webnovel

Yang Terpendam Selama Lima Tahun (3)

Bertempat di ruang tengah lantai satu. Dua orang lelaki tengah duduk bersebrangan dengan meja tamu yang memisahkan keduanya. Keduanya duduk di sofa yang telah mengeluarkan bau apak.

Satu lelaki—Bima, duduk sembari memainkan sebuah game gacha di ponselnya. Di atas meja depan lelaki tersebut, terdapat satu mangkok dan gelas kosong. Bekas Bima menyantap sarapannya.

Satu lelaki lainnya yang bernama Oki, memperhatikan temannya yang sedang bermain ponsel. Pada tangannya yang agak gemetar terdapat satu mangkok yang masih penuh berisi bubur ayam.

Oki yang baru saja datang beberapa menit lalu. Merasa kalau dirinya baru saja dibodohi oleh Bima.

Bagaimana tidak? Siapa yang menyangka kalau rumah yang perlu dibersihkan itu adalah rumah yang terkenal angker oleh warga lokal di sekitar sini?

Oki sebagai salah satu warga lokal Waringin, sudah mendengar banyak cerita mengerikan dari rumah tersebut. Oleh karenanya, ketika dia tiba di alamat yang diberikan oleh Bima. Oki merasa kalau dirinya itu mungkin lagi diprank.

Tapi, Bima keluar dari rumah terbengkalai itu. Menyuruhnya masuk dan memberikannya semangkok bubur.

Karena sudah terlanjur mengatakan kalau dia akan membantu, terlebih sudah mendapatkan bayaran sarapan. Oki merasa kurang enak bila dirinya seketika meminta pulang karena takut.

Gulp.

Oki melihat bubur di tangannya yang sudah dingin. Lalu menoleh lagi ke temannya yang sibuk bermain ponsel tanpa mengeluarkan suara.

"Bim, kamu tahu tempat apa ini?"

"Hm?" Bima mengangkat kepalanya, melihat sepasang mata temannya itu bergetar, "Rumah milik kakekku."

"Bukan bukan bukan! Maksudku, apa kamu gak tahu tentang tempat ini?! Betapa angkernya rumah ini?!"

"Angker?"

Bima semerta melirikkan matanya ke belakang Oki di mana si Kunti sedang berdiri penuh keingintahuan tentang orang baru yang datang.

Kemudian Bima melirik ke samping kanannya, yang mana terdapat hantu bocah laki-laki ikut duduk bersamanya. Memandangi layar ponsel yang penuh warna dari karakter animasi.

Bima mengangguk, "Hm, aku tahu ini angker."

"Terus kenapa kau mau tinggal di sini? Apa kau tidak takut?"

"...tadinya, tapi sekarang tidak. Hantu di sini jinak."

"Huh? Kenapa kau berkata seolah pernah bertemu dengan hantu di sini? Lagipula apa maksudmu dengan jinak. Memangnya mereka hewan peliharaan?!"

"Hmmm..."

Bima lalu mengangkat kepalan tangannya sambil menatap tajam ke si Kunti. Hantu perempuan tersebut seketika terperanjat.

'Yup, jinak.' Pikirnya.

"Apa yang sedang kau lakukan? Kau ini dari tadi lihat ke mana, sih?"

Oki mulai paranoid dengan sikap aneh yang ditunjukkan temannya. Dia menoleh ke belakangnya. Tidak menemukan siapapun di sana. Lalu kembali berpaling ke Bima, melihat tatapan mata temannya itu bagai menusuk dirinya.

"Mau sampai kapan kau memegangi mangkok itu? Kalau tidak mau makan, ayo kerja. Banyak ruangan yang harus dibersihkan."

"Kau... sigh, baiklah."

Pada akhirnya, Oki hanya bisa pasrah. Menyantap makanan yang sudah diberikan. Setelah beres, keduanya langsung bekerja membersihkan rumah terbengkalai tersebut.

Bima berencana kalau hari ini mereka akan membersihkan seluruh lantai satu. Besok lanjut ke lantai dua, dan lusa akan membersihkan seluruh halaman.

"Aku pikir cuma satu hari... besok... aku kayaknya gak bisa, Bim."

Ujar Oki dengan nada ragu. Kedua matanya melihat ke bawah, tidak berani menatap langsung temannya.

"Kenapa?"

"Umm, itu... ada tugas kuliah."

"Jangan bohong. Masa perkuliahan belum dimulai, bodoh."

"...Ah! Aku harus buat proposal skripsi!"

"Kau masih punya banyak mata kuliah yang gagal. Jangan paksakan impianmu menjadi suatu alasan."

"..."

"Kalau memang betul. Perlihatkan padaku rancangan proposalmu. Akan kuperbaiki sekaligus ngasih saran. Bagaimana? Dengan begitu kau tidak ada kesibukkan besok, kan?"

"Umm, pacar..."

"Bedakan mimpi sama realita."

Pada akhirnya Oki hanya bisa mengangguk menyanggupi. Meskipun takut, tapi setelah beberapa menit di dalam rumah, dan tidak terjadi apa-apa. Mungkin tempat itu tidak seangker yang diceritakan orang-orang.

'Mendapat makanan gratis selama tiga hari mungkin bukan ide yang buruk,' pikir Oki yang sudah mulai merubah persepsinya, sekaligus memendam rasa takutnya.

