‘Saat waktu mempertemukan kita, di tempat berbeda dan dalam keadaan berbeda.’
KEESOKAN HARINYA Se Jun terbangun dengan wajah cerah, pagi-pagi sekali dia sudah berada di luar rumah untuk kembali melanjutkan pencarian akan identitasnya. Bagaimanakah panti asuhan yang dulu menjadi tempat tinggalnya? Benarkah ia memiliki keluarga?
Pertanyaan itu masih belum terjawab sampai ia menemukan jawaban, ditambah rasa penasarannya tentang siapakah dia? Seperti apakah dia? Kehidupan macam apa yang dia jalani sebelum dikirim ke pabrik? Apa semua yang tinggal di panti asuhan sama sepertinya, sebuah robot yang memang tak memiliki orang tua? Ia tak sabar ingin mengetahui kenyataan, menyiapkan diri untuk menerima baik atau buruknya.
“Beruntung sekali aku memiliki keluarga seperti Choi Harabeoji, dia memiliki uang untuk aku mintai...,” kata Se Jun menghitung jumlah uang lembar yang baru didapatnya, “Dengan ini aku bisa membeli sebuah handphone, sudah lama sekali aku menginginkannya.” ia menambahkan seraya melangkah lebar-lebar, teringat pada Jae Won ketika mengagetkannya yang sedang memperhatikan pekerja lain mengambil gambar dengan benda persegi di tangan mereka.
~ ~ ~
“Kau ingin berfoto juga?” tanya Jae Won menyadarkan Se Jun akan kehadirannya, “Benda kecil itu sama canggihnya seperti kita, aaakh tidak, tidak ... kita jauh lebih canggih dan dapat bergerak.” tambahnya menggelengkan kepala menolak perbandingan yang terlintas di pikirannya.
“Tetap saja aku ingin memiliki sebuah handphone, aku juga ingin berfoto denganmu dan yang lainnya, apa sebaiknya aku mencoba untuk meminjamnya?” kata Se Jun tak terlalu berharap.
“Jangan... jika kau tidak ingin dihukum.” jawab Jae Won dengan suara melemah, peraturan perusahaan yang menurut mereka aneh ialah semua robot humanoid tak diizinkan keluar dari wilayah pabrik, dilarang mengambil gambar dan mengekspos diri mereka di mana pun.
“Tidak ada yang berani mengambil gambar kita meski mereka ingin memamerkan bahwa rekan kerjanya adalah seorang robot, tak mau sampai dipecat dan dikenakan sanksi... kira-kira apa alasan perusahaan membuat peraturan itu?”
Sejak saat itu Se Jun tak berani lagi meminjam ponsel genggam dari rekan kerja manusianya, ia dan Jae Won merencanakan akan membeli sendiri handphone mereka.
~ ~ ~
Dan hari ini hanya Se Jun yang akan membeli benda petak tersebut, ia menghela sembari memasukkan uang ke dalam saku celana. Tak lama sebuah mobil berhenti di dekatnya, memperlihatkan siapa yang berada di dalam saat kaca jendela dibuka.
“Se Jun -sshi, kau mau pergi ke mana?”
“Aah... Seung Woo Hyung, aku akan ke toko di ujung jalan sana untuk membeli sebuah handphone.” kata Se Jun.
“Naiklah, kebetulan aku juga mau lewat sana!” Seung Woo menawarkan tumpangan dan itu sedikit ditentang oleh Se Rin, namun pada akhirnya keputusan tidak berada padanya.
“Kebetulan apanya...,” gumam Se Rin.
“Ayo cepatlah naik,” Seung Woo berbicara sangat ramah, sampai-sampai Se Jun tidak bisa menolaknya.
“Kalau memang begitu dengan senang hati aku akan masuk,” kata Se Jun kemudian membuka pintu, duduk di sebelah Se Rin yang disambut dercakan tak suka.
Se Rin tidak pernah membiarkan sembarang orang satu mobil dengannya. “Ya, seharusnya kau duduk di depan bukan di sini!”
Se Jun hendak keluar, menuruti perkataan Se Rin untuk pindah tempat duduk. Namun dengan cepat Seung Woo mengatakan tidak apa-apa, toh Se Jun cuma menumpang sampai persimpangan saja.
“Dia bisa berpikir kalau kau juga supirnya,” kata Se Rin setelah melirik Se Jun. “Manager Han, sudah cepat jalan!”
