jimin membuka topinya, "jinjja Eomma?".
Terdapat linangan air mata pada perempuan paruh baya itu namun ia tetap bersih kuat dengan prinsipnya. Hye Jin ingin mencuri makanan itu namun ia tahu setelah menyentuhnya, itu hanyalah memori yang tidak dapat diubah.
Jimin tertidur dengan posisi seperti udang dengan tangannya menahan perutnya.
Waktu terasa lebih cepat karena sekarang sudah malam. Hye Jin terkejut saat seorang lelaki dengan pakaian kerqjaan yang berantakan masuk kedalam halaman rumah meneriaki nama wanita dan Ibu Jimin keluar.
Ia sepertimya sama terkejutnya dengan Hye Jin karena bukan namanya yang dipanggil.
"HAH! Kau ternyata, tapi tak apa", Ia langsung mencium Ibu Jimin dengan liar.
Hye Jin tidak dapat menahan tangisnya saat melihat perempuan itu tersungkur dengan tangisan pecah dan laki-laki mabuk diatasnya sedang berusaha melucuti bajunya namun menyebutnya dengan segala macam nama wanita.
Jimin terbangun, dan ia berlari berusaha menyelamatkan ibunya namun dengan mudah lelaki itu menjauhkan Jimin dengan cara membanting lelaki itu, Jimin memang jauh lebih kurus dan juga tidak sebugar sekarang.. Lalu ia menyiram Jimin dengan makanan yang berada diatas meja kecil yang ibu siapkan tadi siang.
Jimin kelagapan bukan main. Ibunya hanya bisa menangis namun lelaki itu membungkamnya.
"Minumlah ini! Aku sial karenamu!!!!".
"Tidakkk, Jangan begini. Aku mencintaimuuu, ku mohon".
Lelaki itu tertawa dan meludahi wajah perempuan didepannya, "kau fikir kau pantas mendampingiku? Kau hanya selir tidak tahu diri. Melahirkan anak lelaki tidak berguna. Lebih baik kau dan dia mati!!!".
"Appaaaaa, jangannnn", Jimin menarik baju Ayahnya dan menangis memohon tapi lagi lagi ia ditendang menjauh.
"Jiminaahhh, pergilah!!!! Maafkan Eomma".
Lelaki itu memukul kembali sang perempuan lalu menyekoki ia dengan cairan berwarna gelap yang sudah tidak dapat dihindari lagi. Cairan busa berwarna putih menyembur dari mulut Ibu Jimin dan ia tidak sadarkan diri.
Hye Jin mengejar Jimin yang berlari kedalam hutan. Ia bisa merasakan betapa takutnya dikejar oleh lelaki bringas dan kejam itu.
Hye Jin dan Jimin berhenti ditengah hutan yang hanya diterangi oleh cahaya bulan. Mereka berhasil menghindari lelaki gila itu namun Hye Jin baru sadar bahwa Jimin memegang belati.
Jimin menangis sejadi-jadinya. Wajahnya terlihat sangat suram. Ia membelah urat nadinya sendiri dan duduk lemas. Hye Jin menjerit dan tidak dapat menahan tangis histerisnya lagi dengan nafas tersengal-sengal.
Tapi tiba-tiba sesosok pria dengan jubah hitam dan pakaian serba hitam menatap Jimin. Pandangan mereka bertemu dan lelaki itu menggendong Jimin.
Rasa pusing dikepala Hye Jin membawanya memasuki suasana yang berbeda. Ia berada dibawah langit yang sangatlah indah. Ia dikelilingi orang-orang yang berpakaian berbeda-beda. Mereka sedang berkumpul disebuah rumah yang berada ditengah-tengah hutan.
Hye Jin mencari sosok Jimin. Akhirnya ia mendapati Jimin yang sedang menatap pasangan muda dengan anaknya yang digendong oleh sang perempuan cantik. Jimin menatap mereka dengan mata dinginnya dan rambutnya sekarang berubah perlahan menjadi warna merah muda. Ia mengguncang-guncangkan kepalanya dan rambut itu berubah warna hitam kembali.
Seorang laki-laki berdiri disampingnya, "akhirnya Volturi mengalah. Ini jadi harapan semakin baik untuk kita mendapatkan pasangan sejati kita Jim", ujar lelaki itu sembari mengusap pundak Jimin.
"Iya Hyeong. Melihat mereka, aku sangat ingin merasakan kebahagiaan itu. Aku tidak tahu sebelumnya rasa cinta sebelum perempuan mungil itu mengusap pipiku tadi", Jimin memegang dadanya dan tersenyum. Semburat merah keluar dari pipinya yang terlihat jauh lebih gembal sekarang.
Hye Jin ikut tersenyum melihat Jimin yang sekarang menghampiri pasangan muda itu. Ia sepertinya tidak dapat berbahasa inggris sehingga lelaki disampingnya repot menerjemahkan untuknya, lelaki itu adalah orang yang menggendong Jimin tadi dan kalau tidak salah, Hye Jin pernah melihatnya saat hari pertama Jimin masuk ke cafe.
"Is he your new family Nam Joon?", tanya lelaki berwajah barat dengan bahas inggris pada lelaki disamping Jimin.
"Not really. It is just we are not looking for each other for a long time, Ed", ujar lelaki disamping Jimin.
Jimin berkata pada Hyeongnya untuk menyelamati lelaki yang dipanggil Ed oleh Hyeongnya. Lalu Hye Jin tidak mengerti lagi apa yang mereka bincangkan karena bahasa inggris Hye Jin juga tidak terlalu bagus. Yang Hye Jin pahami bahwa mata dingin Jimin sangatlah bersahabat saat melihat kedua pasangan itu dan seorang anak perempuan yang sangat cantik. Mata Jimin meyiratkan harapan yang belakangan ini Hye Jin dapati saat Jimin menatap dirinya.
