webnovel

Moonlight Power : The Darkness War

Sebuah kejadian aneh menimpa Frey saat melihat tubuh Pak Satrio hancur setelah diserang manusia serigala di sekolah. Tubuhnya ditumbuhi bulu kasar dan berhasrat ingin memakan jasad gurunya. Namun, rupanya hal itu dapat dihentikan oleh seorang gadis asing yang buta. Meski begitu, perubahan fisik yang dialami Frey belum berhenti. Setelah Adinda pingsan, ia mengalami mimpi buruk yang mempengaruhi perubahan wujudnya. Ia menjadi manusia serigala seutuhnya dan diburu warga kampung. Beruntung, remaja itu dapat diselamatkan dua serigala lainnya menuju bukit, lalu dibawa ke dunia lain oleh seorang gadis asing yang memiliki kekuatan ajaib. Di dunia asing yang bernama Gothia, rupanya ia tak sepenuhnya aman. Akibat nama belakang yang dimilikinya, Frey diburu bangsa vampir hingga harus menyelamatkan diri ke dalam hutan. Di sana, ia mengetahui identitas aslinya melalui pimpinan para peri. Ternyata leluhurnya berpengaruh besar di negeri itu, dan Frey diminta agar menduduki takhta yang dahulu direbut oleh bangsa vampir. Menurutnya, jika kerajaan dipimpin kembali oleh manusia serigala, maka negeri itu akan nyaman dihuni oleh penduduk lainnya seperti sedia kala. Akankah Frey memenuhi permintaan pemimpin peri untuk duduk di takhta negeri Gothia? Ataukah memilih kembali ke dunia manusia secepatnya?

Adele_Moon · 奇幻
分數不夠
14 Chs

13. Rahasia Gothia

Frey berendam dengan tenang di kolam yang sudah diisi air hangat. Sejenak ia melepaskan kemelut dan semua tanda tanya yang mengganggu benaknya. Ketika melihat jimat pemberian Monet, ia teringat pada gadis cantik berambut biru bergelombang yang merupakan anak dari pemilik penginapan itu. Meski baru pertama kali bertemu, kesan yang diberikan Monet sangatlah baik. Akan tetapi, nasib buruk menimpa gadis itu.

"Seandainya saja kau tetap memakai jimat ini, maka eksekusi mengerikan itu tidak akan terjadi," kata Frey tertunduk lesu. Ia merasa bersalah telah melibatkan Monet dalam pelariannya menghindari kejaran prajurit vampir.

Untuk sesaat, Frey menoleh ke arah jendela. Dari kejauhan, tampak asap hitam mengepul ke langit. Di waktu yang bersamaan, cahaya rembulan tampak turun ke dalam kepulan asap itu. Seketika Frey terperangah menyaksikan keajaiban itu, lalu beranjak dari kolamnya berendam. Bayangan tentang kejadian di bukit kembali melintas di pikirannya.

"Apakah gadis yang membawaku kemari ada di sana? Ah, aku harus datang ke sana dan kembali ke dimensi manusia." Frey segera memakai pakaiannya, kemudian dengan tergesa-gesa meninggalkan tempatnya berendam.

Maka berlarilah Frey menyusuri koridor, menaiki beberapa tangga, dan mengingat arah menuju pintu keluar. Sedikit pun ia tak ingin melewatkan kesempatan itu. Pemuda itu berpikir, bahwa keberadaannya di negeri ini tidaklah menentu. Bagaimanapun, Frey terus berusaha agar dapat kembali ke dimensi manusia.

Saat hendak meninggalkan istana, terlihat Saga telah memergokinya. Manusia serigala kepercayaan Paula itu berlari menyusul Frey, kemudian menahan kepergiannya. Bisa gawat kalau sampai cucu dari Paula itu ditangkap oleh bangsa vampir.

"Mau ke mana, Tuan Muda?" tanya Saga menahan bahu Frey.

"Itu! Cahaya itu! Aku akan kembali ke dimensi manusia," jelas Frey terdengar tergesa-gesa sambil menunjuk ke arah cahaya yang semakin mengecil dari kejauhan.

"Jangan ke sana, Tuan Muda! Bisa jadi itu cuma ilusi."

"Tidak, Saga. Aku yakin cahaya itu dapat membawaku ke dimensi manusia."

"Tidak semua cahaya yang turun ke tanah dapat membawamu ke dimensi lain, Tuan Muda. Kadang itu hanya kekuatan dari para peri untuk memindahkan suatu benda."

Frey tertegun sesaat, mengingat kemampuan ajaib Hefeta yang memindahkannya dari hutan peri ke hutan manusia serigala. "Ah, tidak mungkin! Aku masih ingat satu peri yang melakukan telekinesis. Dia hanya menaburkan serbuk hijau ke tubuhku, lalu seketika kami pun beepindah tempat."