“Se Rin-sshi terima kasih, waktu itu berkatmu aku bisa tidur nyenyak.”
Dahi Seung Woo berkerut mendengarnya. Apa yang telah Se Rin lakukan sampai Se Jun berkata seperti itu.
Agak sedikit malu Se Rin buru-buru mengalihkan pembicaraan, “Tadi kau bilang akan membeli handphone, memangnya kenapa dengan handphonemu yang sekarang?”
“Oh... itu, rusak... jadi aku membeli yang baru,” Se Jun merasa setelah ia menjadi manusia, berbohong adalah suatu keharusan karena tak mungkin berkata kalau sebenarnya dia tidak pernah memiliki benda itu di zaman modern seperti sekarang.
Mereka sampai ke tempat yang dituju. Se Jun mengucapkan terima kasih dan melambaikan tangan pada mobil yang sudah melaju kembali. Seturunnya Se Jun dari mobil, Seung Woo menanyakan apa yang telah Se Rin lakukan agar laki-laki itu bisa tidur nyenyak dan sejak kapan mereka terlihat begitu akrab.
“Akrab, apa aku tidak salah dengan… Aku hanya menyanyi untuknya lagi pula kami bertetangga, tentu saja harus akrab, bukan begitu?” Sedetik kemudian Se Rin merutuki ucapannya, karena pasti Seung Woo akan menggodanya.
“Oh Se Jun-sshi memang enak dipandang, dia tinggi, kulitnya putih dan sepertinya akan mudah diatur.” tutur Seung Woo menyipitkan matanya sambil menyunggingkan senyum, “Jujur saja, kau tertarik bukan padanya?”
“Yang benar saja, Seung Woo Oppa juga tinggi, meski tidak terlalu tampan, kau terlihat dapat diandalkan dan mudah diatur juga. Oppa, Oppa, aku tertarik padamu, PUAS!” cerocos Se Rin malah dianggap biasa oleh si pendengar, padahal ia serius dengan ucapannya.
ΘΘΘ
“Memang benar di panti asuhan kami ada anak yang bernama Se Jun tapi dia baru saja diadopsi beberapa minggu lalu, jadi aku rasa kau tidak pernah tinggal di sini.”
Bukan hanya sekali Se Jun mendengar perkataan seperti itu. Seperti ada banyak nama Se Jun yang dibesarkan di panti asuhan dan dia salah satunya. Kembali menghela napas dan menghembuskannya, dia harus mencari tempat lain. Seoul memang cukup luas, jadi tak semudah itu ia menemukan panti asuhan yang dulu sekali ditinggalinya, dengan hanya berbekal sebuah nama tanpa ingatan apa pun.
“Jae Won Hyung hanya mengatakan bahwa aku mempunyai keluarga, tapi di mana….” ini sudah kedua kalinya ia mengunjungi panti asuhan, sampai ia ingat kemarin satu panti asuhan yang didatanginya belum mengkonfirmasi pertanyaannya dengan jelas, dan ia disuruh untuk datang kembali. “Tidak ada salahnya untuk memastikan, aku akan ke sana lagi!” ucap Se Jun mantap.
Di panti asuhan yang akan dikunjungi Se Jun, terlihat seorang anak lelaki sedang memainkan bola sendirian, dia anak yang kemarin berbicara dengan Se Jun, tentang ayahnya yang juga jago main bola. Mulai bosan dengan bolanya ia duduk di sebuah ayunan dengan rantai agak berkarat, dari kejauhan sang ibu berlari-lari kecil menghampirinya.
“Su Hyun-ah... pasti kau sangat lapar,” ucapnya setelah membungkuk di depan putranya, “Ini ibu bawakan roti rasa keju kesukaanmu,” tambahnya memberikan sebungkus roti yang tidak langsung diambil, mengetahui anaknya yang murung ia berjongkok untuk melihat wajahnya.
Tak lama Se Jun memasuki halaman taman bermain, ia mengenali ibu dan anak itu, menoleh ke arah mereka dengan satu tangannya menjinjing plastik putih bertuliskan ‘sabway’ memberitahu bahwa dia baru membeli makanan dari tempat tersebut. Dapat Se Jun lihat wanita berambut hitam legam yang diikat setengahnya sedang mengusap air mata anak lelaki itu.
“Aku ingin makan dengan ayah...” rengeknya menolak roti dari si ibu.
