Sungguh, Qin Wentian tidak pernah gagal memukau orang banyak.
Awalnya, mereka semua berpikir bahwa dengan kekuatan Shi Potian, bahkan jika dia tidak bisa sepenuhnya menekan Qin Wentian, kemenangan tetap akan menjadi miliknya. Tetapi pada saat ini, kepercayaan diri mereka sudah goyah. Shi Potian benar-benar masuk ke dalam kondisi ilusi. Tetapi apakah itu benar-benar sebuah ilusi?
"Tidak, itu jelas bukan ilusi."
Kaisar Biru Langit pernah mengalami jenis serangan dari Qin Wentian ini. Tidak hanya itu, ia sendiri unggul dalam penggunaan ilusi, jadi bagaimana mungkin ia bisa salah? Ketika ia menebas di tempat kosong, ia tidak merasakan ilusi sama sekali. Bahkan, rasanya sungguh nyata. Dengan keterampilan Kaisar Biru Langit, ia pasti tidak akan jatuh ke dalam kondisi ilusi. Selain itu, apabila memiliki pemahaman yang kuat mengenai Mandat, seseorang bisa keluar dari kurungan ilusi dengan menggunakan kehendak kuat Mandat mereka.
Sekarang setelah mengamati dari pinggir panggung, barulah ia mengerti bahwa itu bukan sebuah trik ilusi; teknik itu muncul dari sebuah Mandat.
Dan untuk burung raksasa mengerikan yang saat ini terwujud. Apakah itu aksara dewa jenis tempur peringkat keempat?
Seiring dengan gerakan Qin Wentian, burung raksasa yang menakutkan itu melaju ke arah Shi Potian dengan kecepatan cahaya. Kekuatan menakutkan itu memusnahkan segalanya.
Sementara itu burung Vermillion Api-nya juga terlihat unggul ketika berhadapan dengan milik Shi Potian. Sejalan dengan Qin Wentian yang menjadi lebih kuat, burung Vermillion Api-nya juga tampaknya mendapatkan kekuatan yang sama.
Akhirnya, Shi Potian tampak menyadari sesuatu. Dan saat ini, apa yang dikatakan oleh akal sehatnya palsu. Ini bukan ilusi, melainkan kenyataan yang ia ciptakan dari imajinasinya sendiri.
"Bumm!" Seekor burung besar yang tangguh menabrak tubuh Shi Potian, langsung melemparkannya ke udara. Baju pelindung di tubuhnya hancur berkeping-keping saat ia dengan kejam terbanting ke tanah, dengan darahnya yang menyembur di udara bagai air mancur. Burung Vermillion miliknya mengalami nasib yang tak jauh berbeda — sudah sepenuhnya dimangsa oleh burung Vermillion Api milik Qin Wentian.
Qin Wentian secara perlahan berubah kembali menjadi manusia. Auranya berfluktuasi ketika rambut panjang dan jubahnya berkibar tertiup angin. Setelah melihat sosoknya yang mengesankan di atas panggung, para penonton semua mengerti bahwa kuda hitam ini memiliki kemampuan untuk terus berjalan hingga akhir.
Qin Wentian telah mengalahkan Shi Potian, seseorang yang dianggap setara dengan Chen Wang. Walaupun kekuatan Qin Wentian masih di bawah Shi Potian, kemenangannya tetaplah merupakan kemenangan.
Keahlian bertarung Qin Wentian sangat seimbang dan lebih dari sekadar menakutkan. Seolah-olah ia tidak memiliki kelemahan yang jelas. Saat kekuatannya dikalahkan, maka ia akan memangsa musuhnya dengan kecepatan. Tidak hanya itu, ia juga bisa masuk ke dalam bentuk siluman untuk meningkatkan kekuatannya, bersama dengan kemampuan pengendalian mimpinya yang lebih menakutkan daripada ilusi apa pun.
Ia memiliki serangan tak terduga yang bisa secara langsung menargetkan jantung lawan-lawannya. Ia juga dalam seketika bisa menuliskan aksara dewa jenis pertarungan yang tangguh.
Sekarang, ketiga pertarungan itu telah selesai. Chen Wang mengalahkan Zhan Chen. Si Qiong mengalahkan sosok berjubah hitam. Qin Wentian mengalahkan Shi Potian. Pertarungan terakhir dari ketiganya membawa kejutan terbesar di hati para penonton.
