webnovel

Penjagal dalam Gelap (5)

Sekitar jam sepuluh pagi.

Bima dan Oki telah bersiap pergi sambil membawa cangkul dan sekop di tangan mereka. Oki tidak tahu apa yang diinginkan Bima, namun melihat dari barang yang mereka bawa, lelaki itu sudah dapat membayangkan pekerjaan apa yang akan dilakukan.

"Kuburan siapa lagi yang mau kita gali?"

Tanya Oki dengan wajah cemas. Semenjak dia pindah, pengalaman memorable di rumah ini sudah menandingi pengalaman dia di kosan sebelumnya selama empat tahun.

Poltergeist, penampakan, menggali kuburan hingga podcast mistis. Oki mulai mempertimbangkan keputusannya pindah itu apakah hal yang baik atau buruk.

Bima yang ada di depan Oki menjawab kalau dia sendiri tidak tahu apa yang akan digalinya. Tapi, untuk sekarang...

"Ikuti saja aku!"

"...Aku merasakan firasat buruk tentang hal ini."

Keduanya pun pergi, berjalan menanjak mengikuti jalan di depan rumah. Jalan yang benar-benar sepi, tidak ada orang hingga kendaraan yang lewat. Satu motor pun tiada pernah mereka dengar.

"Tempat ini benar-benar seperti sudah dibuang."

Gumam Oki, terengah-engah lalu meneguk air dalam botol yang dibawanya. Dia lalu melihat ke belakang, melihat Bima yang tampaknya sudah setengah mati.

"Anjing! Tanjakan brengsek! Tahu gini, lebih baik nunggu motormu balik dari bengkel!"

Kesal Bima yang mulai merasakan lututnya panas. Keringat mengucur deras di wajahnya. Oki yang melihat kondisi temannya hanya bisa tertawa kering, melihat betapa lemah fisik temannya ini.

Bagi Bima sendiri, kalau bukan karena sosok wanita bergaun merah itu, dia tidak mau melakukan hal yang melelahkan seperti ini.

Bima sudah bertanya kepada Lani tentang sosok yang ditemuinya. Berdasarkan deskripsi, Lani mengkonfirmasi kalau sosok wanita bergaun merah itu memanglah salah satu hantu di rumah tersebut.

Namun, sosok tersebut sangat jarang terlihat. Lani sendiri tidak dekat dengannya. Hanya saja, Lani berkata kalau sosok wanita itu adalah penunggu asli dari rumah Bima. Dia adalah hantu yang melindungi rumah tersebut.

Melindungi dari apa?

Lani berkata kalau setiap tanah kosong apalagi dengan energi negatif yang melimpah seperti di rumah Bima. Biasanya tempat tersebut akan menjadi sarang makhluk gaib.

Namun hal ini tidak terjadi, karena sosok wanita bergaun merah menghadang setiap makhluk yang ingin bersemayam di dalam rumah. Lani hanya tahu dua hantu saja yang diperbolehkan oleh wanita itu untuk tinggal di rumah.

Hantu pocong yang biasa di dalam dapur dan hantu kakek yang tinggal di halaman belakang.

Untuk Lani dan bocah lelaki. Keduanya merupakan arwah yang bangkit di rumah tersebut. Sehingga mau tidak mau, wanita tersebut menyilahkan keduanya untuk tinggal.

Bima bertanya kepada Lani tentang identitas sosok wanita tersebut, seperti nama atau latar belakang semasa hidupnya. Namun sayangnya, Lani tidak mengetahuinya.

Setelah sedikit mengetahui tentang sosok wanita bergaun merah, sebenarnya Bima sudah tidak memikirkan tentang perkataan yang diberikan oleh si wanita. Seperti cermin dan juga hutan pohon karet di ujung tanjakan.

Namun, Lani memperingati Bima. Berkata kalau sosok wanita itu jauh lebih berbahaya dari seluruh hantu yang dikenalnya.

Wanita bergaun merah itu adalah sosok hantu yang mampu membunuh manusia secara langsung. Dapat menyentuh manusia secara fisik tanpa menggunakan kemampuan poltergeist.

Sehingga Lani meyakinkan Bima untuk mengikuti apa yang dikatakan oleh si wanita.

"Dia sangat jarang muncul. Jadi kehadirannya di depanmu bukanlah tanpa maksud. Pasti ada alasan tertentu. Sebaiknya kamu ikuti, ini untuk kebaikanmu sendiri."

Tutur Lani pada pagi hari. Oleh karena omongan ini, Bima yang merasa tidak mau diganggu oleh wanita bergaun merah itu, langsung saja mengambil cermin yang selama ini ada di dalam lemari,

Cermin sebesar bola basket yang mungkin memiliki kemampuan mistis lain. Sebagaimana kacamata dan gelang kayu yang dipakainya sekarang.

