webnovel

My Destiny

Lea gadis yang manis dan sedikit tomboy, memulai karirnya di bidang fashion walaupun hati nya sangat ingin bidang otomotif, itulah awal dimana dia bertemu Fio yang akhirnya jatuh hati pada lea. Sedangkan lea mencintai Bimo sahabat masa kecilnya. Bagaimana kisah cinta yang rumit itu berakhir apakah bahagia atau duka??

Santi_Kristia_s · 青春言情
分數不夠
56 Chs

Bab 46

Hari itu tidak terlalu sibuk, para penghuni LNstyle lebih santai dari hari biasanya.

Criss dan anggotanya menyusun ulang Costum yang mereka gunakan selama di Vila, tidak ada kotak yang memenuhi ruangan itu lagi mereka sudah meninggalkan semua kotak itu di vila karna kotak itu milik Vincent Fashion.

"Kenapa Fio sampe harus di bawa ke Rumah Sakit??" Sea yang tidak ikut seolah tidak percaya bahwa kejadian buruk menimpa Fio.

"Begitulah, cewek gila itu gak kira-kira" Dea dengan wajah kesalnya bercerita.

"Wahh...parah ya"

"Parah.. Lea aja sampe heran"

"Sayang wajahnya cantik tapi kelakuannya spikopat"

"Hahhaa" tawa Dea.

Begitulah, mereka lebih sebuk dengan gosip hari itu.

Lea pun tidak terlihat datang gedung fashion miliknya itu.

Dia di rumah berbicara dengan seorang sahabat lama papinya.

Mengurus pemutusan kontrak kerja dan menuntut Jovanka atas tindakan buruknya di Vila waktu itu.

Mereka terlihat serius, sesekali Bu rena ikut sekedar bertanya dan memberi sedikit saran.

Siang hari, surat yang sudah di urus Lea dan bukti kekerasan sudah di layangkan ke Vincent Fashion.

"Jadi bagaimana kelanjutanya sayang?"

"Semua udah di urus sama Pak Roy mi, Semua bukti juga sudah ada"

"Baguslah, tidak seharusnya urusan pribadi di bawa dalam masalah kerja"

"Ia mi, dia masih terlalu labil untuk mengurus perusahaan sebesar itu" jelas Lea.

"Lalu bagaimana keadaan Fio?"

"Lea belum tanya mi, Lea sibuk sama urusan yang tadi, mami coba telepon dia aja" saran Lea.

"Ia deh, nanti mami telepon dia"

Setelah selesai makan siang, rasanya Lea letih dia merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya sesekali mengingat kejadian di vila.

Bagaimana mungkin seorang gadis dengan paras cantik, bisa membuat seorang laki-laki yang di sukainya celaka.

Bizzzz bizzz

Lea melirik layar handphonenya yang bergetar di lihatnya Fio.

"Hallo"

"Hai, bagamana luka mu?"

"Yah begitulah sedikit perih" jelas Fio.

"Ada apa menelepon ku?"

"Aku cuma mau tau kelanjutan kontrak dengan Vincent Fashion"

"Oh..sudah di urus sama teman papi, dia ahli dalam hal urusan itu"

"Jadi kita tidak perlu lanjut kontrak dengan mereka kan?"

"Mmm gak, aku gak mau para pekerja ku dapat jahitan di kepala hanya karna masalah pribadi dengan nya nanti" Lea sedikit tertawa.

"Haha, baguslah aku senang mendengarnya" Fio tertawa bahagia tidak jumpa dengan gadis itu lagi.

"Sudahlah istirah saja dulu, aku akan cari pengganti mu sementara jika di perlukan"

"Baiklah" Jawab Fio.

Cerita itu berakhir, Fio dan Lea kembali beristirahat dari pikiran masing-masing.

Lea tidak berpikir kontrak kerja yang sudah di susun rapi harus hancur karna Jovanka.

**

"Apa ini?"

"Maafin Jovan pa" gadis itu manangis di hadapan pak Vincent.

"Sudah papa bilang, jangan campur urusan kerja dan pribadi"

"Ia pa, maafin aku"

"Kamu tau berapa uang yang harus kita keluarkan untuk mengganti rugi kontrak itu?"

Gadis itu hanya diam dengan air matanya, tidak bisa menjawab pertanyaan pak Vincent.

"Kalau dia gak suka sama kamu, yaudah gak usah di paksa" jelas pak Vincent.

