webnovel

Misteri Sebuah Cermin

Andre adalah seorang pengusaha yang. sukses. Kehidupannya nyaris sempurna. Andre punya kekasih yang sangat canrik, bernama Ersa. Cerita ini di mulai ketika suatu hari, Andre mendapat surat dari Benny, pamannya yang telah meninggal. Surat yang menyatakan bahwa Andre mendapat warisan dua buah Villa yang cukup besar. Andre heran. Dia berusaha mengabaikan surat aneh itu, namun bersamaan dengan itu, dua sahabatnya yang bernama Reza dan Frans mengunjunginya secara mendadak. Mereka melihat surat itu, dan penasaran. Andre sudah menjelaskan bahwa dia tak tahu menahu mengenai Villa itu, namun kedua temannya justru penasaran. Akhirnya, Andre mengalah. Seminggu kemudian, Andre mengajak Frans dan Reza mengunjungi Villa yang di maksud. Andre pergi bersama dengan Ersa, Frans dengan Rachel dan Reza dengan Vero. Akhirnya, setelah perjalanan yang cukup jauh, sampailah mereka di komplek Villa tersebut. Kedua Villa itu berada di satu komplek. Termyata, kedua villa itu sudah tua, namun tampak terawat. Namun, mereka berenam tak menyadari bahwa di dalam Villa itu tersimpan sebuah benda yang sangat misterius dan mengerikan. Apakah mereka keluar dengan selamat?

Akhmad_Fajar · 灵异恐怖
分數不夠
22 Chs

PENYELAMATAN VERO

Andre dan Dewi memasuki ruangan itu. Mori membimbingnya menuju ke sebuah lorong. Ruangan itu bercahaya merah seperti darah, dan banyak terdapat lorong seperti gua.

"Ingat, Andre, berilah setiap jalan yang kau lalui sebuah tanda dengan cara melempar biji kacang hijau yang saya berikan tadi. Tapi hati hati, jangan sampai ketahuan. Mereka begitu beringas," kata Mori dalam hati.

Andre mendengar suara Mori. Dia mengangguk. Dewi membimbing Andre ke tempat yang di tuju. Di sana, para arwah memandangi mereka. Ada beberapa mengajaknya berbicara, namun Andre tak menggubris. Dia tetap fokus mencari Vero. Agak lama mereka mencari Vero. Akhirnya, mereka berhasil menemukan Vero. Vero dalam keadaan terbelenggu.

"Vero … ," kata Andre dengan suara lirih.

Vero terkejut melihat Andre dan Dewi. "Ndre, wanita itu … ," kata Vero dengan wajah ketakutan.

"Sssh … sudah … sekarang kita bebaskan kamu," kata Andre tak memperdulikan ketakutan Vero.

Andre mencoba membuka belenggu Vero, namun tak membuahkan hasil. Belenggu itu begitu kuat kendati hanya berupa tali kecil.

"Uugh!!! Gila! Tali ini kuat sekali," kata Andre mencoba membuka ikatan tali itu.

"Sedang apa kamu disini, anak muda? Siapa kamu?" tanya suara wanita di belakangnya.

Andre terkejut. Dia melihat ke belakang.

"Dia temanku. Bebaskan dia!" balas Andre.

Dewi di bekuk oleh anak buah Nyonya Ernest. Anak buah Nyonya Ernest adalah sosok mayat hidup dengan daging membusuk, dan sebagian tubuhnya tampak hanya tulang belulang. Sosoknya sangat mengerikan.

"Anak muda, berani sekali kamu mencoba melepas tawananku," kata Nyonya Ernest.

"Dunia kita sudah berbeda! Biarkan kami pulang ke alam kami," balas Andre.

"Tidak!! Dia adalah anakku," balas Nyonya Ernest..

"Dengar, anakmu sudah tenang di alam sana. Dia sudah damai di alam ghaib. Mengapa kau tak menyadarinya?!" balas Andre.

"Pembohong!! Tangkap dia!" perintah Nyonya Ernest.

Dua anak buah Nyonya Ernest akan menangkap Andre. Andre yang berusaha bertahan, bersiap melawan kedua anak buah Nyonya Ernest. Ketika dia akan di tangkap, Andre melawannya. Dia layangkan tendangan dan pukulan. Kedua anak buah Nyonya Ernest terjatuh.

Andre berlari mendekati Dewi, namun di hadang Nyonya Ernest.

"Anak muda! Jangan mendekat!" bentak Nyonya Ernest.

Dengan sekali gerakan, Andre terhempas ke tanah. "Uhuk! Sial, kuat sekali dia!"

"Andre, kamu tak apa apa?" teriak Dewi.