Kacamata untuk melihat makhluk astral dan gelang kayu untuk menyentuh makhluk tersebut. Setidaknya itu yang saat ini diketahui Bima. Sekarang, ada cermin yang disarankan oleh si wanita untuk terus dibawanya.

Hingga saat ini pun, Bima membawa cermin tersebut dalam tas ranselnya. Entah apa gunanya? Namun tidak ada salahnya membawa hal yang mungkin bisa menjadi suatu jimat.

Bima dan Oki terus berjalan naik hingga akhirnya mereka tiba di ujung jalanan aspal. Jalan berikutnya hanyalah berupa bebatuan yang asal dijejerkan dan ditumpuk rapi. Bila menggunakan motor, ada kemungkinan motor tersebut akan kesulitan lewat bahkan bisa rusak. Mobil pun sama. Jalanan itu mungkin hanya bisa dilewati oleh truk besar.

Bima melihat ke sekitarnya. Dirinya telah berada di hutan pohon karet. Lelaki itu seraya mengingat kalau dia harus terus berjalan hingga menemukan satu pohon pinus.

"Haa... haa... cari pohon pinus, Ki."

"Pohon pinus?"

Oki melihat sekelilingnya, entah mengapa hawa tempat itu cukup membuatnya merinding. Hutan yang sepi. Sinar matahari yang terhalang oleh rindang dedaunan. Suara gemerisik daun bagai berbisik di belakang telinganya, hingga perasaan adanya berbagai pasang mata yang sedang memandangi.

"Bim, apa kamu lihat sesuatu di sekitar sini. Kok bulu kudukku merinding, ya?"

Tanya Oki membuat Bima memandangi sekitarnya lebih seksama. Namun dia tidak melihat satu sosok mencurigakan pun dari balik kacamatanya. Bima menggeleng, lalu menyuruh Oki untuk melanjutkan perjalanan sambil memeriksa keberadaan pohon pinus.

Sekitar satu jam kemudian.

Keduanya tiba di suatu tebing. Di ujung tebing tersebut, terdapat satu pohon pinus yang menjulang tinggi.

"Apa itu pohon yang kau cari?" Tanya Oki kembali, yang langsung duduk mengistirahatkan kedua kakinya.

Bima di lain pihak, tidak menjawab pertanyaan tersebut. Meskipun dia merasakan lelah yang lebih dari Oki rasakan. Dirinya tidak bisa melepaskan pandangan dari pohon pinus di depannya.

Walaupun hari masih siang, dia dapat melihat beberapa arwah perempuan yang mengelilingi pohon tersebut.

Berdiri mengitari menghadap pohon, sehingga Bima hanya dapat melihat punggung-punggung mereka.

Terdapat tujuh sosok perempuan. Semuanya mengenakan pakaian putih yang compang camping. Kulit mereka tampak pucat dan dipenuhi luka. Rambut mereka ada yang panjang dan pendek, bahkan ada beberapa yang tampak mengalami kebotakan di sebagian kecil kepala. Bagai rambut itu dicabut secara paksa.

Ketujuh sosok tersebut berkomat-kamit, namun Bima tidak dapat mengerti apa yang mereka bicarakan.

Dia mencoba berjalan mendekat sambil memegangi sekop di tangannya dengan erat. Semakin dekat, Bima semakin merasakan hawa negatif yang membebani hatinya. Membuat dia berkeringat dingin dengan niat untuk melarikan diri mulai tumbuh.

Sekitar sepuluh meter sebelum tiba di pohon pinus tersebut. Tiba-tiba Bima tidak mendengar lagi suara komat-kamit dari tujuh sosok di depannya. Semuanya seketika berhenti.

Gulp.

Bima merasakan ada hal yang aneh. Dia yang tadinya ingin melangkah maju, kini malah melakukan satu langkah mundur.

Tiba-tiba... baru saja dia melangkah mundur. Seluruh kepala yang tadinya menghadap ke pohon pinus kini menoleh ke arahnya. Hanya kepala yang menoleh badan mereka tidak mengikuti, sehingga ada beberapa sosok yang kepalanya berputar seratus delapan puluh derajat.

"!!!"

Bima serta merta terperanjat setelah melihat seluruh tatap mata ada padanya. Dia cepat berjalan mundur lalu tersandung batu. Tersungkur dan berguling untuk beberapa meter. Sebelum akhirnya terhenti setelah tubuhnya tertahan oleh sesuatu.

Ketika Bima melihat apa yang menahannya, dia seketika membeku. Karena satu dari sosok tersebut berada di sampingnya, menahan tubuhnya yang berguling dengan kaki.

Sosok perempuan itu tersenyum lebar. Air lendir hitam dan tetes mata semerta keluar, turun menetes ke wajah Bima.

Laki-laki itu semakin merasakan teror. Dia berusaha menjauh namun sebelum dapat melakukannya, hantu perempuan itu seketika membuka mulutnya, dan mengeluarkan cairan muntahan hitam yang langsung menenggelamkan wajah Bima.

"A-A-A-AAAAAKH!!!!"