Bima dan Oki pun membersihkan ruangan demi ruangan. Di lantai pertama, terdapat tiga kamar tidur, satu ruang tengah, satu ruang tamu, satu ruang makan, dapur dan satu kamar mandi.

Di setiap ruangan tersebut, sesungguhnya sudah terisi oleh berbagai furnitur. Tempat tidur, lemari, kasur, dan lain sebagainya. Bahkan peralatan makan dan masak pun lengkap ada di dapur.

Yang tidak ada di sana hanyalah peralatan listrik. Seperti kulkas, televisi, radio, komputer dan lain sebagainya.

Tampaknya alat-alat elektronik tersebut dicuri, karena Bima dapat melihat bekas dari tempat alat-alat seperti kulkas diletakkan. Ditambah, pintu belakang yang berada di dapur menuju halaman belakang ternyata tidak terkunci. Gagang pintunya terlihat telah dicabut paksa.

"Harus membeli gagang baru," gerutu Bima yang melihat pintu tanpa gagang itu.

"Uuh, orang nekat mana yang berani mencuri di rumah ini. Dasar gila."

Waktu berlalu. Malam pun tiba.

Lantai pertama berhasil dibersihkan seluruhnya. Walaupun tidak sepenuhnya bersih, karena kedua lelaki tidak menggeser furnitur yang ada untuk membersihkan debu di baliknya. Kedua lelaki tersebut malas. Bagi mereka, asalkan sudah terlihat bersih, itu sudah cukup.

Sekitar jam tujuh malam.

Bima kembali memainkan ponselnya sambil berbaring di sofa ruang tengah. Pintu depan rumah terbuka, Oki masuk setelah keluar membeli makan, lampu dan gagang pintu baru.

"Sigh, tempat makan sudah pada ramai," ujar Oki yang meletakkan makanan dan barang-barang di atas meja tamu, lalu dia berlalu ke dapur untuk mengambil piring dan sendok.

"Hmm, mahasiswa sudah pada balik?"

"Sepertinya. Toh, seminggu lagi sudah masuk."

Oki kembali duduk di sofa seberang Bima sambil meletakkan peralatan makan di meja. Bima beranjak dari tidurnya dan menyimpan ponsel di meja. Keduanya pun mulai makan malam.

"Ki," panggil Bima dengan mulut yang penuh ke temannya.

"Hm, kenapa?"

"Ini rumah... angker kenapa?"

"..."

Oki semerta terdiam. Sendoknya yang tadinya ingin masuk mulut seketika berhenti. Keduanya matanya melihat ke Bima dengan penuh tanya. Kenapa kau menanyakan hal ini pada malam hari?!

Bima yang melihat tatapan itu.

"Kenapa diam? Gak perlu takut. Aku kemarin tidur di sini. Lihat buktinya, aku masih hidup."

"...kurasa bukan itu masalahnya."

"Ceritakan saja. Aku jamin gak bakal ada yang ganggu, hantu di sini jinak."

"Aku tidak tahu apa kau ini memang berani atau sekadar tidak peduli. Lagipula, bukannya kamu ngekos di Waringin selama empat tahun waktu studi sarjana. Selama empat tahun ke mana saja? Masa gak pernah dengar tempat ini sama sekali?"

"Hmm, tidak. Ah, tapi aku mendengar soal jembatan angker di belakang kampus."

"Sigh..."

Oki mendesah panjang. Sambil menyantap makanannya. Oki bercerita tentang cerita mengerikan yang ada di rumah tersebut.

Kisah paling santer yang tersebar di masyarakat adalah cerita tentang penampakan hantu perempuan bernama Lani.

Konon katanya, hantu Lani itu merupakan arwah penasaran yang berasal dari korban pemerkosaan yang dibunuh lalu dikubur di halaman rumah.

"Tunggu. Bagaimana kalian tahu nama hantu itu Lani?" Tanya Bima agak janggal.

"Salah satu orang yang melihat penampakan berkata kalau wajah hantu itu mirip dengan temannya yang menghilang bertahun-tahun lalu."

Bima seraya melirik ke hantu perempuan yang duduk termenung di samping Oki. Bima pandangi wajah buruk rupa dari hantu tersebut.

'Bagaimana dia bisa mengetahui kalau itu wajah temannya?'

Wajah dari hantu itu benar-benar tidak karuan. Sehingga sulit melihat rupa aslinya. Bima semerta berpikir.

'Rumor, kah... atau orang yang menyebar nama itu adalah pelaku pembunuhannya? Habis, bagaimana orang tahu tentang nasib dan kematian korban?'

Bima menoleh ke hantu perempuan yang mulai berkomat-kamit bagai mengeluarkan suatu suara kebencian. Sepertinya dia terganggu setelah mendengar cerita dari Oki.

"Apa kau Lani?"

Tanya Bima kepada hantu perempuan tersebut yang semerta terdiam. Mengangkat wajahnya menatap Bima dengan intens. Di sebelah hantu perempuan tersebut, Oki yang sedang mengunyah makanannya, seketika tertegun. Membulatkan mata ke arah Bima degan penuh tanya.

"Bim, kamu lihat ke mana? Bim! Kamu tadi asal nanya, kan? Cuma mau nakut-nakutin, kan?!"

Bima di lain pihak tidak mempedulikan kepanikan dari temannya. Dia tatap balik wajah perempuan tersebut.

Hantu perempuan itu mengangguk.

"Ya. Saya Lani," ucapnya dengan nada yang dingin.