Saga mengernyitkan kening sambil menopang dagu. "Oh, begitu, ya. Katakan padaku! Selama berada di Gothia, Anda sudah bertemu dengan siapa saja? Mustahil Anda bertemu dengan para peri hitam, hutan mereka sulit ditembus."

"Aku sudah betemu dengan sesama manusia serigala, para peri, dan satu vampir. Ya, satu vampir, namanya Gotham. Ah, sudahlah. Aku tidak punya waktu lagi untuk membicarakan hal ini denganmu," jelas Frey bergegas pergi.

Saga menarik tangan Frey. "Tunggu dulu! Apa tadi Anda bilang nama vampir itu Gotham?"

Frey mengangguk. "Iya."

"Astaga! Beruntung Anda tidak dihabisi olehnya."

"Dihabisi? Untuk apa dia menghabisiku? Kami tidak saling mengenal sebelumnya!"

Saga memantau keadaan sekitar, lalu menarik Frey masuk ke dalam kastil. Frey berusaha melepaskan diri, tapi genggaman Saga lebih kuat dari dugaannya.

Setibanya di dalam kastil, Saga membawa pemuda itu ke sebuah tempat yang jaraknya cukup jauh dari pintu masuk. Beberapa anak tangga mereka turuni, dan semakin jauh ke bawah kastil. Koridornya semakin gelap dan penerangannya hanya sedikit. Udara di sana terasa pengap, bahkan tercium bau apek di mana-mana.

Ketika Saga membuka pintu sebuah ruangan, Frey bertanya, "Tempat apa ini?"

"Nanti Anda akan tahu."

Begitu pintu dibuka, menguarlah bau amis dari senjata dan baju-baju zirah yang berlumur darah. Frey menutup hidungnya, tatkala teringat pada kejadian naas yang menimpa Pak Satrio. Segera ia berlari meninggalkan ruangan itu, tapi lagi-lagi Saga menarik tangannya lebih dulu.

"Mau ke mana?"

"Pergi. Aku tidak mau membunuh siapa pun."

"Tenang saja. Anda tidak akan membunuh siapa pun di negeri ini. Kemampuan berubah wujud kita bisa dikendalikan."

"Baiklah."

Maka masuklah keduanya ke dalam ruangan itu. Banyak sekali senjata dan baju zirah yang ditata rapi di dalam sebuah lemari kaca, guna mengingat peperangan mengerikan yang pernah terjadi di masa lalu. Ada pula beberapa baju zirah dibiarkan teronggok dilantai, yang merupakan pelindung bagi tubuh prajurit manusia serigala. Dari sekian banyak barang yang tersimpan, ada satu benda istimewa. Itu tidak lain adalah selembar surat yang datang sebelum peperangan dimulai.

Dengan takzim Saga mengambil surat itu. Dibukannya perlahan, lalu diberikan pada Frey. Ketika menerima surat itu, Frey mengernyitkan kening saat membaca sebuah tulisan yang tak dapat dimengertinya, lalu menatap Saga sesaat.

"Surat dari siapa ini?"

"Dari Perdana Menteri Vlad. Dia menghilang cukup lama dari istana dan secara tiba-tiba mengirimkan surat ancaman itu."

Frey mengembalikan surat itu ke tangan Saga. "Aku tidak memahami tulisannya. Coba bacakan untukku."

Saga mulai membacakan isi surat itu untuk Frey. "Kepada Raja Karl Yang Agung. Kami dari bangsa vampir mengajukan keberatan atas dijatuhinya hukuman mati pada salah satu dari bangsa kami. Bagi kami, hukuman mati atas pembunuhan yang menimpa roh suci di Gothia tidaklah seimbang. Kami mohon, pertimbangkanlah usulan dari kami. Jika Anda tidak mengurungkan hukuman mati itu, maka kami akan menuntut keadilan dan memberontak. Salam Hormat. Vlad."

"Oh, ya, ngomong-ngomong, siapa Vlad? Apa dia ada hubungannya dengan Gotham?"

"Dia ayahnya Gotham, vampir yang terkenal serakah dan gigih dalam mendapatkan sesuatu. Sama seperti anaknya yang selalu membiarkan seseorang melakukan kesalahan lalu menyerangnya dengan alasan membela kebenaran, Vlad melakukan konspirasi untuk mengkudeta kekuasaan Raja Karl. Dia menyuruh salah satu anak buahnya untuk membunuh roh suci agar dijatuhi hukuman mati oleh Raja Karl. Dengan begitu, Vlad dapat dengan mudah menjadikan eksekusi itu sebagai alasan untuk melaksanakan kudeta."

"Maksudnya, dia melakukan playing victim?"

