webnovel

Moonlight Power : The Darkness War

Sebuah kejadian aneh menimpa Frey saat melihat tubuh Pak Satrio hancur setelah diserang manusia serigala di sekolah. Tubuhnya ditumbuhi bulu kasar dan berhasrat ingin memakan jasad gurunya. Namun, rupanya hal itu dapat dihentikan oleh seorang gadis asing yang buta. Meski begitu, perubahan fisik yang dialami Frey belum berhenti. Setelah Adinda pingsan, ia mengalami mimpi buruk yang mempengaruhi perubahan wujudnya. Ia menjadi manusia serigala seutuhnya dan diburu warga kampung. Beruntung, remaja itu dapat diselamatkan dua serigala lainnya menuju bukit, lalu dibawa ke dunia lain oleh seorang gadis asing yang memiliki kekuatan ajaib. Di dunia asing yang bernama Gothia, rupanya ia tak sepenuhnya aman. Akibat nama belakang yang dimilikinya, Frey diburu bangsa vampir hingga harus menyelamatkan diri ke dalam hutan. Di sana, ia mengetahui identitas aslinya melalui pimpinan para peri. Ternyata leluhurnya berpengaruh besar di negeri itu, dan Frey diminta agar menduduki takhta yang dahulu direbut oleh bangsa vampir. Menurutnya, jika kerajaan dipimpin kembali oleh manusia serigala, maka negeri itu akan nyaman dihuni oleh penduduk lainnya seperti sedia kala. Akankah Frey memenuhi permintaan pemimpin peri untuk duduk di takhta negeri Gothia? Ataukah memilih kembali ke dunia manusia secepatnya?

Adele_Moon · 奇幻
分數不夠
14 Chs

4. Gothia

"Vernon, kemarilah! Sepertinya dia mulai siuman," suara seorang lelaki memanggil temannya.

Perlahan mata Frey mulai terbuka. Dilihatnya dua sosok laki-laki berdiri di samping ranjangnya. Seorang lelaki bertubuh tinggi dan gemuk sedang duduk di sampingnya. Ia memiliki bola mata kuning seperti serigala dengan alis tebal di atasnya, dan rambutnya berwarna kecokelatan yang bergelombang. Sedangkan salah satunya lagi bertubuh sedikit pendek dan kurus. Rambutnya hitam legam dengan poni yang menutupi sebelah matanya. Warna bola matanya pun sama seperti temannya. Ia sedang berdiri di dekat jendela sambil melipat kedua tangannya.

"Di mana aku?"

"Kau berada di Gothia. Negeri yang memiliki malam sangat panjang, sedangkan siangnya amat singkat," jawab lelaki bertubuh gemuk.

"Lalu siapa kalian berdua? Apa kalian yang membawaku kemari?"

"Aku Gregory Thunderwolf dan ini temanku Vernon Goldwolf. Apa kau masih ingat dengan dua serigala yang menggiringmu ke atas bukit? Itulah kami," kata lelaki bertubuh gemuk menjabat tangan Frey.

"Tentu saja," jawab Frey dengan nada semringah. "Namaku Frey Likantrof. Senang bisa berkenalan dengan kalian."

"Sebentar, apa tadi kau bilang namamu itu Frey Likantrof ?" tanya Vernon ragu.

"Iya, namaku Frey Likantrof. Panggil saja aku Frey," jawab Frey meyakinkan.

Sejenak suasana menjadi hening. Gregory mendadak diam mematung. Hatinya bagai disambar petir. Sementara itu, kedua mata Vernon terbelalak menatap Frey. Mereka berdua saling tatap sejenak, terkejut seakan-akan sebuah bencana datang menghampiri mereka. Frey merasa heran dengan sikap keduanya yang tiba-tiba diam saat mendengar namanya.

"Ada apa dengan kalian? Apa ada yang salah dengan namaku?" tanya Frey mengernyitkan kening.

"Ah, tidak. Itu nama yang bagus," jawab Gregory gugup.

Frey tersenyum.

"Gregory, aku tunggu kau di luar, ya," ujar Vernon mendekati daun pintu.

"Iya."

"Gregory, kau bilang negeri ini memiliki malam yang sangat panjang, lalu bagaimana orang-orang di sini bisa bertahan hidup?"

