Cahaya matahari begitu menyilaukan pagi ini. Soully sudah bersiap untuk berangkat kerja. Teringat kembali kejadian hari kemarin, namun dianggapnya angin lalu ketika kepalanya memang masih merasakan sakit. Soully mengabaikan ajakan Yafizan untuk menikah hari ini. Mungkin itu hanya khayalannya saja...
Drrrttt..Drrttt
Ponsel Soully bergetar ia melihat tulisan 'Dokter Erick' pada layar ponselnya. Dijawabnya langsung tanpa berfikir lagi.
"Dokter Erick, ada apa?"
"Hai my Angel, bagaimana kabarmu?"
"My angel?" Soully tersenyum malu saat mendengar Erick memanggilnya seperti itu. "Aku baik-baik saja, keadaanku sudah lebih baik dari kemarin walaupun masih ada sedikit ngilu di kulit kepala. Terima kasih sudah merawatku, Kak Erick..." Wajah Soully sedikit tersipu malu saat mengatakan 'Kak' pada Erick.
"Kakak?..." Erick begitu senang saat Soully memanggilnya demikian.
"Oh, maaf apa aku tidak sopan memanggilmu seperti itu?"
"Tidak, aku senang sekali. Panggil aku senyamanmu saja, ini lebih baik daripada kau memanggilku dokter dan aku harap bisa lebih sering mendengarmu memanggilku seperti itu. Apalagi tanpa embel-embel kakak, aku ingin sekali kau panggil Erick saja atau..."
"Atau apa? Jika aku memanggilmu Erick saja, aku merasa tidak sopan."
"Oke oke, terserah kau saja."
Merekapun saling mengobrol ria melalui telepon. Seandainya Soully tahu bagaimana ekspresi wajah Erick dan tingkah lakunya saat berbincang dengannya, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hatinya meluap-luap seakan-akan ingin loncat dari relung jiwanya yang terdalam.
***
Sebuah mobil mewah berwarna hitam sudah terparkir lenggang tepat di depan gang saat Soully melangkahkan kakinya keluar dari kontrakannya.
Soully mengerutkan dahinya, langkahnya perlahan mulai melambat. Di dalam hatinya bergejolak kaget dan ia berusaha menenangkan fikirannya.
Semua hanya mimpi...ini semua hanya mimpi...
Soully terus melafalkan kata-kata itu seperti mantra. Namun ucapannya terhenti ketika ia melihat seseorang keluar dari dalam mobil mewah yang sedang terparkir itu. Orang itu tersenyum dan berdiri seakan tak sabar ingin segera menyambut kedatangan Soully.
"Kak Rona..." lirih Soully yang kini dirinya bahkan tak bisa lolos dari pandangan Yafizan yang berada tepat di dalam mobil yang jendela kacanya sengaja di buka lebar agar Soully bisa melihat kearahnya. Mantra yang diucapkannya berulang kali pun seolah tak mempan baginya.
"Apa kau sudah siap, Nona?" tanya Rona saat langkah Soully berhenti tepat di depan mereka.
"Kau tak usah memanggilku nona, Mr.Rona." Soully tersipu malu.
"Dan kau tak harus memanggilku seperti itu, panggil aku kakak saja biar kita semakin akrab," ujar Rona.
"Cepatlah dan tak usah banyak berbincang lagi. Ini bukan acara reuni, kau sudah banyak mengulur-ngulur waktumu," seru Yafizan memberi perintah dan Rona tahu membantahnya akan semakin mempersulit keadaannya.
"Memangnya kita mau ke mana?" tanya Soully yang pura-pura polos karena masih belum bisa mencerna keadaan yang sedang dihadapinya saat ini.
"Sebaiknya kau ikut kami saja dan bertanya sepuasnya di dalam," ujar Rona seraya membukakan pintu mobil di samping tempat duduk Yafizan dan mempersilahkan Soully untuk masuk ke dalamnya.
Tanpa berkata apapun lagi Soully langsung masuk dan duduk di sebelah Yafizan. Soully berdecak kesal, karena masih penasaran ia langsung bertanya tanpa basa-basi lagi.