"Selanjutnya, Chen Wang melawan Shi Potian, Si Qiong melawan Zhan Chen, Qin Wentian melawan sosok berjubah hitam," kata Pak Tua Tianji.
Tiga pemenang akan bertarung melawan tiga yang kalah dalam urutan pertarungan yang berbeda untuk menentukan peringkat. Misalnya, meskipun Shi Potian kalah dari Qin Wentian, belum tentu ia juga kalah dari Si Qiong. Untuk itulah pertarungan kembali diputar.
Pak Tua Tianji memberikan waktu beristirahat sebentar kepada para peserta untuk dapat memulihkan tenaga mereka.
Ketika babak berikutnya dimulai, tatapan para penonton mendarat pada Chen Wang dan Shi Potian yang berdiri di panggung arena itu. Kali ini, burung Vermillion yang melayang di belakang Shi Potian sudah menghilang, namun kerumunan itu masih penuh harapan akan pertarungan ini.
Namun, karena Shi Potian telah menderita kekalahan sebelumnya, perspektif banyak orang tentang dirinya telah berubah. Mereka semua merasa bahwa Chen Wang pasti akan mengalahkannya. Aura tak terkalahkan yang ia miliki telah menghilang sepenuhnya.
Tetapi jika Shi Potian, entah bagaimana, mampu mengalahkan Chen Wang, bukankah itu berarti bahwa Qin Wentian akan dapat mengalahkan Chen Wang juga?
Pertarungan ini sangat penting bagi Shi Potian. Ia tidak bisa membiarkan dirinya kalah lagi. Namun, lawan yang ia hadapi kali ini tidak lain adalah Chen Wang. Sejak awal pertarungan, Shi Potian segera melepaskan kekuatan garis darah purbanya, menyebabkan fisiknya terlihat lebih mirip dengan binatang purba. Kekuatan, serangan, dan pertahanannya, mereka semua ditingkatkan ke tingkat yang luar biasa.
Demikian pula, Chen Wang memilih untuk tidak meremehkan lawannya. Dengan satu ledakan, jiwa astral-nya dilepaskan, seluruh panggung arena itu bermandikan sinar matahari yang cemerlang. Kedua lawan telah memilih metode yang paling ganas untuk menyelesaikan pertarungan ini secepat mungkin.
Di atas arena, sesosok raksasa api bertarung melawan binatang iblis purba. Bahkan gelombang kejut yang memantulkan tabrakan mereka mampu membuat kerumunan yang menyaksikannya merasa takut. Bentuk api raksasa Chen Wang nampak hancur sementara kerangka iblis raksasa Shi Potian terbakar oleh api yang menyakitkan.
"Shi Potian, kau tidak cukup menandingiku …." Tiba-tiba, sebuah suara bergema. Beberapa saat kemudian, para penonton melihat bola api besar berkilauan di atas Chen Wang dengan jiwa astral yang menyatu ke dalamnya. Penampakan sebuah telapak tangan yang luar biasa mendarat, menyerupai matahari yang menghantam bumi.
Shi Potian meraung, namun ia tidak menghindari serangan dengan teknik Pergerakan Bintang. Sebaliknya, ia memilih untuk menghadapinya secara langsung, bermaksud menggunakan metode yang paling ganas untuk menyelesaikan semuanya. Bagaimana ia bisa takut ketika ini adalah sebuah persaingan kekuatan?
"Dhuaarr!"
Ketika serangan itu menghantam, tubuh Shi Potian berubah menjadi nyala api yang terbakar, tulang, daging, dan bahkan darahnya mulai berubah menjadi lava, berubah secara paksa karena Chen Wang. Wajah Shi Potian terlihat sangat menderita.
"Turun." Chen Wang melemparkannya dari atas panggung.
Chen Wang adalah pemenang dalam pertarungan ini, Shi Potian telah kalah sekali lagi. Jika Qin Wentian mengalahkan sosok berjubah hitam, maka Shi Potian akan memiliki satu kesempatan terakhir untuk bertarung melawan Si Qiong. Jika ia mengalahkan Si Qiong, itu menunjukkan bahwa ia lebih kuat daripada sosok berjubah hitam.