"Mereka sudah terbiasa hidup dalam kegelapan. Malam lebih lama dibandingkan siang hari, tetapi suasananya tidak begitu gelap karena bulan purnama menyinari negeri ini lebih lama dibandingkan di dimensi manusia. Hanya saja, negeri ini mendapat sangat sedikit sinar matahari. Terkadang kami menyebut negeri ini memiliki kegelapan abadi," jelas Gregory.

"Kedengarannya aneh."

"Memang seperti inilah keadaan di negeri ini. Frey, aku pergi dulu. Jika kau membutuhkan sesuatu, kau bisa mengatakannya pada putri pemilik penginapan ini. Sebentar lagi dia ke sini. Sampai jumpa, Frey," ujar Gregory.

Frey menatap Gregory yang bergegas pergi. Ia masih heran dengan sikap keduanya saat mendengar namanya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Cahaya bulan sangat terang di atas bukit. Pegunungan, sungai, hutan, bahkan permukiman penduduk terlihat jelas. Kegelapan yang abadi memang terdengar aneh bagi seorang pendatang baru seperti Frey. Selain itu, sosok gadis buta yang selalu datang secara tiba-tiba juga masih menjadi misteri baginya.

Ketika Frey masih termenung menatap bulan di balik jendela, terdengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Seketika Frey tersadar dan mengalihkan pandangannya.

"Permisi, bolehkah saya masuk?" tanya seorang wanita dari balik pintu.

"Masuk saja."

Pintu terbuka perlahan. Sosok seorang gadis mendekati Frey yang masih terbaring. Sejenak, ia terpaku menatap gadis itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Rambutnya bergelombang dan berwarna biru gelap terurai sampai pinggang. Kulitnya putih dan mulus. Bola matanya berwarna hazel. Hidungnya mancung, bibir tipisnya berwarna merah jambu. Tubuhnya yang ramping dibalut mantel berwarna merah serta rok panjang berwarna hitam yang menutupi seluruh kakinya. Frey terpesona oleh kecantikannya.

"Aku bawakan makanan untukmu," ujar gadis itu dengan menaruh nampan berisi sup, kue dan segelas air putih di atas meja.

Frey bangun dan bersandar di tepi ranjang. Pandangannya mengarah pada makanan yang dibawa wanita cantik itu. Kelihatannya begitu lezat, Frey mulai mencicipi makanan itu.

"Bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya gadis cantik itu gugup.

"Boleh, apa yang ingin kau tanyakan?"

"Sepertinya aku baru melihatmu di sini. Kau berasal dari mana?"

"Aku berasal dari Bogor."

"Bogor? Daerah Gothia sebelah mana itu? Sejak aku lahir, tak pernah ada tempat dengan nama seperti itu di sini. Atau mungkin kau datang dari dimensi lain?"

"Dimensi lain? Hm, mungkin saja. Sebenarnya aku juga tidak mengerti bagaimana aku bisa ada di sini. Negeri yang mengalami siang hari amat singkat ini benar-benar terasa asing bagiku. Mungkin kau bisa membantuku untuk mengenal lebih dalam tentang negeri ini."

"Baiklah. Sebelumnya perkenalkan, namaku Monet Wildwolf. Aku putri pemilik penginapan ini," ucap wanita itu mengulurkan tangan pada Frey.

"Aku Frey Likantrof. Senang berkenalan denganmu," ucap Frey menjabat tangan Monet dengan ramah.

Mendengar nama itu, Monet segera melepas tangan Frey. Monet menatap Frey dengan mata terbelalak. Kepalanya menggeleng perlahan seolah ada sesuatu yang sulit untuk dia percayai.

"Li ... kan ... trof ... ?! " ucap Monet gemetar.

"Monet, mengapa kau terlihat kaget seperti itu? Apa kau baik-baik saja?"

Monet segera mengedipkan mata dan menarik napas panjang. Ia berusaha menenangkan pikiran dan perasaannya.

"Monet, apa kau baik-baik saja?"

"Huh, jangan khawatir, aku baik-baik saja. Apa tadi kau bilang? Namamu Frey Likantrof?" ucap Monet berusaha mengendalikan diri.

"Benar, namaku Frey Likantrof."

"Frey, dengarkan aku. Mulai saat ini kau jangan pernah menyebutkan nama lengkapmu di negeri ini. Kau masih beruntung mengucapkannya di hadapanku, sesama manusia serigala. Aku tidak bisa membayangkannya kalau kau menyebutkan nama lengkapmu di hadapan bangsa vampir," kata Monet panik.

