"Putri Zanitha menghadap kepada cahaya teragung kerajaan Agrafin, Yang Mulia Roland Caesar Agrafin."
Setelah memberi salam dan membungkuk hormat layaknya seorang Putri, aku terus menundukkan kepala, menatap lantai marmer yang lebih menarik daripada wajah Raja Agrafin. Laki-laki yang tidak lain ayah kandungku ini tidak pernah sekalipun tertarik pada apapun yang kulakukan. Meski Putri Zanitha melakukan berbagai kejahatan, lelaki itu tidak bereaksi, karna ia memang sama sekali tidak peduli. Hiks ... aku jadi semakin merindukan ayahku di Korea.
"Kudengar akhir-akhir ini kau jarang keluar dari kamar. Apa ada sesuatu yang terjadi?"
Eh? Dia serius menanyakan keadaanku? Ada apa ini? Tanda akhir dunia? Ayah kejam itu tidak mungkin tiba-tiba jadi perhatian dan mengkhawatirkan kondisi Putri Zanitha, kan?
"Hamba hanya sedang mempersiapkan diri untuk pernikahan, Yang Mulia. Kudengar dari para pelayan, katanya seorang calon pengantin tidak diperkenankan keluar kamar seminggu sebelum pernikahan."
Aturan dari kerajaan mana itu? Aku juga tidak tahu! Cepat percaya saja dengan yang kukatakan dan biarkan aku pergi. Istana Raja membuat napasku sesak.
"Hmm ... aku baru pertama kali dengar aturan seperti itu. Kalau begitu kau tidak punya masalah, kan?"
Pertanyaan lelaki itu membuatku mengernyit. Kenapa dia tiba-tiba terdengar mengkhawatirkanku, sih? Apa terjadi sesuatu? Tiba-tiba mendapat perhatian dari Yang Mulia Roland membuatku sangat kesal. Kenapa dia baru bertanya seperti itu sekarang? Andai saja perhatian ini dia berikan saat Putri Zanitha melakukan hal yang buruk dan menasehatinya dengan cara yang benar, aku tidak akan hidup sebagai pemeran antagonis.
"Hamba tidak mengerti kenapa Yang Mulia sampai berpikir seperti itu. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk memberi perhatian pada manusia hina seperti hamba, tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Keheningan yang terjadi setelahnya membuatku ingin sekali mengangkat kepala dan memperhatikan sekitar. Ada apa dengan aura ketegangan yang tiba-tiba kurasakan ini? Apa jawabanku tadi dianggap tidak sopan? Tidak mungkin! Aku sudah membaca novelnya, jadi aku tahu persis perkataan paling sopan yang dipakai seluruh rakyat kerajaan Agrafin saat berbicara dengan sang Raja.
"Putri Thalitha Rosaria Agrafin telah tiba dan akan memasuki istana Raja."
Teriakan pengawal dari luar membuat semua orang menoleh ke arah pintu besar yang mulai terbuka. Pemeran utama sudah datang! Aku penasaran secantik apa Putri Thalitha.
Sinar matahari yang menerpa ketika pintu terbuka ikut menyinari kedatangan gadis itu. Wajah mungil, hidung mancung, bibir tipis merah muda, rambut coklat bergelombang serta bola mata sejernih lautan, ditambah kulit putih bak porselen. Dia ini manusia atau boneka? Putri Thalitha berjalan anggun dan berdiri tepat di sampingku.
"Putri Thalitha menghadap kepada cahaya teragung kerajaan Agrafin, Yang Mulia Roland Caesar Agrafin."
Senyum lembut yang ditampilkan gadis itu membuat jantungku seolah berhenti berdetak. Astaga! Memang ada ya gadis secantik ini di dunia? Ini sih benar-benar novel namanya. Waah .... tiba-tiba aku merasa tidak percaya diri berdampingan dengan bidadari seperti ini. Selain memiliki kecantikan melebihi Dewi, Putri Thalitha juga punya sifat yang lembut, baik, anggun, halus budi pekertinya, sopan, cerdas, ceria, namun tegas di saat bersamaan. Benar-benar pantas menjadi pemeran utama. Ckckck!
"Karena kalian berdua sudah datang, aku akan langsung mengatakan langsung pada intinya." Raja Roland berdeham sebentar, terdengar ragu. Hmmm .... apa ya? Aku merasa seharusnya ada adegan penting di BAB ini.
"Dua hari lagi pernikahan Putri Zanitha dari kerajaan Agrafin dan Pangeran Lionda dari kerajaan Vadhesa akan digelar. Sesuai permintaan Putri Zanitha sebulan sebelumnya, Putri Thalitha Rosaria Agrafin akan menjadi pendamping pengantin saat upacara pernikahan dilaksanakan."
Apa?! Kapan aku meminta hal kejam seperti it- oh iya! Sebulan yang lalu aku belum ada di sini. Putri Zanitha ini benar-benar ... aah! Bagaimana ini? Aku jadi ingin menangis. Aku tahu dalam novelnya hal ini juga terjadi. Kalau tidak salah, sebulan sebelum pernikahan Putri Zanitha memang meminta agar Putri Thalitha menjadi pendamping pengantinnya. Tujuan? Tentu saja untuk membuat adik tirinya merasa iri. Sebuah pembuktian kepada seluruh kerajaan kalau Putri Zanitha lebih unggul dari Putri Thalitha yang disayangi semua orang.
Sepertinya kebencian Zanitha pada adiknya akan meningkat berkali lipat sejak hari ini. Kalau tidak salah Zanitha akan melihat adegan dimana sang Pangeran menyatakan perasaannya pada Putri Thalitha. Aku tidak perlu melihat adegan itu sih. Tidak penting juga untuk masa depanku.