Pada saat itu, ia setidaknya berada di peringkat ketiga. Tetapi jika Qin Wentian kalah dari sosok berjubah hitam itu, semua harapannya akan hilang dalam sekejap. Karena sosok berjubah hitam itu telah kalah dari Si Qiong sebelumnya. Jika ia mengalahkan Qin Wentian, itu berarti bahwa ia juga akan mengalahkan Shi Potian. Dalam hal ini, tidak ada lagi kebutuhan untuk terus bertarung. Dan ketika saat itu tiba, Shi Potian akan kehilangan semua kesempatan untuk berada di peringkat tiga besar, kehilangan pengakuan dari seluruh Xia yang Agung.
Memang, dalam pertarungan berikutnya, Si Qiong mengalahkan Zhan Chen, tetapi masih tidak ada yang percaya bahwa Shi Potian akan dapat menang melawan Si Qiong. Baik Shi Potian dan Zhan Chen telah kalah dua kali berturut-turut, membuat para penonton menghela nafas.
Pada salah satu panggung yang paling menyilaukan di dunia, bahkan Shi Potian dan Zhan Chen yang tangguh menderita kekalahan secara beruntun. Kenyataan itu kejam. Zhan Chen telah mempersiapkan diri hanya untuk hari ini, namun ia kalah dari Chen Wang dan Si Qiong. Seolah semua usahanya menjadi sia-sia.
Shi Potian bahkan lebih buruk dibandingkan dirinya. Tidak hanya dia kalah dari Chen Wang, ia bahkan kalah dari Qin Wentian. Sebagai orang yang sebelumnya berada di peringkat 3, penampilannya sangat mengecewakan kali ini.
"Berikutnya adalah pertarungan antara sosok berjubah hitam dan Qin Wentian. Nyatanya, tingkat kekuatan mereka hampir sama. Qin Wentian sangat kuat, tetapi sosok berjubah hitam itu bahkan dapat melukai Si Qiong, ia jelas bukan karakter yang sederhana."
Para penonton terlibat dalam keseruan diskusi antar mereka sendiri. Masing-masing memberikan alasan siapa yang akan jadi pemenang.
Seni Sengkarut Iblis Langit yang sangat tirani dimiliki sosok berjubah hitam, dan teknik menghilang yang aneh, apakah itu bisa melawan Qin Wentian? Serangan Qin Wentian sendiri juga menjadi semakin tak terduga. Akankah teknik seperti ilusi itu efektif terhadap sosok berjubah hitam itu? Ketika keduanya berdiri di atas panggung, detak jantung para penonton meninggi saat mereka dengan penuh semangat menyaksikan.
Baik Qin Wentian dan sosok berjubah hitam itu adalah kuda hitam dalam turnamen ini, yang mendapatkan kemenangan demi kemenangan sampai saat ini. Qin Wentian tidak mewakili kekuatan besar mana pun, sedangkan identitas sosok berjubah hitam itu adalah misteri yang lengkap. Dan sekarang, dua kuda hitam terkuat itu akhirnya berkonfrontasi secara langsung.
"Siapa sebenarnya dirimu?" Qin Wentian menatap lawannya. Ia tidak segera memulai pertarungan. Sebaliknya, ia memilih untuk mempertanyakan identitas sosok berjubah hitam itu. Sosok berjubah hitam itu telah membantunya dua kali, Qin Wentian selalu dipenuhi dengan rasa ingin tahu atas misteri orang ini. Namun dibalik bantuan itu, orang ini juga telah melukai Mo Qingcheng sebelumnya.
Awalnya, Qin Wentian dipenuhi dengan rasa terima kasih terhadap sosok itu. Tetapi setelah pertarungannya dengan Mo Qingcheng, perasaan ingin tahu itu meningkat. Ia harus tahu pasti siapa sosok ini sebenarnya.
Sosok berjubah hitam itu hanya menatapnya dingin, memilih untuk tetap diam.
"Tidak apa-apa jika kau tidak ingin memberitahuku. Aku akan secara paksa melepaskan penutup wajahmu." Qin Wentian menjawab dengan tak acuh, ketika auranya memancar keluar.
"Bunuh aku, atau lukai aku, dan kau mungkin memiliki kesempatan untuk melihat siapa aku. Tetapi jika aku yang mengalahkanmu, ingat, aku tidak akan sedikit pun sopan padamu," jawab sosok berjubah hitam itu dengan suara serak.
Dalam ingatan para penonton, ini adalah pertama kali sosok ini berbicara. Ia selalu menjaga kesunyiannya.
Qi iblis mulai keluar dari sosok berjubah hitam itu, saat segerombol awan hitam yang menakutkan muncul di langit.