"Bangsa vampir? Apakah masih ada makhluk lain yang hidup di negeri yang gelap dan aneh ini?" pikir Frey.

"Aku tidak sanggup jika orang baru sepertimu harus dipenjara bahkan dilempar ke jurang api," ucap Monet menenangkan diri sambil duduk di atas kursi dekat ranjang.

"Dipenjara? Dilempar ke jurang api?! Tunggu dulu, apa maksudmu? Aku tidak mengerti." Frey mengernyitkan kening seraya mengedikkan bahu.

"Frey, kau adalah bagian dari bangsa serigala. Bangsa vampir sangat membenci manusia serigala. Setelah pertempuran panjang antara bangsa vampir dan bangsa manusia serigala, bangsa manusia serigala mengalami kekalahan. Istana Gloomingham berhasil diambil alih oleh bangsa vampir dan takhta Gothia jatuh ke tangan mereka. Bangsa vampir sangat menginginkan kemusnahan kami. Bahkan Paduka Raja Karl, pemimpin dari Gothia itu dilempar ke jurang api," jelas Monet.

"Lalu, bagaimana bisa, kau bersama keluargamu masih hidup dan tinggal di sini? Bukankah negeri ini tidak aman untukmu dan keluargamu?"

"Bangsa vampir memberi kami kebijakan untuk tetap hidup dan tunduk di bawah perintahnya. Selama kami tidak memberontak, mereka pun tidak akan mengusik. Hanya saja, kami tidak berhak mengakui harta yang kami miliki. Semua harta yang kami gunakan hanya milik bangsa vampir. Kami tidak diberi kebebasan untuk menuntut hak kami sendiri karena mereka tidak ingin ada makhluk lain yang lebih unggul dari mereka. Bangsa vampir tidak suka kalau mereka kalah bersaing dengan makhluk lain," jelas Monet.

"Itu benar-benar buruk. Ternyata kegelapan Gothia tak hanya alamnya saja, kehidupan masyarakatnya juga begitu gelap."

"Tetapi, selama ada cahaya yang menerangi Gothia, aku yakin masih ada harapan di negeri ini. Aku harap suatu saat nanti akan ada seseorang yang mampu membebaskan kami dari penindasan ini . Aku juga berharap akan datangnya seorang pemimpin yang mampu memakmurkan seluruh rakyatnya, bukan hanya manusia serigala saja tapi bangsa vampir, roh halus, siluman dan bangsa lainnya dapat hidup tenteram di negeri ini."

"Semoga saja harapanmu dapat terwujud."

"Frey, aku punya sesuatu untukmu," ucap Monet sambil meraba kalung yang melingkar di lehernya.

"Monet, apakah setiap manusia serigala di sini memiliki nama lengkap yang berakhiran dengan kata 'wolf'?"

"Iya, memangnya kenapa?"

"Jika aku salah satu dari kalian, mengapa nama lengkapku tak diakhiri dengan kata 'wolf'?"

Monet terdiam. Ia berusaha menutup rapat-rapat sebuah rahasia di lubuk hatinya yang paling dalam. Sebuah rahasia yang tak akan pernah diungkapkannya pada Frey meski ia harus mempertaruhkan nyawa. Monet segera melepaskan kalungnya.

"Frey, ambillah! Mungkin ini dapat membantumu selama berada di sini."

Monet menyerahkan kalung emas berliontin batu lapis lazuli dengan serat bulan sabit emas di sudut kanannya. Batu itu sangat indah dan antik. Frey merasa sungkan menerima benda berharga seperti itu.

"Maaf Monet, aku tak bisa menerimanya. Benda ini sangat berharga dan orang yang pantas memakainya hanya kau. Sebaiknya kau pakai kembali di lehermu."

"Tidak, Frey, kau lebih membutuhkannya daripada aku. Aku merasa sedih jika kau tidak menerimanya. Anggap saja ini adalah kenang-kenangan dariku."

"Baiklah, kalau begitu aku akan menyimpannya baik-baik."

"Terima kasih, Frey. Kau memang orang terbaik yang aku kenal. Aku memberikannya padamu bukan tanpa alasan. Ada kisah tersendiri di balik kalung itu. Aku mendapatkannya dari seorang wanita bisu di halaman Istana Arwah Suci. Wanita itu sudah berkali-kali lolos dari cengkeraman kaum vampir dan tiba di Istana Arwah Suci. Sejak tiba di sana, dia tidak diganggu lagi bangsa vampir, bahkan dilindungi oleh arwah-arwah baik," jelas Monet.