“Hei anak pintar kenapa kau menangis?” tanya Se Jun mengalihkan pandangan dua pasang mata padanya, ia membungkuk memberi salam pada wanita yang sontak berdiri balas menyapa, masih mengenal pria muda yang kemarin berkunjung.
“Dia merindukan ayahnya dan ingin makan bersamanya, mereka sudah lama tidak bertemu.”
“Ayah baru kembali, seharusnya dia menghabiskan banyak waktu bersamaku.” sela Su Hyun menghapus kasar air bening di sudut matanya.
“Ini aku belikan burger dengan double cheese, kau bisa menghabiskannya dengan ayahmu.” kata Se Jun sembari menyodorkan plastik bawaannya, mata Su Hyun berkilat-kilat dan langsung menyambarnya. “Ternyata kau sangat menyukai keju.” lanjut Se Jun tersenyum mengelus pucuk rambut Su Hyun.
“Teganya kau mengabaikan roti dari ibu...,” Sang ibu pura-pura cemberut, berhasil membuat Su Hyun tak enak dan perlahan mengambil roti dari tangannya.
ΘΘΘ
“Perkenalkan, aku Kim Yoo Na. Maaf soal kemarin, aku tidak teliti melihat datanya. Setelah kau pergi aku terus mencarinya,” Yoo Na memberitahu sebelum Se Jun bertanya.
Mereka berjalan sepanjang koridor di mana anak-anak sedang mengikuti kelas. Yoo Na bilang panti asuhan ini sudah seperti rumahnya sampai terkadang melupakan anaknya sendiri, dan sibuk mengurus anak-anak lain yang sebetulnya sudah ia anggap seperti anaknya juga. Su Hyun suka cemburu bila itu terjadi dan pergi memeluk ayahnya. Se Jun mendengarkan dengan seksama, sedikitnya dia mengerti apa yang dirasakan Su Hyun.
“Kenapa kita tidak ajak Su Hyun masuk, kasihan dia di luar sendirian.” ujar Se Jun.
“Sebentar lagi ayahnya akan datang, dia hanya perlu waktu lebih lama untuk memahamiku yang dipanggil ibu juga oleh anak-anak lain.” Yoo Na menghela berbelok di ujung koridor. Se Jun mengikutinya berharap tempat ini adalah panti asuhan yang ia cari.
Setelah ditinggal pergi Su Hyun sibuk memakan burger, mulutnya belepotan. Saat itu langkah kaki perlahan mendekatinya, tersenyum senang melihatnya menikmati makan siang. Mata Su Hyun tak sengaja melihat sang ayah datang,
“Ayah! Kau datang tepat waktu sebelum aku menghabiskan burgernya!” kata Su Hyun memperlihatkan senyum lebar menggemaskan.
Setelah berkeliling di setiap sudut panti asuhan, sekarang ingatan sedikit demi sedikit muncul. Se Jun pernah berada di dalam ruangan musik memainkan piano, dulu dia pernah bermain dan memiliki teman. Ia tak henti-hentinya bersyukur, matanya mulai berkaca-kaca.
“Aku memiliki seorang kakak?”
Yoo Na mengangguk, mengiyakan. “Pemilik panti asuhan bilang begitu, sayangnya dokumen terkait tentangnya tidak ada karena sudah diserahkan pada orang yang mengadopsinya.”
Dengan lesu Se Jun keluar dari ruangan. “Mereka yang tinggal di sini tidak terlihat sama sepertiku,” Heran Se Jun tercengang melihat siapa yang sedang berjalan ke arahnya dengan menuntun Su Hyun.
“Ayah dia orang yang menantangmu untuk bertanding!” seru Su Hyun riang menarik laki-laki yang sangat Se Jun kenal.
“Jae Won Hyung?!” kata Se Jun datar begitu tak percaya dengan apa yang dilihatnya, jarak mereka semakin dekat dan Jae Won berhambur memeluknya selagi lelaki itu mulai terisak.
“Kau selamat, kau masih hidup ... aku mencarimu ke mana-mana,” kata Jae Won kembali memastikan bahwa di hadapannya benar Oh Se Jun yang dikenalnya.
Setelah Jae Won melihat berita bahwa hanya ditemukan lima DNA di tempat kejadian ledakan, ia meyakini bahwa yang selamat adalah HMD07. Oh Se Jun, dia benar-benar selamat.
ΘΘΘ