webnovel

First

First

Pagi di hari libur ini adalah jadwal Danish dan Stefan jalan-jalan, meski hanya keliling komplek. Udai menjalankan kewajiban sebagai muslim, Stefan melarang Danish untuk tidur kembali. Ayah satu anak itu mengajak sang putra berganti pakaian olahraga. Stefan memilih baju setelan yang sama begitu juga dengan sepatu yang mereka kenakan, hanya berbeda warna saja.

"Biasakan matamu melihat hamparan warna hijau jika pagi hari, biar sehat." Petuah dari sang ayah mulai keluar.

"Ayah, aku pingin Kuda." Ucap si kecil.

"Ayah kan lagi bilangin supaya mata sehat, kok malah minta Kuda."

"Kata Om Hito suruh bilang Ayah."

Sudah Stefan duga, tidak mungkin anaknya minta kuda. Lihat aja harus dari jauh apalagi minta beli, buat apa.

"Ck... Jangan dengerin Om Hito."

"Om Hito katanya mau itut lomba Yah,"

"Biarin aja, biar modal Om kamu itu."

"Yayah, nanti ke rumah Bunda ya... ya..." Bujuk Danish.

Setelah kemarin Yuki menghadap Stefan meminta maaf secara langsung, memang Stefan belum memaafkannya secara utuh. Yuki masih berjuang untuk membuktikan kepada Stefan bahwa dia tidak bersalah.

Kemarin Yuki di suruh pulang oleh Stefan. Yuki hanya patuh tak berani membantah, satu hal yang Yuki pinta dan Stefan mengabulkannya adalah mengizinkan Yuki menemui Danish kapanpun ia mau.

"Berdiri, pulanglah." Kata Stefan tanpa menatap Yuki. Stefan sudah beranjak dari tempat duduk, ia berdiri melihat keadaan kota Jakarta dari balik jendela mengabaikan Yuki yang masih setia pada posisinya.

"Stef...."

"Pulanglah, beri aku waktu."

Yuki mengangguk pasrah, ia berdiri dengan tertatih karena cukup pegal. "Izinkan aku untuk ikut mengurus Danish. Aku janji tidak akan mengulangi kesalahan yang lalu."

"Hemmm...."

"Makasih Bee...."

"Yah.... Yayah...." Panggil Danish sambil menarik baju Stefan.

"Yayah....!" Panggil Danish lebih kencang.

"Heh, apa...." Jawab Stefan kaget.

"Yayah melamun?."

"Maaf sayang, kenapa ?."

"Puwang Yah.... Wapel...." Kata Danish, tangan mungilnya memeluk perut. Danish minta makan, lapar katanya. Jelas saja lapar, ini sudah masuk jadwal Danish sarapan.

"Oke Boy, mari kita pulang."

****

Di hari libur Yuki menyibukkan diri dengan membatu Bi Imah membereskan rumah. Mulai dari membereskan kamar, tempat kerja dan halaman belakang serta taman rumahnya. Keduanya kompak saling membagi pekerjaan rumah. Bi Imah pun sudah terbiasa dengan tingkah polah sang nyonya, meski ada rasa tak enak hati namun mau bagaimana lagi Yuki tak bisa dibantah.

Selesai dengan urusan di dalam rumah, Yuki beralih ke taman belakang di mana terdapat hamparan bunga dan tanaman lain di sana. Yuki memang suka dengan tanaman, bagi Yuki tanaman adalah hiburan untuknya.

Yuki memotong beberapa tanaman yang menguning dan yang terlalu panjang. Serta menanam kembali beberapa jenis bunga untuk mempercantik tamannya.

"Nak Yuki, ada tamu." Ucap Bibi.

"Siapa Bi ?."

"Mas Stefan dan si kecil."

"Bibi serius ?." Tanya Yuki tak percaya.

"Serius, Bibi nggak bohong."

"Gimana ini aku belum mandi, Bi." Yuki mulai panik sendiri. Kesibukannya membereskan rumah membuat dirinya sendiri tidak terurus. Yuki tidak mungkin menemui keduanya dengan keadaan kotor dan bau badan.

"Mandi dulu sana, biar Bibi yang urus Mas Stefan dan si kecil."