"Mungkin seperti itu. Dia yang melakukan kejahatan, tapi justru menuduh orang lain berbuat jahat padanya. Hal itu sering dia lakukan, bahkan tak sedikit dari warga Gothia yang terhasut olehnya untuk menggulingkan kekuasaan Raja Karl."

Frey tertegun sejenak, lalu berkata, "Jika memang Gotham anak dari Perdana Menteri Vlad, lalu kenapa dia membiarkanku pergi? Mungkinkah dia tidak mengetahui bahwa aku adalah orang yang dicarinya, cucu dari Raja Karl?"

"Anda memiliki ciri khusus berbentuk tanda bulan sabit di tengkuk, semua keturunan Likantrof memiliki itu. Kurasa Gotham mengetahui kalau Anda adalah manusia serigala yang dicarinya. Maka dari itu, dia membiarkan Anda pergi untuk mengetahui tempat klan Likantrof tinggal saat ini. Dan, jika benar Anda masuk ke dalam hutan peri, maka itu akan menjadi malapetaka bagi para penghuni di hutan itu. Mungkin Crow sudah memberitahu Anda, bahwa peri adalah sekutu bangsa manusia serigala. Dulu para vampir menggunakan penyihir dari dimensi lain untuk menduduki takhta Gloomingham, sedangkan makhluk yang mampu menandinginya hanya para peri."

Frey tertegun sejenak, lalu berkata, "Jadi ... Saga, jangan-jangan kepulan asap di hutan itu ...."

Saga mengangguk. "Itu pasti ulah Gotham dan pasukannya."

"Kalau begitu, kita harus cepat-cepat menolong mereka," kata Frey menarik tangan Saga.

"Tidak, Tuan Muda. Menolong mereka hanya akan menjadi buah simalakama untuk kita." Saga melepaskan tangan Frey dengan sedikit kasar.

"Kenapa begitu? Jika mereka mau membantu manusia serigala untuk mempertahankan kekuasaan, kenapa kita tidak melakukan hal yang sama pada mereka?"

"Sekarang situasinya berbeda. Kami hanya memiliki sedikit prajurit, apalagi para peri. Kami tidak bisa gegabah dalam mengambil keputusan. Melindungi klan Likantrof lebih penting untuk saat ini."

"Lalu, apa sekarang kita harus diam saja?"

"Percayalah, para peri pasti tahu solusinya. Kekuatan magis yang mereka miliki mampu mengubah hal mustahil menjadi mungkin. Kita hanya akan menampakkan diri setelah memiliki banyak pasukan dan utusan dari penguasa semesta untuk Gothia muncul."

"Utusan penguasa semesta? Siapa lagi dia?"

"Aku tidak tahu pasti. Yang jelas, kedatangan dia membawa kedamaian bagi Gothia saat perang masih berkecamuk."

Frey dan Saga kembali ke dalam area kastil yang lebih nyaman. Frey masih menduga-duga tentang utusan penguasa semesta itu. Apakah ia berupa makhluk gaib juga, atau datang dari dimensi lain? Ah, Frey belum memahami betul keseluruhan negeri dengan kegelapan abadi itu. Masih banyak rahasia yang belum tampak di depan matanya.

Rupanya rahasia yang tersembunyi di Gothia, masih berupa misteri pula bagi si gadis buta. Tak biasanya ia menggigil hebat oleh sesuatu yang tak diketahuinya. Ditariknya selimut demi menghangatkan tubuhnya, tapi itu terasa sia-sia saja. Cahaya dari tubuhnya semakin terang, sehingga menyilaukan mata Guru Mikhael yang hendak memeriksa keadaan si gadis buta.

Saking silaunya, Guru Mikahel harus menyipitkan mata dan menutupnya sebagian. Perlahan-lahan ia memasuki kamar si gadis buta, lalu merapal doa suci. Cahaya itu mulai berkurang sedikit demi sedikit. Tubuh si gadis buta yang menggigil hebat, kembali membaik. Guru Mikhael bergegas menghampiri si gadis buta, lalu menggoyang-goyang lengan muridnya itu. Gadis buta tampak lemah tak berdaya.

"Apa kau baik-baik saja?"

Si gadis buta mengangguk lemah. "Guru, kenapa di sini mendadak dingin seperti di Gunung Es?"

Guru Mikhael tetap membisu dan merapikan selimut yang menutup tubuh si gadis buta. Ia tahu betul, bahwa pengalaman yang dialami oleh muridnya saat ini bukanlah sesuatu yang wajar. Selama mengurus si gadis buta, pria tua itu pernah beberapa kali melihat tubuhnya bersinar. Pertama, saat si gadis buta ketakutan setengah mati dikejar oleh prajurit vampir ketika membawa ibunya ke depan pintu gerbang Istana Arwah Suci. Kedua, saat duduk di dekat kolam air mancur yang memendarkan cahaya rembulan. Namun, untuk kali ini kasusnya cukup aneh. Si gadis buta sampai menggigil hebat karena cahaya yang bersinar dari tubuhnya.