"Tapi Jovan suka pa"

"Sudah-sudah, kamu juga di tuntut untuk di adili, kamu harus tanggung jawab"

"Tapi pa, jovan ga mau di penjara"

"Papa ga bisa bantu kamu kali ini, kamu sudah keterlaluan" pak Vincent keluar dari ruangan itu.

Gadis itu duduk diam di dalam kamarnya yang berantakan, banyak buku yang berserakan di lantai kamar nya itu.

"Aaaa,, dasarr gilakk, kenapa aku harus ngelakuin hal itu" teriaknya sambil memukul kepalanya.

Tiga hari setelah kejadian di Vila itu, Gedung itu kembali seperti biasanya, terlihat beberapa orang sedang melakukan pemotretan.

Lea lebih memilih untuk mengambil pekerjaan kecil dari pada kontrak besar, di takut akan hal buruk yang baru terjadi.

Mereka mendapat kabar, bahwa Jovanka mendapat hukaman untuk perbuatannya.

Perusahaan Lea juga mendapat ganti rugi dari pembatalan kontrak kerja yang mereka layangkan ke Vincent Fashion.

Bizzz bizzz

Xander??

"Hallo"

"Hai Lea"

"Ada apa?"

"Mm, aku cuma mau mendengar suara mu"

"Baiklah kalau kau sudah mendengarnya apa sekarang aku bisa melanjutkan pekerjaan ku?"

"Eiitsss...Lea apa kamu ada waktu makan siang dengan ku?" Tanya laki-laki itu.

"Maaf aku sibuk, aku akan makan di cafeteria saja"

"Baik lah, boleh aku ikut makan dengan mu di sana?"

"Apa??"

"Boleh aku ikut makan dengan mu?"

"Maaf Xander, aku malas berurusan dengan kalian lagi"

"Lea, jangan pernah samakan aku dengan sepupu ku, aku juga tidak bekerja di sana, dia hanya meminta bantuan ku saja, aku model tidak terikat kerja sama dengan mereka"

"Sudahlah, aku tidak ada waktu sekarang"

Suara laki-laki itu hilang saat tombol merah di handpone Lea di tekan.

Lea sudah muak dengan orang-orang yang dekat dengan gadis tempramen itu.

Lea terlihat duduk sendiri di pojok cafetaria, masih belum banyak yang makan siang, dia memutuskan makan lebih cepat karna perutnya sudah sangat lapar.

"Boleh aku duduk?"

Lea tidak menjawab kepala nya mendongak ke arah suara itu, yahh itu Xander dengan piring berisi makanan dan segelas minuman.

"Kenapa kamu bisa di sini?"

"Apa aku gak boleh makan di sini?" Xander bertanya sambil duduk di depan Lea.

"Bukan tidak boleh, tapi kamu gak kerja di sini lagi" Lea memandang penuh selidik.

"Aku hanya mau melihat mu" Xander memasukkan potongan sayur ke mulutnya sambil tersenyum.

"Melihat ku?"

"Yah...aku mau melihat mu Lea" jelas laki-laki tampan itu.

"Apa yang mau di lihat dari ku" Lea menunduk mengaduk makanan di piringnya.

"Hahaha...bagaimana kalau kita jalan-jalan"

"Sudahlah, aku tidak tertarik dengan jalan-jalan sekarang, sepupu mu sudah menambah banyak pekerjaan ku"

"Mm..bagaimana kelajutannya?"

"Yah..gugatan tetap kami layangkan" jelas Lea.

"Yahh..tidak seharusnya dia seperti itu" Xander seolah ikut sedih atas apa yang terjadi.

Saat Lea dan Xander asik dengan ceritanya, dan sesekali mereka bercanda.

Di meja lain terlihat Fio dan Criss duduk melihat ke arah dua orang yang sedang asik itu.

"Kayaknya Xander suka sama Lea" Criss melihat Ke arah Xander yang berusaha membuat Lea tertawa.

"Sangat mudah untuk Menyukai Lea, dengan sifat yang ramah laki-laki pasti akan cepat suka" Fio melirik ke arah meja di pojok seakan ada rasa cemburu di sana.

"Betul, terkadang Lea terlalu baik kepada orang" Criss melihat Fio yang tidak fokus dengan makanannya.

"Begitulah dia" senyum Fio ke Criss kemudian melihat ke meja Lea lagi.

Lea terlihat berdiri dari duduknya, di ikuti Xander yang seolah mengikutinya.

"Lea ayolah kita pergi jalan-jalan" Xander merengek memohon seperti anak kecil.

"Aku sedang tidak ada waktu," Lea menjawab sambil terus berjalan.