"Terima kasih sudah mempercayakan tugas penting ini kepadaku, Yang Mulia. Aku menerimanya dengan senang hati."
Jawaban lembut serta senyum malaikat yang ditunjukkan Putri Thalitha membuatku merasa semakin tidak enak. Hati gadis itu pasti terluka. Padahal Raja Roland juga tahu kalau Putri Thalitha mencintai Pangeran Lionda, tapi ia masih memberi beban seberat ini pada putri kesayangannya. Aku harus melakukan sesuatu!
"Maafkan kelancangan hamba, Yang Mulia, tapi ada sesuatu yang ingin hamba katakan." Tanpa perlu mendongak sepertinya aku tahu tatapan semua orang kini beralih padaku. "Tentang pendamping pengantin, bisakah digantikan dengan Helen?"
Aku benar-benar sedang cari masalah. Tapi aku juga tidak mau malaikat di sampingku ini terluka hatinya. Lagipula, kalau ini adalah kehidupanku di Korea dan aku akan menikah, maka Ayah yang akan membawaku ke altar dan Kakak serta Ibu akan mengiringi sebagai pendamping pengantin. Bukankah impianku itu sederhana? Di dunia yang baru ini, aku tidak punya ibu. Aku juga tidak bisa berharap pada Raja Roland yang tidak pernah tertarik pada kehadiranku.
"Kenapa tiba-tiba kau mengatakan hal ini? Kau ingin seluruh tamu dari kerajaan-kerajaan lain melihat betapa menyedihkannya dirimu?"
Deg! Aku merasa sulit bernapas mendengar nada suara Raja Roland yang tenang dan dalam. Sepertinya lelaki itu sedang murka tapi tetap menjaga wibawa sebagai pemimpin.
"Para tamu undangan akan berpikir kalau aku tidak peduli pada pernikahanmu. Hal itu juga akan membuat hubungan Agrafin dan Vadhesa menjadi renggang. Apa kau pikir aku akan mengizinkanmu? Kau ingin terus mencoreng nama baik kerajaan bahkan hingga akhir?"
Ugh, perutku mual. Mencoreng nama baik kerajaan, katanya? Selama ini lelaki brengsek itu kemana saja saat Vanitha melakukan kejahatan? Kenapa tidak dicegah atau diberi hukuman yang pantas? Dunia ini benar-benar gila.
"Hamba mengerti."
Tidak pernah ada gunanya membela diri. Tidak ada tempat berlindung bagi si pemeran antagonis baik di kerajaan Agrafin maupun Vadhesa.
***
Pertemuan yang melelahkan dan panjang. Aku sedang merebahkan diri di ranjang, beristirahat sebentar sebelum ganti pakaian dan menemui Pangeran Lionda.
"Anda harus segera mengganti pakaian, Nona."
Helen menyadarkanku yang hampir jatuh tertidur. Para pelayan yang sejak tadi menunggu terlihat gelisah dan takut. Benar-benar deh, sampai kapan aku harus melihat wajah ketakutan begitu?
"Maafkan aku,"
Suasana yang terjadi berikutnya setelah aku meminta maaf adalah keheningan yang amat sangat berat. Haaah ... Putri Zanitha ini memang membuatku tidak bisa berkata-kata.
***
Ruangan bernama perpustakaan adalah tempat yang diinginkan Pangeran Lionda sebagai tempat pertemuan kami. Bukan taman istana, kolam air mancur atau tempat romantis lainnya di kerajaan ini melainkan di perpustakaan. Pangeran Lionda sepertinya sangat tahu Putri Zanitha tidak suka membaca buku.
Para pelayan serta ksatria yang mengawalku tidak ikut masuk ke perpustakaan, membuatku sedikit tidak nyaman sebenarnya. Tapi pertemuan ini memang hanya harus dihadiri oleh dua calon pengantin.
Kalau di Korea mungkin semacam kencan sebelum menikah. Entahlah, yang kutahu kalau mau menikah biasanya harus saling mengenal dan kencan dulu beberapa kali, ada yang pacaran sampai bertahun-tahun malah. Kalau sudah merasa cocok, baru akan mengenalkan keluarga masing-masing. Kalau di drama yang biasa ditonton Ibu sepertinya begitu.
Tapi ini adalah dunia kerajaan, fantasi pula. Mungkin tidak ada adegan pacaran ... atau ada? Yaah pokoknya aku tidak bisa berharap kebagian adegan romantis dengan pemuda tampan, apalagi dengan diriku yang berperan sebagai antagonis ini.
Seseorang yang sedang duduk seraya membaca sebuah buku itu benar-benar luar biasa. Dalam novelnya, Lionda Adiora Vadhesa digambarkan sebagai sosok dengan perawakan tinggi, bahu lebar, rambut hitam dengan bola mata ungu, hidung mancung, wajah dingin yang teramat tampan, serta senyum mematikan.
Sekarang lihatlah, pemeran utama laki-laki dalam novel ini sedang ada di hadapanku. Aku sama sekali tidak bisa menolak untuk menatapnya lama-lama. Kenapa sih lelaki setampan ini hanya ada di novel atau komik? Kalau saja dulu teman sekelasku ada yang begini juga.
"Sampai kapan kau akan berdiri disana?"
Deg! Jantungku rasanya ingin melompat keluar. Gila! Ini sih benar-benar gila namanya. Kenapa suaranya juga terdengar sangat seksi? Ketidakadilan macam apa ini?
"Zanitha Ester Agrafin menghadap cahaya kedua kerajaan Vadhesa."
Ini saatnya melakukan sesuatu untuk masa depan! Aku harus tetap membuat lelaki ini tidak suka pada Putri Zanitha.