"Boleh deh, suruh tunggu jangan disuruh pulang."

"Siap !."

Yuki berlari kencang menuju kamarnya sambil merutuki kebodohannya yang selalu malas mandi saat hari libur tiba. Ia selalu mandi siang dengan alibi libur dan beres-beres rumah yang belum selesai padahal mandi lagi kan gampang, tapi dia selalu pakai cara praktis.

Bi Imah menemui Danish dan Stefan yang sedang memperhatikan rumah baru Yuki. Rumah ini dibeli Yuki setelah bercerai dari Stefan dan keluarga Yuki tak mau menumpang Yuki lagi.

"Maaf Mas lama, nak Yuki lagi mandi dulu. Mohon ditunggu." Ucap Bibi dengan ramah sambil menghidangkan minuman dan makanan ringan untuk keduanya. "Ayo diminum dan dimakan cemilannya. Bunda yang bikin lho kemarin, Danish pasti suka."

"Makasih, Bi." Jawab Stefan.

"Danish mau Yah," ucap Danish antusias.

"Ambil sayang."

Danish pun mengambil satu toples kecil kueh kering berbentuk macam-macam, ia membawa ke dalam dekapannya. Mengambil satu demi satu kemudian masuk kedalam mulut.

"Gimana kabar Bibi sama Bapak?." Tanya Stefan pada Bi Imah. Bagaimanapun dulu Stefan pernah hidup dengan Bibi dan suaminya waktu masih menjadi suami Yuki.

"Baik, Mas."

"Yuki sudah lama tinggal di sini, Bi?."

"Sudah, Mas. Semenjak bercerai dengan Mas Stefan."

"Kenapa nggak pulang ke rumah Mama?."

"Mereka tidak mau menerima Nak Yuki setelah tahu alasan kalian bercerai. Sekalipun nak Yuki sudah menjelaskan, mereka tetap tidak mau."

"Maaf Mas, bukan Bibi mau membela. nak Yuki dari dia lahir Bibi yang mengurus sampai menikah hingga sekarang. Bibi yakin nak Yuki tidak melakukan apa yang Oma Mas Stefan tuduhkan. Percaya sama nak Yuki dan bantu nak Yuki bertemu dengan keluarganya.” Cerita bi Imah, Imah tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.

Bibi tahu kalau Nak Yuki itu sangat merindukan keluarganya, Mas Stefan, si kecil dan juga keluarga mas Stefan." Terang Bibi dengan mata berkaca-kaca.

Bibi tidak sedang berakting apalagi berbohong. Bibi sangat tahu bagaimana anak asuhnya itu. Selama ini Bibi bingung meminta tolong sama siapa, sama Ali mana bisa. Ali adalah sumber kesalah pahaman antara Yuki dengan keluarga besar Yuki dan keluarga besar Stefan.

Sehingga saat Stefan datang, Bibi seolah melihat mata hari cerah dikala mendung. Bibi yakin Stefan pasti bisa membatu Yuki untuk mengembalikan segalanya.

"Bibi tahu bagaimana saya percaya dengan Yuki? Tapi untuk masalah satu ini rasanya sulit, Bi. Apalagi setelah Yuki meninggalkan kami dan mengirim surat perceraian yang sama sekali tidak pernah saya bayangkan."

"Mas, sebetulnya Oma Mas Stefan yang....."

"Bibi...." Panggil Yuki dengan cukup keras. Yuki tahu arah pembicaraan Bibi ke mana. Yuki tidak mau Stefan tahu masalah ini.

"Bibi kebelakang kalau begitu, masih mau lanjut kerjaan. Bibi permisi dulu, Mas."

Bibi pergi meninggalkan sejuta tanya di otak Stefan.

"Kalian sudah makan?." Tanya Yuki mengalihkan perhatian.

"Sudah," jawab Stefan

"Mau jalan-jalan?." Tawar Yuki, bingung juga mau ngajak kemana akhirnya ide jalan-jalan melintas.

"Danish mau jalan-jalan sama Bunda?." Tanya Stefran pada Danish, mengusik keasikan Danish dengan kueh keringnya.

"Kemana?." Danish balik bertanya.

"Kebun binatang ?."

"Mau....!" Jawab Danish antusias.