"Kalau besok??"

"Aku juga tidak bisa janji" Jelas Lea.

"Aku akan terus datang Lea, aku akan tunggu sampai kau mau" Xander sedikit berteriak di lorong gedung itu.

Lea tidak menjawab, dia hanya berjalan terus menuju smoking area.

Lea duduk di salah satu kursi di sana, terlihat sebatang rokok diapit kedua bibirnya yang di hisap hingga mengeluarkan asap.

"Sekarang kamu akrab dengan Xander" Fio mengejutkan Lea yang sedang melamun.

"Haii, apa yang harus ku akrabkan dengan nya" Lea masih fokus dengan kepulan asap yang di hembuskannya.

"Sepertinya dia menyukai mu"

"Haa..biar lah, kita tidak bisa menahan orang agar tidak menyukai kita"

"Apa kau menyukainya?" Fio bertanya sambil menyalakan batang rokok yang baru di keluarkan dari saku celanannya.

"Aku masih belum bisa menyukai siapa-siapa sekarang, rasa nya masih terlalu cepat melupakan Bi kalau aku menyukai nya sekarang"

"Maaf, aku membuat sedih lagi" Fio seolah menyesal atas pertanyaan nya.

"Mm..tidak masalah, kenyataan memang pahit Fio"

"Lea, jika kau butuh teman untuk cerita kau bisa cerita kepada ku"

"Yah...bukan nya sekarang aku sedang cerita" Lea tersenyum ke arah Fio.

"Aku akan selalu ada untuk mu"

"Hahaha, apa kau belum jera dengan sakit hati waktu itu?"

"Kenapa?"

"Kau masih mau mendengar cerita orang yang sudah menyakiti mu"

"Itu sudah berlalu lama, bukan kah kita teman?" Fio bertanya pada Lea.

"Aku tidak akan bisa jadi teman mu Fio, dan kau tidak akan bisa menganggap ku sebagai teman saja. Kau hanya berbohong" Lea tersenyum.

"Jika aku tidak bisa memiliki hati mu, aku akan jadi teman mu"

"Akan sulit menjadi teman jika kau menyukainya"

"Aku akan mencoba"

"Sudahlah, kau keras kepala" Lea berdiri dari duduknya dan meninggalkan Fio yang masih menunggu jawaban.

Langkah gadis itu santai, sesekali di hentakkannya sepatunya ke lantai seolah membuang rasa kesalnya.

Lea merasa kesal, bagaiman mereka membuang waktu menyukai dirinya yang belum bisa melupakan Bi, mereka membuang waktunya untuk menunggu Hati yang tidak jelas bisa mencintai lagi.

Setelah makan siang Lea memutuskan pulang lebih awal, kejadian-kejadian tadi membuatnya sedikit lelah dan ingin tidur.

Mobilnya di pacu di jalanan kota yang ramai.

"Loh..kok pulang cepat" Bu rena bertanya melihat Lea masuk ke dalam rumah.

"Lea capek mi" Lea tidur di sofa di sebelah Bu rena kemudian kepalanya di letakkan di pangkuan wanita paruh baya itu.

"Kamu ada masalah?" Tanya Bu rena sambil memijit kepala Lea.

"Gak mi"

"Kamu gak usah bohong sama mami"

"Haa..aku cuma bigung mi, kenapa ada orang yang menunggu aku selama itu, membuang waktunya sia-sia padahal aku masih belum lupa masa lalu ku"

"Fio?"

"Entah lah" Lea kesal dengan nama itu.

"Sama seperti kamu menunggu Bi dulu, begitulah Fio"

"Ahh mami"

"Ia, dia benar-benar sayang sama kamu, dia gak minta kamu lupakan Bi, tapi dia mau kamu cerita dan jadi temannya"

"Kok mami tau?"

"Mami udah kenal Fio lama, dia juga sering cerita sama mami"

"Mami aku gak mau buat dia sakit hati lagi"

"Kamu cuma perlu jadi temannya, tidak harus langsung jadi istrinya" Bu rena tertawa.

"Mami bercanda ahh" Lea melangkah meninggalkan Bu rena yang masih tertawa.

"Lea, sini dulu"

"Lea mau tidur" langkahnya terus di percepat menuju kamarnya di lantai dua rumah itu.

Di baringkannya tubuhnya yang lelah dengan pikiran yang berkecamuk dia tidak ingin menyakiti orang lagi.

Aku akan menjadi teman mu, mendengar cerita mu, mendengar keluh kesah mu, agar kau tidak merasa sendiri atau pun sedih.