webnovel

Bima dan Penjaga Cermin (1)

Sejak awal, Bima tidak pernah membayangkan menjadi seorang paranormal, pemburu hantu, supernatural investigator, dukun atau hal lain sebagainya yang berkecimpung dalam masalah dunia perhantuan.

Oleh karenanya, mendengarkan cerita dari Raya serta mendapatkan tawaran untuk menginvestigasi penyebab kondisi dari adiknya yang bernama Dion, Bima langsung menolaknya tanpa pikir panjang.

Meskipun Raya adalah adik kelasnya dan juga menawarkan bayaran yang cukup tinggi untuk menyewa jasanya. Bima sungguh tidak tertarik masuk ke dalam dunia mistis.

Apa yang terjadi sebelumnya, dengan Lani dan Bobby hanyalah suatu tindakan yang dilakukannya untuk menjamin kedamaian rumah barunya.

Sekarang, selain uang bayaran, hal apa yang akan menguntungkannya? Bagi Bima tidak ada.

Belum lagi, masih banyak yang tidak diketahui Bima tentang dunia lain tersebut. Berurusan dengan hal ini sungguh beresiko.

Bima hanya ingin tinggal tentram di rumahnya, kuliah dengan rajin dan lulus cepat. Dia tidak mau mengalami hal mengerikan seperti pekerjaan yang ditawarkan Raya.

Oki temannya berusaha meyakinkan Bima untuk menolong Raya. Namun Bima dengan tegas mengatakan,

"Aku bukan paranormal! Meskipun aku bisa melihat, misal, melihat jiwa dari adikmu yang kau katakan tadi. Setelah itu apa yang harus kulakukan? Aku tidak tahu cara mengembalikan jiwa ke dalam tubuh!

"Lagipula, kisah yang kau ceritakan tadi. Apa yakin itu bukan mimpi semata? Lima hari kau di perkemahan tersebut, namun tidak terjadi apa-apa selain mimpi buruk itu, kan?"

Mendengar ucapan Bima hanya membuat Raya semakin lemas. Dia hanya bisa menunduk. Apa yang dikatakan Bima memang benar adanya. Namun, tempat perkemahan itu sungguh mengganjal hati.

Raya yakin ada sesuatu di sana. Sesuatu yang berkaitan dengan adiknya!

Sekali lagi, Raya mencoba meyakinkan Bima untuk membantunya. Yang mana mendapat lagi penolakan.

"Raya... kurasa sebaiknya kau bergantung pada hasil medis. Apa yang kau lakukan dan pikirkan saat ini sudah jauh dari nalar. Imajinasimu liar ke mana-mana, mencari sesuatu yang bisa disalahkan atas kondisi adikmu. Lama kelamaan, kau hanya akan semakin stress dan mentalmu mulai terganggu."

Tutur Bima mencoba merasionalkan pikiran Raya saat ini. Bagi Bima, dia agak tidak mengerti dengan jalan pikiran orang-orang yang suka menyalahkan hal supernatural.

Pak Luhut dan Raya. Keduanya sama, mencari sesuatu yang bisa dilampiaskan. Kejadian mistis, kutukan, dan lain sebagainya dirasa pelampiasan yang sempurna karena tidak bisa dijelaskan oleh logika.

Bima menggeleng, menghabiskan makanan pesanannya lalu pamit kepada kedua orang yang satu meja dengannya.

Oki yang telah ditinggal oleh Bima, mencoba berbicara dengan Raya. Dia sebagai produser podcast tidak bisa membiarkan narasumber potensial dengan cerita yang menjanjikan lari begitu saja.

Namun dia juga harus memeriksa kembali kebenaran kisah tersebut. Bila benar yang dikatakan Bima, kalau Raya itu hanya berada dalam suatu keadaan yang menolak realita. Maka Oki tidak akan memaksa kasus tersebut.

Oleh karenanya, sembari menenangkan Raya, Oki menanyakan pula berbagai pertanyaan yang lebih detail dari kasus tidurnya Dion ini.

Setelah mendengar semua yang bisa dikemukakan oleh Raya. Oki berpikir sejenak.

"Apa kamu punya kontak dari teman-teman adikmu yang ikut kemping waktu itu?"

Tanya Oki, meminta nomor tersebut untuk menggali informasi lebih lanjut. Setelah itu dia berkata kalau dirinya akan berusaha meyakinkan Bima untuk menolong.

Setelah itu keduanya pun pulang ke tempat tinggal masing-masing. Oki dengan motornya kembali ke rumah tanjakan.

Masuk ke rumah, dia melihat Bima telah berbaring di sofa sambil memainkan ponsel. Televisi menyala menayangkan sebuah drama sinetron.