Hye Jin kembali merasa pusing karena sekejap mata ia sudah berada ditempat yang berbeda. Tempat ini sangatlah dingin dan terasa tidak asing bagi Hye Jin. Jalan raya yang lenggang, Hye Jin mendengar seseorang terisak menangis. Suaranya tidak asing bagi Hye Jin.
Langkah kaki Hye Jin berhenti saat ia mendapati sebuah mobil yang membuatnya ingat kejadian mengenaskan mengenai dia dan orang tuanya. Ini adalah tempat dimana Hye Jin dan bersama orang tuanya mengalami kecelakaan yang hebat. Hye Jin kecil masih berada didalam mobil dan terjebak. Hye Jin merasakan sakit pada dadanya. Ia tidak ingin melihat kejadian ini sekarang.
Hye Jin tidak mengerti mengapa memori Jimin menyimpan kenangan dirinya. Sekelebat tubuh Jimin berada didekat mobil. Ia menggotong tubuh Hye Jin kecil, menjauhkannya dari mobil. Namun saat Jimin mendekat lagi, mobil itu meledak dan membuat Jimin terlempar jauh. Hye Jin meremas bajunya, air matanya kembali mengalir tanpa ragu. Ia ingat bahwa seseorang memang menolongnya namun ia terlalu kecil untuk mencari tahu siapakah dia.
Tetapi saat Hye Jin mencari Jimin yang terpental jauh. Penglihatan Hye Jin kembari buram dan ia sekarang berada dilorong rumah sakit, tempatnya dahulu dirawat. Jimin berdiri dijendela, melihat ke arah tubuh Hye Jin kecil. Matanya berwarna merah, namun giginya gemeretuk seperti menahan sesuatu dan ia akhirnya pergi meninggalkan ruangan itu.
Kepala Hye Jin sangat pusing. Ia merasa tidak nyaman dengan setiap pergantian memori ini. Perutnya terasa mual. Mungkin karena ia hanyalah manusia biasa, membuatnya terlalu lelah menahan ini semua. Namun Hye Jin tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia sangat penasaran mengapa Jimin dapat memilihnya.
Sekarang ia melihat Jimin bersama Hoseok, lelaki fish cake sedang bercanda gurau disebuah taman yang penuh dengan pepohonan dan cuaca yang sangat nyaman. Taehyung sedang duduk menyendiri saat ketiga lelaki itu menhampirinya yang sedang memainkan handphonenya.
Jimin melongok dan wajahnya terkejut saat melihat handphone Taehyung. Ia segera merebutnya.
"Jimin kembalikan", kata Taehyung.
Jimin berdiri dan terlihat berfikir. Hye Jin buru-buru melongok layar handphone dari belakang tubuh Jimin dan itu adalah foto dirinya dari SNS.
"Apa kau kenal perempuan ini?", tanya Jimin.
Taehyung mengangguk, "Waeyo?".
"kenalkan aku padanya", suara Jimin lebih seperti memerintah Taehyung daripada meminta.
Taehyung berdiri dan dengan cepat merebut handphone miliknya.
"Tidak. Dia sahabatku dan Hoseok di cafe. Dia bukan manusia sembarangan".
Jimin menatap Hoseok yang juga sepertinya tidak mendukungnya, "kalau begitu. Aku yang akan mendekatinya sendiri".
Jimin hendak pergi namun Taehyung menghalangi jalannya, "kau tidak boleh menyentuhnya Hyeong".
Jimin mengangkat sudut bibirnya, tatapannya meremehkan Taehyung, "Bukan urusanmu!", Ia melanjutkan jalannya kembali sembari memasukkan kedua tangannya kedalam saku.
Hye Jin mengerjap dan dalam sepersekian detik, ia sudah kembali ke tubuhnya dan saat ia membuka matanya, bibirnya masih terpagut dengan bibir Jimin. Mata mereka saling bertemu dan Jimin tersenyum, melepaskan ciumannya.
Hye Jin segera bangun dan menghirup nafas segar dari bibir pantai. Matanya menyelusuri sekelilingnya. Pantai dengan langit yang menghamparkan bintang pada malam yang indah. Debura ombak tak bersuara menyentuh bibir pantai. Hye Jin berada diatas kain yang dijadikan alas oleh Jimin. Dipantai ini hanya ada mereka berdua.
"istirahatlah. Besok akan ku jelaskan semuanya".
Usul Jimin disambut tanpa bantahan oleh Hye Jin. Ia terasa lemas sekali. Dan setelah ia berbaring, Hye Jin merasa tubuhnya terangkat. Jimin membopoh tubuh Hye Jin yang sudah tidak dapat meronta untuk pergi ke hotel yang berada sebelum pantai. Hye Jin mengalungkan tangannya pada pundak Jimin yang kuat membawanya dengan tenang.
Hye Jin tidak tahu apa yang sekarang ia rasakan. Yang jelas ia merasa aman ada didalam rengkungan tangan Jimin. Walaupun ia merasakan kedinginan namun Hye Jin tidak peduli. Ia jatuh tertidur didalam gendongan Jimin.
*
*
*
*
>> To Be Continued <<
I have good news!!!!
Thank you for your supports and time to read this story.
Aku berpartisipasi dalam contest dan alhamdulillah, ranking My Vampire Hubby berada diperingkat 8. Semua berkat kalian yang mengikuti cerita ini dengan antusias. Semoga aku bisa selalu memperbaiki semuanya dan peringkat ini sangat membuatku bersemangat.
terima kasih sekali lagi.
Aku sayang kalian.
jangan lupa vote dan commentnya :)