Masih terngiang panggilan Zein sore tadi padaku "Erli" sebuah kebetulankah atau hanya salah ucap. Apa aku hanya salah dengar saja tapi aku mendengarnya memanggil seperti itu beberapa kali. Secara fisik jika ku pikirkan memang dia tidak memiliki kemiripan dengan anak laki-laki itu sangat-sangat tidak mirip dan tidak mungkin menurutku.
Zein sendiri memikili visual yang tampan, berbadan tinggi,berkulit bersih, tetapi memang mereka memiliki warna mata berwarna cokelat terang dan sorot mata yang mirip.
Ah tapi bukankah sebagian orang juga memiliki ciri mata yang hampir sama.
-Flashback-
Anak laki-laki itu dulu dia memiliki badan yang gendut, berkulit gelap dan dia orang yang pendiam dan juga anak yang baik. Aku memanggilnya boo ( read buu )... karena dia sangat mirip dengan booboho menurutku dan dia memiliki hobi makan. Setiap dia pergi bermain kerumahku dia selalu membawa banyak makanan untukku dan untuk dirinya.
Aku sendiri bertanya nama anak laki-laki itu dan berapa usianya karena dia terlihat lebih pendek dariku mungkin dia seumuran denganku atau dibawahku, aku yang tidak pernah bertanya pada dia ataukah aku sudah lupa hahaha...
Dulu aku memang sangat tomboy, aku lebih senang berteman dengan anak laki-laki dan bermain bersama mereka. Awal mula kami bertemu karena berawal saat dia di ganggu oleh sekelompok anak yang mengejeknya gendut dan suka mengambil makanannya. Karena aku tidak menyukai perilaku seperti itu aku membelanya, sejak saat itu dia selalu mengikutiku kemana pun aku pergi.
Aku merasa tidak nyaman dengan tingkahnya,
" Kamu ngapain ngikutin aku terus,?" dengan sebal aku bertanya pada anak laki-laki itu,
" aku... aku... cuma pengen punya temen," anak laki-laki itu menjawab pertanyaanku dengan wajah yang takut dan memelas.
Karena tidak tega akhirnya aku menjadikannya temanku.Dan kebetulan juga karena rumah nenek kami juga bersebelahan membuat kami menjadi akrab walaupun kami hanya bertemu setiap liburan saja.
Aku selalu menjaganya dan bermain dengannya sampai suatu ketika dia tiba-tiba berkata,
" Erli, Pas kita udah besar nanti aku pasti bakal ganti nglindungi kamu dan aku bakal tumbuh lebih tinggi dari kamu. trus jadiin kamu pacar aku. Aku janji,".
Aku selaku tertawa jika mengingat tentang kata-katanya waktu itu. Sebuah janji anak kecil pasti tidak akan di ingat ketika dia sudah dewasa.
Kemudian sejak kelas 4 SD aku tidak pernah berlibur kerumah nenekku karena kesibukan ayahku bekerja dan memilih berlibur di kotaku sendiri dan pergi bermain dengan teman sekolahku. Akhirnya kami tidak pernah bertemu lagi dan beberapa bulan yang ketika lalu saat aku akan memasuki SMA, aku pergi rumah nenek, tapi nenek bercerita dia dan keluarganya sudah pindah rumah.
Sejak saat itulah kami tidak pernah bertemu lagi.
-Flashback End-
Kenangan masa kecilku tiba-tiba terlintas, aku masih ingat betul bagaimana dia. Sesekali aku merindukan temanku itu. Mungkin kami bisa bertemu dengannya, mungkin suatu saat nanti.
Malam ini tiba-tiba ada sebuah telepon dari nomor yang tidak di kenal menelponku.
" Halo"
terdengar suara seorang laki-laki dari seberang sana, sepertinya aku mengenal suara ini.
" Ini siapa ya?" tanyaku padanya.
" Ini aku Zein. maaf udah nelfon kamu malem-malem ver,"
Ternyata Zein yang menelfonku kami berbicara tidak lama ditelfon. Dia hanya ingin memastikan bahwa ini benar nomorku yang dia minta dari Echa lewat Devan tentunya.
Tapi inti dari perbincangan kami di akhir adalah besok dia akan menjemputku ke sekolah lagi. Belum sempat ku bertanya kenapa telfon sudah dimatikan. Entah kenapa akhir-akhir ini ku merasa dia terlihat aneh.
Ting tong ting tong...
Terdengar suara bel rumahku berbunyi entah siapa yang dateng malam-malem begini dan jam sudah menunjukkan pukul 19.50.
" Kak ada yang nyariin di depan, katanya temen kakak," adikku Dika tiba-tiba membuka pintu kamarku.
" Temen? siapa Dik,?" tanyaku pada Dika.
" Cowok kakak mungkin," jawab adikku.
Cowok siapa kira-kira yang datang apakah Zein yang barusan saja meneleponku.
Segera kulihat merapikan pakaianku lalu cepat-cepat menuju ke teras rumahku. Dan kulihat ternyata kak Ardha yang malam-malam begini datang mengunjungiku kira-kira ada apa dia kesini apakah karena kejadian siang tadi.
" Kak Ardha kok tumben jam segini dateng ke rumah Verli,?" tanyaku sedikit keheranan karena belum pernah kak Ardha datang kerumaku tanpa memberitahu dulu.
" Aku cuma pengen ketemu sama kamu," jawabnya singkat.
Aku bingung harus menjawab bagaimana perkataan kak Ardha aku hanya terdiam mendengar ucapannya. Dia menanyakan kemana kami berempat pergi dan menanyakan kenapa Zein juga datang menjemputku.
Aku mengatakan padanya bahwa Echa yang meminta Devan mengajak Zein bersamanya agar Echa tidak sendirian. Kak Ardha mengangkat sebelah alisnya lalu dia tersenyum padaku senyuman tulus yang lama tidak kulihat di wajahnya.
" Kakak sendiri kenapa kok gak ikut kita tadi siang,?" tanyaku pada kak Ardha.
" Aku nganter Citra pulang n nganter dia les," jawabnya.
" Kakak baik banget, kak Ardha emang cowok yang perhatian banget,"
Kak Ardha langsung melotot kepadaku kemudian wajahnya tampak sedih.
" Maafin aku ya Ver,"
" Maaf buat apa kak,?" tanyaku
" Karena aku belum bisa nemenin kamu kemana-mana,perhatian sama kamu,"
" Kak Ardha pasti punya alasan untuk itu, aku percaya kak Ardha kok, untuk saat ini kita kan masih bisa berteman kak,"
Kak Ardha tersenyum padaku dan memegang tanganku. Aku tidak mengatakan bahwa besok Zein akan menjemputku aku tidak tahu harus berkata bagaimana dan takut membuatnya sedih.
Kak Ardha pun pamit pulang dan dia berpamitan pada kedua orang tuaku.
" Siapa itu Verli,? " tanya Bunda padaku.
" Cowoknya kak Verli bun," goda adikku Dika.
" Enggak bund itu temen Verli, kakak kelas aja kok rumahnya juga deket sini, " jawabku.
" Oh yang kemari-kemarin nganter sama jemput kamu ya," tanya Bundaku lagi.
" Iya bund tapi sekarang dia udah punya cewek jadi gak nebengin Verli lagi,"
" ih sayang banget cowok ganteng gitu gak jadi cowok kamu ver," kata bunda
" Apaan sih bunda ini,"
Aku segera masuk ke kamarku sebelum ada pertanyaan yang lebih banyak lagi diajukan padaku.