Dengan memegangi bahunya, Andre kembali bangkit. Dia bersiap menyerang Nyonya Ernest. Andre mencoba menendangnya, namun kembali terhempas. Dua anak buah Nyonya Ernest mendekati hendak menangkap Andre, namun Andre kembali melawan.

Dengan kekuatannya, Andre memukul dan menendang keduanya. Pukulan dan tendangan telak mengenai leher dan wajah mereka, namun mereka seolah tak merasa sakit.

"Sial!! Kuat sekali mereka, seolah tak ada rasa sakit," bathin Andre.

Andre kembali bersiap dengan kuda kudanya kembali. "Anak muda, kamu tak akan bisa kalahkan kedua anak buahku," kata Nyonya Ernest tertawa lebar.

Kedua anak buah Nyonya Ernest kembali menyerang. Andre kembali melawan. Pertarungan sengit tak terhindarkan. Sementara itu, di tempatnya, Mori yang tengah bertapa melihat pertarungan sengit terjadi. Dengan gagah berani, Andre melawan kedua zombie itu, namun Andre mulai terdesak.

"Uhm, sial!! Keadaan jadi kacau. Padahal, waktu sudah tinggal sedikit lagi," bathin Mori.

Mori melihat, bagian dalam villa sudah mulai berubah. Perlahan, cahaya hitam mulai masuk ke dalam villa.

"Ersa, bawa teman-temanmu ke ruangan itu, dan jangan keluar dari situ, cepat!!" perintah Mori menunjuk sebuah ruangan di mana dia datang.

Ersa mengerti. Dia ajak Frans dan Reza ke ruangan itu.

"Sial! Kenapa liburan kita jadi gini?" kata Reza.

"Sudah, Rez. Kita bicarakan nanti, yang penting, kita keluar dulu dari sini," balas Frans.

Mori kembali merapal mantra untuk memperkuat pagar perlindungannya. Dia kembali bertapa. Sementara, Andre yang hendak membebaskan Vero mulai terdesak.

Dalam keadaan mendesak, Andre melihat ada sesuatu di sudut ruangan. Sebuah tombak yang berkilau. Andre mengambilnya, dan menyerang dengan tombak itu. Kedua zombie itu langsung hancur lebur. Nyonya Ernest terkejut. Dia langsung mencengkeram leher Dewi kuat-kuat.

"Anak muda, berikan benda itu, atau dia aku bunuh!" kata Nyonya Ernest sambil mencengkeram keras leher Dewi.

"Andre… jangan. Jangan berikan itu," pinta Dewi.

"Berikan benda itu!" bentak Nyonya Ernest.

Nyonya Ernest memandang tajam. Mori berkomunikasi dengan Andre mellalui pertapaannya. "Andre, ada sebilah pisau di belakang Vero, kamu bisa memotong tali itu dengan pisau itu. Jangan lupa, tancapkan tombak itu di tanah untuk memanggil penjaga neraka."

Andre menatap Nyonya Ernest. "Bebaskan Dewi dan Vero. Biarkan kami pergi kembali ke alam masing-masing, baru aku berikan tombak ini."

"Berikan tombak itu dulu!" balas Nyonya Ernest tersenyum menyeringai.

"Tidak!! Bebaskan Dewi dan tinggalkan kami," balas Andre.

Nyonya Ernest hanya tertawa. Dia pandangi Vero sesaat. "Baiklah, aku akan penuhi keinginanmu."

Nyonya Ernest memandang ke arah anak buahnya.

"Lepaskan dia!" kata Nyonya Ernest pada anak buahnya.

Anak buahnya melepaskan Dewi. "Baiklah, mana tombak itu!" pinta Nyonya Ernest.

Andre menancapkan tombak itu ke tanah. "Silahkan ambil," balas Andre.

Anak buahnya mencoba mencabut tombak itu, namun tak ada yang bisa. Akhirnya, Nyonya Ernest mencoba mencabutnya. Tombak itu tercabut, namun menimbulkan sebuah lubang besar.

Tampak sebuah tangan api menyahut Nyonya Ernest dan menyeretnya ke dalam tanah. Anak buahnya pun tak luput. Mereka semua masuk ke dalam tanah, dan tanah itupun lengsung menutup. Andre dan Dewi segera membebaskan Vero. Dengan sebilah pisau yang di belakang Vero, Andre akhirnya berhasil membebaskan Vero.

"Vero, cepat kita pergi," ajak Andre.

Vero mengangguk. Akhirnya, mereka bertiga berjalan cepat meninggalkan tempat itu. Mereka terus berjalan melewati jalan yang mereka lewati ketika masuk. Sesampainya di dekat cahaya putih, Dewi berhenti.