Yuki, Stefan dan Danish memutuskan untuk jalan-jalan ke kebun binatang. Danish sangat antusias pasalnya kali ini adalah kali pertama Danish menikmati liburan bersama keluarga secara utuh.

Tangan mungil Danish menggandeng tangan bundanya saat berjalan menuju mobil sang ayah, Stefan mengekor di belakang keduanya. Mungkin kalian merasa heran, kenapa Stefan dengan mudah membawa Danish ke bundanya sementara hubungan keduanya masih belum baik-baik saja.

Sudah menjadi keputusan Stefan untuk membebaskan Danish bertemu dengan bundanya, Stefan merasa bukan anak-anak atau bertingkah seperti layaknya anak remaja. Marah dengan Yuki bukan berarti menutup akses antara ibu dan anak. Stefan sudah berjanji pada dirinya sendiri, jika nanti Yuki datang dan meminta bertemu dengan sang putra maka dia kan mengijinkannya.

"Kita mampir ke minimarket sebentar ya, beli bekal buat di jalan dan di sana." Kata Yuki pada Stefan.

"Oke...."

Sebenarnya Stefan ingin mengulik langsung dari Yuki mengenai apa yang dibicarakan oleh si Bibi namun sepertinya waktu belum tepat. Mereka baru saja sehari ini dekat, tak lantas membuat Stefan bisa bertanya keadaan Yuki sejauh itu.

Stefan menengok ke sebelah kiri, di mana Yuki dan Danish sedang bercerita. Danish menceritakan beberapa kisahnya hidup di Paris, menceritakan jika Danish selalu melihat sang bunda dari balik jendela setiap kali Yuki mengunjunginya. Danish harus memendam keinginannya untuk berlari ke arah Yuki karena takut Bundanya tak mau menerima Danish.

Curhatan Danish kepada bundanya membuat Stefan kaget, pasalnya dia sama sekali tidak tahu menahu jika Yuki sering mengunjungi mereka. Danish tidak pernah bercerita tentang itu, apalagi menanyakan foto yang putranya temukan.

"Maafin bunda sayang, kali ini janji bunda nggak akan ngumpet-ngumpet lagi."

Satu ciuman mendarat di bibir Yuki dari sang anak. Yuki tak segan-segan untuk membalas ciuman putranya. Yuki mencium seluruh permukaan wajah Danish tanpa ada satupun yang terlewatkan. Danish terkikik geli, dia berteriak minta ampun.

Bukan tak suka, tapi ia merasa sang Bunda terlalu berlebihan sekarang. Tanpa keduanya sadari, di sebelah mereka Stefan sedang tersenyum bahagia melihat kedekatan anak dan ibu. Pemandangan yang sudah lama Stefan impi-impikan akhirnya terwujud dan jauh terlihat lebih indah dari sekedar impiannya selama ini.

“Pilihan lo memang benar Stef, membiarkan Yuki berinteraksi dengan anak kalian adalah keputusan terbaik.” Bisik Stefan pada dirinya sendiri.

***

Danish berlarian sesampainya di kebun binatang, meninggalkan ayah dan bundanya yang sangat khawatir anak mereka akan hilang dari pandangan.

"Danish jangan lari-lari sayang....!" Yuki memperingati sanga anak.

"Anak itu memang keras kepala kalau sudah berada di tempat seperti ini, apalagi kalau mau melihat saudara-saudaranya." Kata Stefan, membuat kening Yuki mengkerut.

"Saudara-saudaranya?." Tanya Yuki bingung.

"Iya, dia kalau kesini kan mau lihat saudara-saudaranya." Jawab Stefan santai.

PTAK

Yuki memukul bahu Stefan, cukup membuat Stefan meringis. Bagaimanapun tenaga Yuki tidak boleh diremehkan. "Kamu mah, sama anak sendiri juga. Nggak merasa dirinya dulu juga gitu mana sampai kuliah lagi."

"Eeee sekarang nggak ya, itu dulu."

"Dan itu menurun ke anak kita." Sambung Yuki.

Lalu keduanya tertawa bersama seolah lupa akan masalah yang ada di antara mereka.

"Kita susul anak itu, nanti hilang lebih nyusahin lagi." Ajak Stefan.

"Ayo...."