"Baiklah kalau itu yang kau inginkan." Qin Wentian maju selangkah demi selangkah menuju sosok berjubah hitam itu, saat auranya naik dengan cepat tanpa ada tanda-tanda berhenti.
Ia mengumpulkan energi siluman di tangannya, sepasang sayap muncul di punggungnya, dan Qin Wentian mengeluarkan seluruh kemampuannya dari awal. Ia tidak ingin meremehkan lawannya sedikit pun.
Dengan sebuah kepakan sayapnya, siluet Qin Wentian menghilang, lalu muncul seketika di depan sosok berjubah hitam itu. Sosok berjubah hitam itu segera bereaksi dengan jejak telapak iblisnya — Qin Wentian tersenyum dingin saat ia juga melepaskan jejak naga dengan penuh percaya diri akan kekuatannya sendiri.
Kekuatan serangan mereka benar-benar menakutkan. Seketika, saat mereka saling berhadapan, kehendak Mandat Qin Wentian yang menakutkan melesat dari matanya ke pikiran lawannya. Tetapi pada saat itu, qi iblis yang keluar dari jejak telapak iblis lawannya tiba-tiba menghilang sepenuhnya ketika sosok berjubah hitam itu menjauhkan telapak tangannya, membuat Qin Wentian dengan leluasa melepaskan serangan langsung ke dada sosok berjubah hitam itu.
Wajah Qin Wentian berubah pucat secara drastis, sudah terlambat untuk menghentikan serangannya. Raungan naga bergema dalam kekosongan ketika jejak naga yang luar biasa menghantam dengan kekuatan penuh ke tubuh lawannya.
"Bumm!" Sosok berjubah hitam itu langsung terpental di udara, seperti layang-layang yang putus talinya, dan tanpa ampun terbanting ke tanah ketika darah segar tanpa henti mengucur keluar. Saat ini, semua orang terpana. Mengapa sosok berjubah hitam menyerah tepat pada saat terakhir? Apa yang sedang terjadi?
Raut muka penuh kebingungan juga terlihat di wajah Qin Wentian. Ia tidak mengerti mengapa lawannya memilih melakukan hal itu.
Dalam sekejap mata, Qin Wentian menghilang kemudian muncul di sebelah sosok berjubah hitam itu. Penutup hitam di kepala sosok itu sudah hancur, namun selubungnya masih ada. Qin Wentian melihat kepala dengan rambut hitam yang lebat dan panjang dan sepasang mata yang sangat indah menatapnya. Entah bagaimana, mata itu tampak sangat akrab.
"Siapa kau?" Qin Wentian merasakan jantungnya berdebar dengan emosi yang tak terlukiskan. Ia berjongkok dan mengangkat tabir yang menutupi wajah sosok berjubah hitam itu. Raut wajah yang sangat halus dan indah itu terungkap, penuh dengan kecantikan dan kepolosan.
Sebagian besar orang yang menyaksikan merasa seolah-olah sebuah sambaran petir telah hilang dari dalam hati mereka ketika mengamati raut sosok berjubah hitam yang sedang terbaring tak berdaya itu.
Bagaimana ini bisa terjadi? Orang yang menguasai seni iblis yang sangat tirani seperti itu ternyata seorang gadis muda yang cantik? Tidak hanya itu, meskipun darah masih merembes tak henti-hentinya dari sudut mulutnya, senyuman bisa terlihat di matanya yang berkilau, air matanya tidak menetes saat menatap Qin Wentian.
Qin Wentian akhirnya mengenalinya. Meskipun perubahan wajahnya sangat drastis, ia masih bisa mengenali siapa gadis ini. Jantungnya bergetar hebat ketika ia juga merasakan rasa sakit yang mendalam menusuknya, membuatnya bergetar tanpa sadar.
"Mengapa? Mengapa kau melakukannya??" Qin Wentian meraung, penuh dengan rasa sakit dan kepedihan. Tangannya dengan lembut membelai wajah gadis yang terbaring lemah di tanah itu, saat ia menyeka jejak darah dari mulutnya.
"Untuk menebus kejahatan yang dilakukan kakak dan ayahku, untuk meminta maaf kepadamu atas nama mereka." Suaranya dipenuhi kelembutan yang luar biasa. Di mata gadis itu, senyum hangat itu masih bisa dilihatnya. Bibirnya bergetar lembut saat ia menatap lekat ke arah Qin Wentian, lalu tersenyum bahagia sambil memanggil, "Gege Wentian!"