"Kalian berdua, teruslah berjalan. Jalan itu untuk kalian. Aku harus menjuju jalan lain," kata Dewi.

"Tapi, Dewi … ," kata Andre terputus.

"Ndre, duniaku dan kamu sudah berbeda. Aku kemari hanya untuk menyelamatkan kalian. Urusanku selesai," kata Dewi.

Andre memandangi Dewi. "Dewi, terima kasih kau bantu aku," kata Andre.

Dewi hanya tersenyum. "Cepat, pergilah!"

Dewi mengambil jalan ke kanan, sementara Andre dan Vero menuju cahaya putih. Mereka terus berlari, dan akhirnya muncullah mereka di halaman depan Villa.

Mereka segera berlari masuk ke dalam Villa.

"Syukurlah kamu berhasil lolos, Andre. Ayo kita segera keluar dari tempat ini," ajak Mori.

Mori mengajak Andre dan Vero berkumpul dengan yang lainnya. Ketika semuanya berkumpul, mendadak Vero menusuk Mori. Beruntung Mori sempat mengelak, sehingga hanya tangannya yang tertusuk.

Vero kembali menyerang Mori, namun Reza menghalanginya. Dia memeiting Vero, dan berusaha merebut pisau dari tangannya..

"Vero, apa yang kamu lakukan? Dia akan bawa kita keluar dari tempat ini," kata Reza.

Vero meronta, dan Reza pun terpental. Dia tertawa menyeringai. "Hihihi … aku bukan Vero! Aku adalah Shirley … ,' kata Vero dengan wajah menyeringai.

Wajah Vero berubah. Matanya merag menyala. "Vero sudah tewas. Jiwanya telah berjalan ke alam lain," kata Sherly.

Semuanya terkejut. Andre mengingat-ingat kejadian sebelumnya. Dewi sempat menatap curiga pada Vero sebelum berpisah. Dan dia teringat akan tatapan Nyonya Ernest pada Vero.

"Brengsek!! Ternyata hantu wanita itu menipu kita, Mori," kata Andre.

Shirley kembali menyerang Mori. Andre dan frans mencoba menghadang, namun dia terlalu kuat. Mereka berdua terpental. Andre terpental mengenai tembok, dan pingsan. Sedangkan Frans terpental mengenai pintu, hingga pintu itu terbuka. Ersa berusaha memegangi Shirley, namun dia pun terpental.

Shirley terus mendekati Mori dengan menghunus pisau. Reza kembali memitingnya dari belakang. "Vero!! Kamu adalah Vero, bukan Shirley. Kembalilah pada Vero. Sadarlah!!" kata Reza.

Shirley meronta, dan Reza pun terbanting. Dia mendekati Reza yang masih merintih kesakitan. Dia mencekik Reza.

"Sudah aku katakan, aku bukan Vero. Aku Shirley, anak dari Nyonya Ernest!" kata Shirley dengan tatapan mengerikan dan suara datar.

Di semakin kuat mencekik Reza. Bahkan, dengan satu tangan Shirley mengangkat Reza. Dengan ringan,

"Siapapun yang mengahalangiku, harus mati!" kata Shirley.

Dia menusukkan belati itu ke perut Reza, dan melemparnya. Ersa menghampiri Reza yang tengah sekarat.

"Reza, bertahanlah, aku akan cabut pisau ini," kata Ersa.

Ersa hendak mencabut belati itu, namun Reza mencegahnya. "Ersa, jangan. Biarkan saja. Biarkan aku disini. Aku sudah tak kuat lagi," kata Reza dengan nada lemah.

Frans yang melihatnya mencoba melawan Shirley. Namun, dia kembali terhempas, dan pingsan. Shirley mendatangi Mori. Rupanya, Mori kini tengah bersiap. Dia bertarung mati-matian melawan Shirley yang memasuki tubuh Vero. Segala kemampuan dia keluarkan, namun Mori tetap kalah. Dia terluka parah.

"Heh, dukun tolol! Jangan halangi niatku untuk mencari korban!" kata Shirley dengan senyum mengerikan.

"Iblis betina!! Tinggalkan tubuh itu. Segera. Duniamu dengan mereka sudah berbeda," balas Mori yang tak mau menyerah.

Shirley kembali menyerang Mori. Dia mulai mencekiknya, namun Mori berhasil melepaskan cekikannya, dan melemparnya dengan tenaga dalam. Shirley terlempar cukup jauh, namun dia segera bangkit dan kembali menyerang Mori.

Andre yang sadar, kembali menyerang Shirley. Dia mencoba memukul Shirley dengan kayu yang dia ambil dari lantai. Dengan keras, di pukulkanlah kayu itu di punggung Shirley. Kayu itupun patah, namun Shirley tak terjatuh.

