POV Kayla
Hari begitu cepat berlalu. Bahkan pelaku rumor itu masih belum ditemukan. Sungguh lelah hati mendengar rumor itu. Tapi bagaimana kalau artikel itu benar bahwa Aditya selingkuh dibelakanku? Atau hanya pikiranku saja. Sekarang aku sudah memiliki anak, anak yang sangat cantik.
"Anak siapa ini yang cantik? Anak mommy iya? Uh, cantiknya anak mommy. Enak ya, segar ya habis mandi," celotehku mengajak Clarisa bicara.
Clarisa hanya menjawab dengan bahasa bayinya yang lucu disertai tawa. Aku menggendongnya dan membawanya keluar. Melihat Aditya tengah berbincang dengan seorang pelanggan bahkan sempat bercanda juga. Aditya yang menyadari aku tengah memandangnya seketika tersenyum padaku. Merasa kesal melihatnya, aku kembali masuk ke rumah.
"Lihat sayang, dady mu itu masih saja enggak bisa jaga diri sudah tahu sering banyak rumor tentangnya masih saja bersikap seperti itu. Humble kepada semua orang. Padahal dady mu itu bukan artis tapi tetap saja ada paparazi yang mengintainya. Lihat saja nanti malam pasti akan ada rumor baru," tanpa dadar aku mengatakan itu di hadapan Clarisa.
Aku menghela napas panjang. "Maaf ya, sayang. Mommy sedang kesal pada dadymu, mommy bukan maksud mau menjelekkan dadymu."
Clarisa hanya tersenyum saat ada yang mengajaknya berbicara. Aku pun bermain dengannya di ruang tengah. Tak lama kemudian, Aditya menghampiriku. Dengan tanpa rasa bersalah, dia memelukku dari belakang lalu mengecup leherku.
"Wah, anak dady sudah mandi ya? Cantik banget anak dady," ucap Aditya pada Clarisa.
"Anak mommynya juga," jawabku ketus.
"Memangnya kamu sudah mandi?"
"Sayang begitu mulu, tahu ah. Kesel. Mau mandi dulu, jaga Clarisa!" seruku lalu beranjak dari tempat duduk. Dengan cepat Aditya menarik tanganku hingga aku terhuyung dan cup. Bibir Aditya mendarat tepat di pipiku.
Mengerutkan kening dengan menatapnya tajam. "Jangan cium, aku kan belum mandi masih jelek. Katamu boleh cium kalau sudah mandi.
"Ha-ha. Aku enggak bilang kamu jelek loh."
"Enggak tahu ah, aku kesel sama kamu."
"Sayang, aku kan ..." katanya yang terpotong karena aku meninggalkannya.
Aku masih kesal dengannya, yang bercanda dengan orang lain, dan lagi ditambah barusan dia bersikap seperti itu. Selesai mandi, aku kembali ke ruang tengah. Membawa Clarisa lalu hendak pergi lagi.
"Mau pergi ke mana?" tanya Aditya.
"Kamar," jawabku ketus.
Ini memang sudah jam tiga lebih, pasti warungnya sudah tutup. Terserah deh, pokoknya aku masih kesal. Ketika aku berjalan menuju kamar, Clarisa buang air besar.
"Kok bau ya?" ucapku lalu memegang pantat Clarisa. "Ih anak mommy ikutan bikin kesel mommynya ya? Mommy baru saja beres mandi sekarang kamu malah pup," ucapku gemas pada bayi mungil yang aku gendong.
Aku mengganti popoknya. Untung saja kotorannya tidak mengenai bajuku, jadi aku tidak perlu menggantinya. Selesai diganti, aku menggendongnya kembali untuk memberikannya asi. Aditya pun masuk.
"Dadynya juga mau dong di sebelahnya, kan masih kosong," katanya sambil tersenyum nakal.
"Jangan aneh-aneh! Mandi saja sana!" sewotku mendengarnya bilang seperti itu.
"Iya, ini mau mandi."
Aditya pun masuk ke kamar mandi. Aku mengajak Clarisa ke dapur untuk menyiapkan makan untuk kita. Ternyata aku tidak perlu untuk masak sebab ada beberapa masakannya yang tidak habis terjual. Warung nasi Aditya memang memakai sistem prasmanan sehingga orang busa langsung memilihnya tanpa menunggu. Ada telur balado, ikan tongkol dan urap. Aku tidak tahu namanya apa tapi bentuknya seperti bintang yang bergerigi dan berwarna hijau.
Aditya datang lalu duduk. Begitu pun aku, duduk setelah melihatnya sudah duduk di kursinya.
"Tidak apa kita makan sisa ini? Sayang kalau dibuang, mubazir," ucapku.