"Sebaiknya kau istirahat. Sepertinya kau kelelahan setelah berjalan-jalan ke luar istana."

Gadis buta itu terpejam, lalu berkata, "Guru, apakah yang terjadi padaku saat ini bukanlah hal yang aneh?"

"Bukan, Nak. Tak usah dipikirkan, itu hal biasa."

Guru Mikhael bergegas meninggalkan kamar si gadis buta, lalu menutup pintu. Di dalam benaknya, ia berpikir bahwa kekuatan terpendam dari diri si gadis buta mulai bangkit. Akan tetapi, ia berusaha menepis jauh-jauh pikiran itu. Menurutnya, sekarang bukan waktu yang tepat untuk si gadis buta menunjukkan kekuatannya. Gothia masih damai, meski di bawah tirani Raja Gotham.

Sekarang tirani itu menjelang kepunahannya. Hefeta muncul di atas Jurang Api, kemudian membuka telapak tangannya ke arah bara yang menyala-nyala. Sebuah cahaya turun ke dalam jurang dan memuculkan sosok-sosok vampir yang menyerang hutan peri. Para vampir berjatuhan ke dalam api yang membara, menghanguskan seluruh tubuh mereka hingga wujudnya lenyap seketika. Sementara itu, beberapa vampir yang berwujud kelelawar berusaha terbang tinggi menjauhi maut. Namun, bara api yang semakin meninggi kian melahap mereka bagai hewan buas yang kelaparan.

Setelah tugasnya selesai, Hefeta duduk sejenak ke tepi jurang. Dengan terengah-engah, ia mengumpulkan sedikit demi sedikit tenaga agar mampu melakukan telekinesis. Setelah yakin semua kekuatannya kembali pulih, berdirilah peri itu sambil mengepakkan sayap capungnya. Ketika hendak terbang meninggalkan jurang, tiba-tiba ada yang menyerangnya dari belakang sehingga salah satu sayapnya terbakar. Panik, Hefeta segera mengubah wujudnya menjadi seukuran manusia dan mengedarkan pandangan untuk mengetahui seseorang yang telah menyerangnya.

Dari tepi jurang, muncul dua tangan yang berusaha naik ke tepi. Rupanya Gotham berhasil menyelamatkan diri dari kobaran api. Pelan tapi pasti, ia selamat dari maut. Kekuatannya masih penuh, sehingga mampu meraih tepi jurang dan menyerang Hefeta dengan sinar merah yang menyala dari telapak tangannya. Setelah berhasil sampai di tepi jurang, Gotham berdiri tegap seraya memandangi sang peri yang masih kelelahan.

"Sedang mencari siapa kau?" tanya Gotham, membuat Hefeta terkesiap.

Segera Hefeta menoleh dan membalikkan badan. Matanya terbelalak tatkala mendapati Gotham sedang berdiri angkuh tanpa luka di tubuhnya. Ketakutan menyerangnya, terlebih saat Gotham berjalan mendekatinya dengan senyum menyeringai. Dengan gemetar Hefeta berjalan mundur menghindari Gotham.

Gotham semakin senang menatap Hefeta yang ketakutan. Tanpa menunggu lama, ia berjalan menghampiri sang peri dengan cepat. Lalu, dicekiknya leher Hefeta sampai tubuhnya terangkat ke langit. Peri itu terbatuk-batuk, merasa sulit bernapas karena cekikan Gotham yang begitu kuat.

"Jadi kau yang mengusir kami dari hutan kalian?" tanya Gotham menatap tajam.

"Lepas ... le ... paskan a-aku!" Hefeta berusaha memberontak, meski terasa napasnya sesak.

Gotham mengeratkan cekikannya. "Kau pikir kemampuan telekinesismu itu menakjubkan dan mampu membunuhku dengan membawaku ke jurang api? Tidak, tidak. Itu tidak istimewa."

Hefeta memejamkan mata rapat-rapat sambil berusaha melepaskan tangan Gotham dari lehernya. Namun, usahanya tetap nihil ketika tenaga yang dimilikinya seperti terkuras habis.

"Kalau kuperhatikan dari kemampuanmu memindahkan para vampir, sepertinya ada kemungkinan kau mampu menyelamatkan Likantrof juga."

Mata Hefeta membelalak. Gotham semakin senang melihat kecemasan di wajah Hefeta, yang seakan menandakan bahwa dugaannya memang benar. Dengan kasar, ia menghempaskan tubuh Hefeta ke tanah, lalu menginjak kepalanya agar mau mengatakan hal yang sebenarnya. Hefeta meronta-ronta, memegangi kaki Gotham.

"Lepaskan aku!"

"Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau berkata jujur. Katakan padaku! Di mana Frey Likantrof?"