"Jadi bisa dibilang kalung ini adalah jimat, bukankah begitu?"

"Jujur saja aku tak begitu suka jika menyebut benda itu seperti jimat. Aku tak menggantungkan hidup dan nasibku pada benda mati seperti itu. Aku hanya menganggapnya sebagai sebuah kalung biasa yang menjadi bukti sejarah wanita bisu itu. Frey, apa kau masih ingat bagaimana caranya kau bisa ada di sini ?"

"Entahlah, sesuatu yang masih kuingat saat ini hanya pada saat aku dikejar banyak orang dan digiring oleh dua serigala ke atas bukit. Sebuah bambu runcing menghunjam punggungku. Saat aku tiba di atas bukit, seorang gadis mencabutnya. Dia kemudian mengarahkan bambu runcing itu ke arah bulan purnama dan cahaya turun dari langit menerangi seluruh bukit. Sekilas aku dapat mengenalinya, dia seperti seseorang yang selalu hadir dalam mimpiku. Setelah itu aku tak tahu apa-apa lagi."

"Begitu ya."

"Monet, apa kau kenal dengan makhluk yang memakai jubah putih dan kerudung? Aku pikir dia juga salah satu penduduk Gothia yang memiliki kemampuan membawa makhluk antar dimensi."

"Setahuku, makhluk yang selalu memakai jubah putih itu para penghuni Istana Arwah Suci. Tapi, aku yakin kalau mereka memiliki kemampuan seperti itu. Hal yang aku tahu dari mereka hanya kepercayaannya pada penguasa alam semesta dan pembawa kedamaian bagi seluruh penghuni Gothia. Mereka juga yang meredakan perselisihan antara vampir dan manusia serigala."

Frey menganggukkan kepalanya. Ia melanjutkan kembali menyantap makanan di hadapannya. Gothia memang menyimpan sejarah kelam. Selain itu, penduduk negeri yang seluruhnya bukan manusia membuat Frey merasa takut. Sejenak, pikiran untuk kembali ke rumah terlintas di benaknya, tetapi itu bukan pilihan yang bagus. Selain tidak tahu cara untuk pulang, mungkin sewaktu-waktu ia dapat berubah kembali menjadi manusia serigala dan membahayakan masyarakat sekitar. Nyawanya pun terancam. Namun, pilihannya untuk tinggal di Gothia juga bukanlah yang terbaik. Ia harus menyembunyikan identitasnya dan terus menerus melarikan diri dari makhluk bernama vampir yang dapat menghabisinya setiap saat.

Di tengah tenangnya suasana penginapan, tiba-tiba suara gaduh memecah kesunyian. Terdengar suara prajurit vampir di lobi penginapan. Mereka mencari seseorang yang telah menjadi buronan sejak lama. Ia tidak lain adalah Frey, satu-satunya orang yang bernama belakang Likantrof. Perlakuan kasar mereka pada pengunjung tidak mengenal batas. Mereka begitu ganas.

"Cepat katakan! Di mana Likantrof ?!" bentak seorang panglima menarik kerah baju penjaga lobi.

"M-Maaf, Tuan, di sini tak ada pengunjung bernama Likantrof. Sumpah!" jawab penjaga lobi gemetar ketakutan.

"Bohong!" bentak panglima sambil menebaskan pedang ke leher penjaga lobi. "Prajurit! Cepat geledah semua kamar di penginapan ini dan dapatkan Likantrof!"

Seluruh prajurit vampir berpencar mencari Frey. Monet yang sejak tadi mengintip dari balik pintu kamar Frey merasa panik dan tegang.

"F-Frey, cepat kau pergi dari sini!" ujar Monet dengan suara gemetar.

"Apa? Bagaimana caranya aku keluar dari sini? Mereka sudah mengepung penginapan ini," ucap Frey kebingungan.

Sekali lagi Monet mengintip dari balik pintu. Tampak lima prajurit vampir mendekati pintu kamar yang ditempati Frey. Rasa cemas, kesal, dan panik berkecamuk di benak gadis itu, hingga akhirnya ia tak bisa lagi mengendalikan dirinya sendiri.

"Frey! Cepat keluar dari sini! Mereka datang kemari," bentak Monet dengan suara tinggi.