"Anak muda! Keras kepala juga kamu! Bisa hidup, ya," Shirley menatap tajam ke arah Andre.

Dia dekati Andre yang masih tertegun, dan hendak menyerang. Mori mencoba menyerang dengan tenaga dalamnya, namun, dia kembali terhempas dan muntah darah ketika Shirley mengembalikan serangannya.

"Ndre, hati-hati! Iblis betina ini kuat sekali. Aku butuh waktu beberapa saat untuk pulihkan tenagaku," kata Mori pada Andre.

Andre mencoba menghindar dari Shirley. Shirley terus mengejar Andre. Frans yang tersadar mencoba menyerang Shirley. Dia memiting Shirley kuat-kuat.

"Oh, ada lagi yang berani halangi aku," kata Shirley tertawa lepas.

Dengan mudah, Shirley melepaskan pitingan Frans, dan dengan satu gerakan pukul dada Frans hingga terhempas dan membentur tembok dengan keras. Frans langsung muntah darah. Dadanya begitu sesak. Andre yang melihat kesempatan segera menyerang Shirley.

Dia menendang dan memukul Shirley dengan keras, namun Shirley hanya tertawa lebar. Shirley langsung mencakar dada Frans dengan kukunya yang panjang, dan memukul keras dadanya.

Andre terlempar dan membentur tembok.

"Ugh!! Ahh … dadaku sakit." Andre merintih kesakitan.

Luka cakaran Shirley sangat perih membakar. "Ahh … Panas!! Luka ini!!"

Shirley tertawa lebar. "Ha … ha … ha … . Tak ada yang lebih kuat dari aku sekarang. Kalian semua hatus mati!"

Ketika semuanya terkapar, Reza yang tengah sekarat melihat arwah Vero. "Vero?" kata Reza dengan suara lemah.

Arwah Vero mendekati Reza. Dia menangis melihat luka menganga di perut Reza.

"Reza sayang, mengapa kau menyusulku?" tanya Arwah Vero.

"Vero … aku … aku tak tahu kalo dia bukan kamu," kata Reza terbatuk.

Dia merintih kesakitan. "Ugh!!"

Vero begitu marah melihat Shirley yang merampas tubuhnya. "Gara-gara dia, aku tidak tenang. Keparat kamu, Shirley."

Kemarahanhya memuncak. Dia pandangi Reza yang tengah sekarat. "Sayang, aku tahu kelemahan dia. Pisau. Ya, pisau yang menancap di perutmu. Itulah kelemahan Shirley. Aku akan membantumu."

Vero membelai lembut Reza yang tengah sekarat. "Sayang, bangkitlah. Aku akan membantumu dari belakang," kata Arwah Vero dengan nada lembut.

Perkataan Vero yang lembut membangkitkan keberanian Reza.

"Ugh!! Aaah!" Reza mengerang ketika mencabut pisau itu dari perutnya.

Dengan sisa kekuatannya, Reza bangkit. Arwah Vero memasuki tubuh Reza yang melemah untuk menambah kekuatannya.

Reza yang do rasuki arwah Vero kembali bangkit dan menyerang Shirley. Dia memiting Shirley dari belakang, dan menancapkan belati itu tepat di jantungnya.

"Aaah!!" Shirley mengaduh kesakitan.

"Shirley!! Rasakan pembalasnku. Aku tak rela tubuh wanita yang aku cintai kau gunakan untuk mengganggu!" teriak Reza.

Tiba-tiba, Dewi kembali muncul dan menyerang Shirley. Dia keluarkan cermin emas dari pinggangnya dan mengarahkan cermin itu ke arah Shirley.

Shirley merasa kepanasan. Dia kembali meronta dan menghempaskan Reza. Tubuh Reza terlempar cukup jauh, dan membentur tembok.

"Ugh!!" Reza merintih kesakitan.

Arwah Vero keluar dari tubuh Reza. Dia memandangi Reza dengan penuh kasih sayang, dan membelainya.

"Reza, terima kasih telah mencintaiku," kata Arwah Vero.

"Vero, tunggu aku," kata Reza dengan suara lirih.

Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Arwah Reza keluar, dan tersenyum mamandangi Vero.

"Sayang, ayo kita pergi ke alam kita. Urusan kita sudah selesai," ajak Arwah Reza.

"Tentu, Sayang," jawab Arwah Vero.

Mereka akhirnya pergi meninggalkan tempat itu menuju cahaya putih. Di ujung, telah menunggu Arwah Rachel yang memandangi mereka dengan tetsenyum.