"Kita memangnya mau ke mana? Dan ada hal apa kalian menjemputku pagi ini tiba-tiba? Apa kalian sengaja menungguku karena mau mengantarku bekerja?" serentetan pertanyaan Soully yang polos memancing emosi Yafizan sehingga ia menggertakan sisi-sisi gerahamnya.
"Ck, apa kau memang lupa atau pura-pura lupa? Aku rasa kau bukan di situasi bodoh untuk melupakan semua kejadian kemarin, bukan?" ucap Yafizan dengan nada menyindir. Soully hanya memutar bola mata jengah lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil tanda dia memang mengingat kejadian kemarin.
Drrrt...drrrtt
Lagi, ponsel Soully bergetar pada situasi canggung saat ini. Soully melihat lagi-lagi nama Erick terterapada layar ponselnya. Soully tidak langsung menjawab panggilannya sehingga ponselnya terus bergetar, sementara di seberang sana, Erick merasa cemas karena Soully terus-terusan tidak mengangkatnya.
"Kenapa kau tidak mengangkatnya? Kurasa itu hal yang penting." Rona menyahut karena getaran ponsel Soully terus menggema.
"Ini...ini bukan apa-apa." Soully beralasan karena dia tak tahu harus menjawab apa. Tadi dia berjanji pada Erick akan menghubunginya ketika sudah sampai di tempat kerja. Namun jam 09.00 sudah lewat dan itu membuat dokter rupawan itu khawatir. Entah Yafizan akan membawa Soully ke mana yang jelas arah menuju tempat kerjanya sudah terlewati.
Ponsel Soully terus bergetar lagi untuk yang kesekian kalinya. Yafizan yang mendengar merasa geram dibuatnya, dengan tak sabar dia meraih paksa telepon genggam di tangan Soully. Dilihatnya siapa nama yang tertera di layar ponselnya.
'Erick...' wajah Yafizan geram seketika, aura gelap dan tatapan membunuh jelas terlihat pada wajahnya. Rona yang melihatnya di balik kaca spion depan merasakan ada sesuatu yang tidak beres ketika melihat ekspresi Yafizan yang berubah seperti itu.
Dengan kesal Yafizan menjawab orang yang menghubungi Soully dari tadi. Soully ingin meraih ponselnya namun sia-sia, tangan kiri Yafizan dengan tangkas menahan tangan Soully yang meronta untuk mengambil ponselnya, hingga pada akhirnya tubuh mungil Soully tanpa sadar menumpu pada paha Yafizan. Yafizan menahan tubuh Soully dengan lengan kirinya. Sementara tangan kanannya mengarahkan ponsel Soully pada telinganya.
"My Angel, kau tak apa? Apa kau baik-baik saja? Apa kau sibuk? Apa kepalamu sakit lagi? Kenapa lama sekali mengangkatnya? Sungguh aku khawatir..." suara Erick di seberang sana merasa cemas.
"Lama tak bersua, sepupuku." Yafizan menyapa dengan tatapan dingin.
Betapa kagetnya Erick karena yang menjawab bukanlah seseorang yang ia khawatirkan.
"Oh, My Angel? Panggilan yang cukup menarik untuk memanggil perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istri seseorang, kurasa kau tidak sopan, bukan?" sambung Yafizan terkekeh dengan sinis. Soully masih terus berusaha meraih ponselnya.
"Apa maksudmu? Cepat kau berikan ponselnya pada Soully." Erick masih dengan tenang menahan suara yang sebenarnya tertekan.
"Kurasa aku hanya akan memberitahumu sekali ini saja. Mulai saat ini, setelah aku menutup teleponnya, maka detik itu juga kau tak usah menghubungi istriku lagi!" tegas Yafizan lalu menutup pembicaraannya dengan sepihak. Erick yang merasa kesal, melemparkan ponselnya, frustasi.