Oki yakin televisi itu menyala hanya untuk mengusik keheningan dalam rumah. Bima tidak menonton juga tidak mendengarnya sama sekali.

Dengan melepaskan napas panjang, Oki merebahkan dirinya ke sofa lainnya yang kosong. Dia mengambil remote lalu mengganti saluran ke kabar berita.

"Apa kau benar-benar tidak mau membantunya?"

Tanya Oki tanpa memalingkan wajah dari layar televisi. Dia kemudian menambahkan.

"Bayarannya cukup tinggi, loh. Belum lagi, Raya berjanji untuk menceritakan kisah ini di podcast kita. Para pendengar sudah menunggu episode ketiga."

Tutur Oki yang membuat perhatian Bima sedikit teralihkan. Jarinya sejenak berhenti, yang lalu kembali sibuk menyentuh layar ponsel.

"Sudah kubilang. Aku bukan paranormal. Kalaupun kisahnya nyata, dan aku bisa melihat jiwa adiknya itu. Setelah itu apa? Kita hanya akan memberinya harapan palsu. Ada kemungkinan dia malah jadi semakin putus asa atau gegabah."

Jelas Bima yang kemudian beranjak dari posisi berbaring ke duduk, menoleh ke temannya, lalu melanjutkan.

"Ki, kita tidak tahu banyak tentang dunia asing ini. Kutukan dan lain sebagainya. Sesuatu yang tidak diketahui sangatlah mengerikan. Kita tidak bisa bermain-main dan berperan layaknya seorang paranormal. Itu bukan kita."

"...Sigh, aku mengerti, Bim. Hanya saja, jujur... mendengar cerita Raya tadi. Aku hanya kasihan padanya."

Bima tersenyum tipis mendengarkan itu.

"Kopi?" Tawar Bima yang mulai berjalan ke dapur.

"Boleh. Oh, ya, aku bakal nyari info lebih dalam tentang perkemahan itu dari teman-temannya Dion."

"...?"

"Tenang. Aku hanya sedikit penasaran. Kau tidak perlu terlibat."

Bima mengangkat kedua bahunya, lanjut berlalu ke dapur.

Malam harinya.

Sekitar jam dua pagi. Ketika Bima dan Oki sudah lelap tidur di atas kasur masing-masing. Tiba-tiba tempat tidur milik Bima bergetar mengaduk-ngaduk tubuhnya.

Secara terpaksa, lelaki tersebut membuka mata. Menyadari hanya tempat tidurnya saja yang bergerak, Bima langsung mengetahui penyebab dari gerakan tersebut.

Dia raih kacamatanya, dan benar saja. Pada pintu kamarnya sana, kepala Lani telah menembus masuk.

Hantu perempuan tersebutlah yang menggoyang-goyangkan tempat tidur.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Tanya Bima dengan nada kesal.

"Winda memanggilmu."

"Winda?" Nama tersebut terdengar asing bagi Bima pada awalnya, namun wajahnya seketika berubah kelam ketika mengingat sosok di balik nama tersebut. Karena Winda adalah sosok hantu perempuan yang bertengger di pohon mangga sana.

Sosok paling menyeramkan yang pernah ditemui oleh Bima. Melebihi sosok Bobby sekalipun.

"Ugh... bisakah aku tidak pergi?" Gumam Bima agak takut.

Lani hanya terkekeh, seraya menjawab, "Bisa saja. Meskipun konsekuensinya bakal menjadi sesuatu yang dinanti."

"..."

Bima hanya bisa menekan rasa takutnya. Hantu di pohon mangga itu terlalu mengerikan. Entah apa hal yang bisa dilakukannya, namun Bima tahu kalau hal tersebut bukanlah sesuatu yang dapat dinikmati.

Dengan wajah agak pucat, Bima pun berjalan ke arah balkon.

"Ahh~ akhirnya kamu tiba, Cucu Akmal."

Bima hanya bisa diam terpaku mendengarkan sapaan bernada merdu tersebut. Nadanya memang merdu, namun suara perempuan tersebut bagai membawa suatu aura dingin yang menusuk hati.

Lelaki itu sungguh ketakutan berhadapan dengan hantu satu ini.

"Kamu tidak perlu takut. Saya menyuruhmu kemari bukan untuk memakanmu. Saya cuma sedikit penasaran. Tadi, Lani mengisahkan sesuatu yang menarik pada diri ini."

Ujar Winda sembari melirik ke Lani yang berdiri di belakang Bima. Lani menunduk serta membungkuk sedikit, mengkonfirmasi perkataan dari Winda.

'Kisah menarik apa?' Tanya Bima dalam benaknya.

"Kisah tentang seorang pemuda yang tertidur karena jiwa yang terpisah dari raganya."

'Oh, shit. Ini tentang Dion!'