"Iya, tidak apa," jawabnya.
Aku berniat mengambilkan nasi untuknya tetapi dia tahan. Dia malah mengambilkan nasi untukku lalu dia mengambil nasinya sendiri.
"Aku tahu kamu agak kesusahan karena kamu menggendongnya, tidak apa kamu duduk saja," ucap Aditya.
"Terima kasih," ujarku.
Setelah selesai makan, dia menyuruhku untuk tetap diam dan dia yang mencuci piringnya. Betapa manisnya suamiku ini, eh sebentar. Aku kan masih marah padanya. Jangan luluh dulu, biarkan dia meminta maaf terlebih dahulu padaku.
Teleponnya berdering. Aku melihat nama Rival. Aditya mengizinkanku untuk mengangkatnya karena dia belum selesai mencuci piringnya.
"Halo, Adit," sahut Rival.
"Ini aku Kayla, Adit masih di dapur," jawabku.
"Oh, tapi bisakah kamu berikan padanya? Ada yang mau aku bicarakan tentang perusahaan paman," katanya.
Kedengarannya sepertinya memang penting. Aku tidak tahu menahu tentang perusahaannya, ditambah aku tidak mengerti pasal bisnis yang ayahnya jalankan. Yang aku tahu hanya perusahaan yang mengelola makanan saja. Aditya datang dan aku menyerahkan ponsel padanya.
"Apa? Astaga, sudah gila memang dia," umpatnya.
"Sayang enggak boleh ngomong kasar dekat Clarisa!" potongku dengan sedikit memukulnya.
Aditya pun agak menjauh. Ada apa ya sampai Aditya seperti itu. Dia kembali duduk di sebelahku. Menghela napas panjang.
"Sayang, malam ini kita bermalam di rumah ibu ya?" kata Aditya.
"Loh, ada apa memangnya? Biasanya kamu tidak mau untuk bermalam di sana."
"Ada hal yang harus aku bicarakan dengan ayah."
"Baiklah, aku dan Clarisa akan bersiap dulu."
Aditya hanya mengangguk. Beberapa menit kemudian aku dan Clarisa sudah siap. Kami pun pergi ke rumah mewah nan megah itu. Rumah ayah memang lebih besar dibanding dengan rumah Aditya, apa lagi dengan rumahku yang sangat beda jauh. Sampai di tempat tujuan. Ibu sangat bahagia mengetahui kedatangan kami. Dia langsung menggendong cucunya itu.
"Kasihan cucuku kedinginan, seharusnya kamu datang ke sini dengan mobil bukan dengan motor, kasihan kedinginan cucuku, ya?" ucap ibu sambil melihat ke arah Clarisa seolah mengajak bicara dengannya.
"Aku tidak punya waktu untuk itu. Di mana ayah bu?" jawab Aditya.
"Sebentar lagi juga ayahmu datang, ini waktunya pulang kan?" jawab ibu.
Aku mengikuti ibu yang berjalan masuk membawa Clarisa. Sepi sekali. Rumah besar seperti ini tidak seramai biasanya.
"Ibu, kenapa di rumah agak sepi ya? Tidak seperti sebelumnya, waktu aku datang terakhir kali," tanyaku yang masih mengedarkan pandanganku.
"Beberapa orang sudah diberhentikan bulan lalu. Entah apa yang terjadi dengan perusahaan, tapi kata Bayu bilang perusahaan sedang turun dan beberapa memutuskan kerja samanya karena perusahaan kita terus menurun. Ibu juga bingung, Kay," jelas ibu.
Aku hanya mengangguk. Pantas saja rumahnya sepi sekarang.
"Bahkan Rena selalu pulang malam karena pekerjaan kantor yang diberikan padanya sangat banyak. Bahkan saat sarapan pun dia masih memainkan laptopnya mengerjakan tugas kuliahnya, soalnya dia sudah tidak mau lagi mengambil cuti terus. Terkadang ibu kasihan melihatnya. Coba saja ayah dan Aditya tidak sampai berseteru seperti itu, mungkin ini tidak akan terjadi," lanjutnya.
"Maaf gara-gara aku Aditya jadi bertengkar dengan ayah," ucapku merasa salah.
"Tidak Kay, Aditya memang keras kepala orangnya. Ini bukan salahmu, berhenti menyalahkan diri sendiri, oke," ujar ibu.
Aku menyandar pada bahunya. Merindukan sosok ibuku. Sungguh beruntung diriku mendapatkan ibu mertua yang sama sayangnya seperti ke anaknya sendiri.
Hari berganti menjadi gelap. Aditya masih belum pulang juga. Aku pun ikut terlelap ketika menidurkan Clarisa.