Ditekannya tombol untuk menurunkan kaca jendela mobil. Soully yang melihat seolah tahu apa yang akan dilakukan Yafizan, dia memberontak meraih ponselnya. Tubuh mungil Soully semakin mendekat dan tanpa sadar ia duduk di kedua paha Yafizan. Yafizan menatap Soully karena tubuh mungilnya menumpu di atas tubuhnya. Sementara tangan kanannya tetap konsisten menggenggam ponsel milik Soully. Mengarahkan tangannya keluar jendela mobil yang sudah terbuka kacanya.
"Tolong kembalikan ponselku!" mohon Soully memelas. "Jangan lakukan hal bodoh, tolong..."
Tanpa mengalihkan pandangannya, Yafizan masih menatap wajah Soully yang polos, tanpa diperhitungkan lagi Yafizan melepas ponsel Soully dari genggaman tangannya. Soully yang melihat tindakannya itu sontak melebarkan bulat matanya.
"TIDAK! Kau...apa yang kau lakukan?!" teriak Soully kesal.
Ditatapnya masih wajah Soully yang memang sedari tadi dekat dengan dirinya. Angin yang masuk melalui jendela mobil menyeruak dan menyibakkan anak-anak rambut Soully sehingga terlihat sungguh cantik dan seksi di mata Yafizan. Soully memang berwajah anggun dan polos, tanpa polesan make up pun dia tetap cantik natural. Tangan Soully sibuk menyibakkan anak-anak rambut yang berterbangan karena angin. Yafizan masih dengan sengaja tidak langsung menutup kaca jendelanya, karena dia merasa pemandangan di depannya saat ini begitu indah dan menggoda.
Yafizan menahan tangan Soully yang terus menerus menyibakkan rambutnya. Sementara dia masih terduduk di atas kedua paha Yafizan. Posisi mereka kini berhadapan. Soully kini tersadar karena dia tidak seharusnya duduk seperti itu. Soully hendak beranjak kembali untuk duduk di sebelah Yafizan. Namun ketika dia hendak beranjak, tangan Yafizan menahannya. Dia melingkarkan lengan kirinya pada pinggang Soully, sedang lengan kanannya menekan pundak Soully lalu tanpa permisi Yafizan mencium bibir ranum Soully. Mata Soully membulat, ini ciuman keduanya dengan Yafizan setelah ciuman pertama ketidaksengajaannya saat terjatuh dari tangga lipat ketika dia bekerja.
Soully meronta, menghentakkan kedua tangannya memukul dada Yafizan. Namun percuma saja, karena tubuh kekar Yafizan lebih bertenaga menahan tubuh mungil Soully sehingga Soully pun tidak bisa melepaskan tubuhnya dari dekapan Yafizan. Soully hampir kehabisan nafas karena Yafizan terus melumat habis bibir Soully tanpa ampun. Lama-lama ciumannya melembut dan Soully pun terbawa suasana.
Entah apa yang membuat Yafizan berhasrat kepada Soully karena sebelumnya dia tidak pernah melakukannya terhadap Tamara walaupun dirinya mencintainya.
Rona hanya tersenyum melihat perlakuan bosnya. Kemudian ia menaikkan kaca jendela belakangnya yang terbuka dengan tombol otomatis yang ada di samping kemudinya.
***
Mereka sampai di sebuah butik wedding dress. Soully yang masih kesal enggan turun dari dalam mobil. Dia merasa malu karena bibirnya yang tipis nan mungil itu sekarang terasa membengkak.
"Ayolah kau tak usah merasa malu. Karena kita memang pasangan yang akan menikah. Dan kelak kau akan menerima seranganku yang tadi lebih sering." Yafizan menyeringai saat melihat ekspresi wajah Soully yang malu karena melihat bibirnya.
"Kau brengsek! Dasar mesum!" gerutu Soully kesal.
Yafizan masuk ke dalam butik terlebih dahulu disusul Soully yang berjalan di belakangnya. Yafizan melirik dengan ujung matanya ketika melihat Soully mengikutinya, seketika ia menyunggingkan senyum puas di sudut bibirnya.
Seseorang menyambut mereka dengan baik. Menunjukkan jalan pada mereka. Di dalam butik itu nampak gaun putih dan tuxedo berpasangan berjejer rapi. Soully dibuat takjub karena gaun-gaun itu sungguh cantik. Matanya berbinar senang.
"Ini salah satu butik wedding dress yang bekerja sama dengan perusahaan kami," bisik Rona seperti menjawab pertanyaan yang ada di benak Soully, seolah dia bisa membaca mimik muka Soully yang di hinggapi banyak pertanyaan.
"Naomi," sapa Yafizan setelah berjalan menyusuri lorong butik dan sampai di sebuah showroom luas beratapkan kubah yang cahaya mataharinya langsung masuk ke dalamnya, sepertinya butik itu memang salah satu anak perusahaan Yafizan karena design interior-nya hampir sama persis dengan kantor tempatnya bekerja. Di dalam showroom itu hanya ada beberapa pasang baju pernikahan yang sebenarnya khusus dipersiapkan untuk Yafizan dan Soully.
"Hai, Bos Yafi. Ohh sungguh aku tak menyangka ini benarkah kau akan menikah?" tanya Naomi yang memang seorang designer butik tersebut. Tubuhnya yang jenjang dan langsing begitu elok saat kesan pertama melihatnya. Begitu pun Soully.
"Apa kabar, Bro?" sapa Rona seketika membuyarkan kekaguman Soully saat melihat Naomi.
Naomi adalah seorang transgender yang merubah total penampilannya. Sungguh operasi yang sempurna karena memang sekilas dilihat tak ada tanda-tanda ia adalah seorang lelaki sebelumnya.
"Mr.Rona...kau sungguh keterlaluan. Panggil aku Mrs.Naomi..." ucap Naomi lemah lembut.
"Oh ya, apakah ini wanita beruntung yang akan menjadi mempelaimu?" tanya Naomi saat melihat Soully. Yafizan hanya mengangguk. "Aku fikir seleramu tinggi, kau mengulur-ngulur dan menolak para gadis cantik yang terkenal dan bermartabat hanya untuk menikahi gadis kecil seperti dia?" ucap Naomi sedikit merendahkan Soully.
"Sudahlah kau tak usah buang waktu lagi. Cepat siapkan segalanya dan buat dia menjadi seorang berkelas tinggi karena itu memang keahlianmu." Yafizan berseru, ada sedikit rasa amarah saat Naomi merendahkan Soully di depannya. Entah apa yang dia rasakan semenjak bertemu Soully. Perasaan yang sebelumnya tak pernah ia rasakan terhadap wanita siapapun termasuk Tamara yang kini masih ditunggunya.
.
.
.
Yafizan sudah terduduk santai di sofa yang berada di tengah showroom itu. Dirinya sudah rapi memakai tuxedo broken white yang menawan. Sementara Soully yang sudah cukup lama dirias karena Naomi dengan profesional dan ahli dalam me-make over kliennya.
Soully sudah siap di atas panggung kecil melingkar yang akan memutar ketika seseorang berdiri di atasnya. Yafizan masih duduk santai dengan menghadap tirai yang masih tertutup rapat. Dengan tatapan kosong Yafizan membayangkan kejadian demi kejadian yang menimpanya saat bertemu Soully. Dia tersenyum sendiri ketika ingatan tentang Soully hinggap di memorinya. Bahkan ciumannya ketika di mobil tadi entah mengapa membuat hatinya membuncah bahagia.
Namun sekelebat bayangan seorang anak kecil memanggilnya 'Paman' tiba-tiba mampir dalam ingatannya. Seorang anak kecil yang sedang memberikan roti di tangan mungilnya. Pandangan Yafizan mulai kabur dan muncul rasa sakit pada kepalanya. Wajahnya memucat seketika, keringat dingin mengalir di tubuhnya, peluh kecil memenuhi pelipisnya. Rona yang melihatnya merasa cemas, dihampirinya segera namun dengan gerakan tangan Yafizan memberi kode bahwa dia baik-baik saja walaupun rasa sakit di kepala masih melingkupi dirinya.
***
Bersambung...
Jangan lupa tekan Like, Comment dan Vote
Terima kasih 🙏🏻